Verrint adalah seorang gadis SMA yang bertemu kembali dengan cinta pertamanya melalui reuni bernama Izan. Tetapi Verrint tidak bisa bersama karena pria yang dia sukai telah mempunyai pacar. Verrint tiba-tiba menjadi teman baik dari pacar Izan. Agar menghindari kecurigaan, Verrint pura-pura pacaran dengan sahabatanya Dewo.
Akhirnya paca Izan tau jika Verrint dan Izan saling mencintai. Pacar Izan kecelakaan lalu meninggal. Izan menghilang, Dewo dan Verrint akhirnya resmi pacaran. Tiba-tiba Izan kembali dan mengutarakan isi hatinya pada Verrint.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nisa Fadlilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
Bel di SMA Valensi telah berbunyi, semua siswa pun berhamburan keluar dari keals mereka. Setelah kelas Verrint mulai kosong akhirnya dia keluar dari kelasnya bersama Venitha sahabatnya. Mereka berdua kemudian berjalan menuju kantin sekolahnya.
Verrint dan Venitha menuju pada sebuah meja yang berada di sudut kantin itu. Meja ini adalah meja favorit Verrint dan Dewo. Meja ini juga sering kali dipakai untuk tempat Verrint dan Dewo berbagi cerita. Selain tempatnya yang strategis, meja ini juga bisa disebut meja prefasi. Karena meja ini cukup tertutup dari penglihatan orang banyak.
“Kemaren gimana Rint?” tanya Dewo yang tiba-tiba muncul di depan mereka.
“Ya ampun ngagetin banget sih Wo.” Ucap Verrint sewot.
“Ceu ilah sampe segitunya.” Samber Dewo.
“Ya iyalah, untung aja aku gak jantungan.” Jawab Verrint.
“Iya nih, ada-ada aja.” Ucap Venitha ikut nimbrung.
“Gimana kemaren?” tanya Dewo lagi.
“Gimana apanya?” ucap Verrint balik bertanya.
“Mia?” ucap Dewo.
“Oh… biasa aja.” Jawab Verrint singkat.
“Gitu doang?” tanya Dewo lagi.
“Iya, emang apa lagi?” jawab Verrint.
“Emangnya ada apa sama Mia?” tanya Venitha bingung.
“Enggak kemaren aku….” Verrint pun terus bercerita pada kedua temannya itu.
***
Di depan gerbang SMA Valensi masih terlihat para siswa yang berhamburan keluar dari gerbang sekolah itu. Disana pun terlihat seorang gadis yang sedang berdiri menunggu kedatangan seseorang dari dalam sekolah itu. Tangan gadis itu kemudian merogoh tasnya dan mengambil ponsel yang ada di dalamnya. Sebelum sempat Mia menekan tombol yang ada di ponsel itu, matanya tertarik pada seseorang yang melintas di hadapannya. “Tantri…” panggil Mia.
Tantri pun kemudian membalikkan tubuhnya dan celingukan mencari suara yang memanggilnya. Kemudian Mia menghampiri Tantri yang sedang kebingungan. “Elo Tantrikan?” tanya Mia dengan nada judes.
“Iya, lo siapa?” tanya Tantri dengan nada yang sama.
“Lo gak perlu tau gue siapa, tapi ada hal yang perlu gue tanyain sama lo.” Jawab Mia.
“Lo siapa sih, tiba-tiba mau introgasi gue? Tanya Tantri, “Perasaan gue gak pernah kenal lo.”
“Tapi lo pasti kenal sama cowok gue.”
“Emangnya siapa cowok lo?”
“Lo pasti kenal kan Izan Andeyra Decentra, dia cowok gue.”
“Oh…. Lo Mia toh!” ucap Tantri. “Ada perlu apa lo sama gue?” tanya Tantri.
“Yang mau gue tanyain sama lo, ngapain lo WA cowok gue pake kata sayang segala dan bawa-bawa nama Verrint segala?”
“Maksud lo apa sih?”
“Gak usah belaga bego deh lo, orang udah bego juga!” ucap Mia. “Udah deh meningan lo ngaku aja, apa maksud lo?” sambung Mia. “Apa perlu gue yang jelasin?”
“Jadi lo mau tau? Gue sih gak keberatan ngasih tau lo, soalnya sih gue Cuma disuruh.”
“Di suruh? Siapa yang nyuruh lo?”
“Yah siapa lagi, cewek yang udah dari kelas satu dulu naksir sama Izan.”
“Siapa?”
“Ya… Verrint lah, siapa lagi.”
“Jadi selama ini Irrint suka sama Izan, dan yang WA itu juga Irrint yang suruh?”
“Ya iyalah, lagian apa pentingnya gue WA cowok lo.” Jawab Tantri mencoba menghasut. “Udah ah, gue sibuk.” kemudian pergi meninggalkan Mia.
Mia yang mendengar cerita itu sontak kaget setengeh mati. Ternyata Verrint yang di pikirnya cewek yang dewasa ternyata adalah nenek sihir yang licik. Mia pun geram mendengar semua itu, kepercayaan Mia pada Verrint pun seketika berubah menjadi rasa benci yang sangat dalam.
Tak lama kemudian ada seseorang yang menghampiri Mia. “Hei Mi, udah lama?” tanya orang itu dengan ramah.
Mia memandang orang itu dengan tatapan yang tajam. Seolah Mia ingin menerkam orang itu saat itu juga.
“Mi?” panggil orang itu lagi sambil melambaikan tangannya di depan wajah Mia. “Hei, lo kenapa sih?” tanya orang itu.
“Gue gak nyangka, ternyata mulut lo yang manis itu Cuma kedok buat nutupin kebusukan lo.” Ucap Mia tiba-tiba.
Verrint sontak kaget dengan ucapan Mia barusan. “Elo ngomong apa sih?” tanya Verrint tidak mengerti.
“Gue udah tau semuanya Rint, jadi lo gak usah acting lagi deh!”
“Maksud lo apa sih, gue bener-bener gak ngerti?”
Mia menghela nafas dan kemudian tersenyum sinis pada Verrint. “Ternyata gue salah percaya sama lo. Lo bilang yang WA Izan bukan lo, tapi apa? Tadi gue baru aja ketemu sama orang yang namanya Tantri. Dan lo tau dia bilang apa?”
Verrint menggelengkan kepalanya.
“Dia bilang kalo dia WA Izan itu di suruh sama seseorang yang sejak dulu udah naksir berat sama cowok gue. Dan lo tau siapa yang nyuruh Tantri lakuin itu?”
Verrint kembali menggelengkan kepalanya.
Mia kembali tersenyum sinis pada Verrint. “GAK USAH PURA-PURA GAK TAU DEH LO. JELAS-JELAS TANTRI BILANG KALO DIA DISURUH SAMA LO BUAT WA IZAN.” Ucap Mia berapi-api meluapkan kekesalannya.
“Gue?” ucap Verrint bingung. “Gue gak pernah ngelakuin itu.”
“AH… UDAHLAH, GUE BENCI SAMA LO. LO TUH ULAR KEPALA DUA TAU GAK.” Ucap Mia dan kemudian pergi meninggalkan Verrint.
“MI… TAPI MI… DENGERIN GUE DULU….!” Teriak Verrint berusaha mengejar Mia. Tapi apa mau dikata, Verrint tidak sanggup mengejar Mia yang berlari sangat kencang karena kesal. “Ya Tuhan…apa lagi sih ini? Baru aja masalah aku selesai, sekarang udah muncul lagi masalah baru.”
***
Verrint menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidurnya. Pesaraan gundah gulana menghampiri hati dan kepalanya. Perasaan lega yang sempat singgah kini melebur di hatinya. Verrint tidak tahu apa yang harus dilakukannya kali ini. Baru saja Verrint menjalin pertemanan dengan Mia, tapi dengan sekejap pertemanan itu hancur entah apa panyebabnya.
Verrint bingung memikirkan Tantri yang selalu mengacaukan segalanya. Dari mulai WA sampai dengan pertemanan yang hancur. Verrint merasa tidak memiliki masalah dengan Tantri, tapi dia selalu saja melakukan hal diluar dugaan Verrint.
Verrint mulai memutar otaknya, dia berpikir untuk menyelesaikan masalahnya dengan teman barunya itu. Tapi ternyata otak Verrint tidak bisa dipakai saat ini, otaknya buntu, bingung apa yang harus dilakukannya. Kemudian tangan Verrint menggapai tasnya dan merogoh tas itu untuk mengambil ponsel yang berada dalam tasnya itu. Verrint menyerah dan dia mulai menekan timbol yang ada di ponsel itu bermaksud menelpon Dewo, sang penasehatnya.
“Tuuut…. Tuuut…. Halo…?” sapa orang dari sebrang.
“Wo… aku bingung.” Jawab Verrint langsung menyambar.
“Bingung kenapa Rint?” Tanya Dewo sabar.
“Mia marah lagi sama aku?”
“Kenapa lagi kalian?” Tanya Dewo.
“Dia pikir aku suka sama Izan.”
“Emang bener kan?”
“Iya, tapi itu dulu.”
“Kamu yakin?”
“Akh… kamu bukannya bantu malah banyak nanya.”
“Iya sorry, sorry… jadi masalahnya apa?”
“Mia salah paham sama aku, mungkin dia pikir aku deketin dia supaya aku bisa ngerebut Izan dari samping dia. Padahal itu gak bener.”
“Emangnya siapa yang kasih tau Mia soal kamu sama Izan?”
“Siapa lagi Wo.”
“Tantri?” Tanya Dewo meyakinkan. “Tuh cewek emang gak ada kapoknya yah. Kayaknya perlu dilibas juga tuh cewek.”
“Jangan Wo, biarin ajalah dia kayak gitu. Dia kayak gitu pasti punya alesan.” Jawab Verrint. “Sekarang masalahnya, gimana caranya aku sama Mia bisa baikan lagi?”
“Niat banget sih kamu baikan sama nenek sihir itu?”
“Kamu tuh apaan sih. Mia tuh sebenernya baik, Cuma emang agak cerewet aja.”
“Iya nenek sihir cerewet.”
“Udah ah, sekarang gimana caranya Dewo?”
“Emm… gimana yah?” Dewo berpikir sejenak. “Ya… kamu jelasin aja sama Mia, kalo kamu gak suka sama Izan.”
“Iya tapi gimana caranya, dia ketemu aku aja kayaknya gak mau?”
“Kamu samperin aja ke sekolahnya.”
“Samperin ke sekolahnya? Entar ketemu Izan dong?”
“Ya terserah sih kalo gak mau, seenggaknya dia gak bisa ngindar kalo udah kepergok kayak gitu. Ya gak?”
“Iya sih, ya udah deh besok aku coba.”
“Mau aku anterin gak?”
“Gak usah deh, aku sendiri aja.”
“Ya udah, tapi ati-ati yah.”
***