Tamparan, pukulan, serta hinaan sudah seperti makanan sehari-hari untuk Anita, namun tak sedikitpun ia mengeluh atas perlakuan sang suami.
Dituduh menggugurkan anak sendiri, membuat Arsenio gelap mata terhadap istrinya. Perlahan dia berubah sikap, siksaan demi siksaan Arsen lakukan demi membalas rasa sakit di hatinya.
Anita menerima dengan lapang dada, menganggap penyiksaan itu adalah sebuah bentuk cinta sang suami kepadanya.
Hingga akhirnya Anita mengetahui pengkhianatan Arsenio yang membuatnya memilih diam dan tak lagi mempedulikan sang suami.
Follow Instragramm : @iraurah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepercayaan Arsen
Sepulang kerja Arsen memarkir mobilnya di depan rumah. Kemarin ia pulang menjelang larut malam, tapi hari ini, ia memutuskan untuk pulang lebih cepat. Entah karena pekerjaan yang rampung lebih awal atau karena suasana hati Arsen yang berubah-ubah karena banyak pikiran.
Mobil milik Anita sudah terparkir rapi di garasi. Artinya Anita sudah pulang lebih dulu, tidak aneh karena memang itulah yang seharusnya Anita lakukan.
Pintu rumah terbuka dengan suara handel pintu yang khas. Arsen melangkah masuk dan langsung disambut oleh keheningan.Tidak seperti biasanya yang mana Anita selalu menyambut bahkan ketika wanita itu baru mendengar deru mobilnya. Tidak ada aroma masakan dari dapur, tidak terdengar suara televisi atau musik lembut seperti biasanya. Namun rumah itu tampak rapi dan bersih. Sepatu Anita terletak di rak seperti biasa, jaketnya juga tergantung rapi di gantungan.
"Dimana dia" gumamnya pada sendiri.
Karena tak mau menebak-nebak Arsen pun melangkah menuju kamarnya di lantai atas, begitu ia masuk Arsen langsung mendengar suara gemercik air dari dalam kamar mandi, Anita pasti sedang membersihkan diri.
Tanpa mengetuk pintu dan meminta izin, Arsen langsung menerobos masuk ke dalam sana, membuat Anita yang sedang berendam terlonjak kaget.
Brakk!
"Anita!" serunya keras.
"Astaga! Papih??" teriaknya spontan, wajahnya merah padam karena terkejut sekaligus panik.
Namun Arsen tidak menggubris keterkejutan Anita. Ia memandang Anita dengan tatapan marah, sorot matanya tajam, napasnya memburu.
"Sudah berapa lama kau disini, huh?! Bersantai-santai di bathtub, sementara suamimu pulang kerja dan tidak disambut sama sekali?!"
Anita tergagap, mencoba mencari kata-kata untuk menjawab. “Aku… aku pikir Papih pulang larut seperti kemarin jadi aku--”
“Kau mengharapkan suamimu pulang larut?! Kau sudah bosan melihat wajah suamimu ini, huh?!!" potong Arsen dengan suara tinggi. "Kau berpikir untuk membuatku marah, Anita! Kenapa? Karena aku tidak mengucapkan selamat ulang tahun kepada kemarin, iya!?!”
"Tidak pih, sama sekali tidak. Bukan seperti itu..."
"Halahhh... Kau memang sulit untuk mengakui sesuatu! Cepat turun!!"
"Aku belum selesai pih, sebentar lagi tidak akan lama, aku janji"
"Lagi-lagi kau membangkang ya!"
Arsen mendekat lalu dengan cepat langsung menarik pergelangan tangan Anita dan menariknya keluar dari bak mandi.
Anita yang tidak siap pun terpeleset saat kakinya menyentuh lantai keramik yang basah, namun Arsen tetap menyeretnya keluar dengan Anita yang masih dalam keadaan tak tertutup sehelai benang pun.
"Auhh!! Papih tunggu... Ini sakit" mengaduh lututnya yang mencium ubin.
"Dasar cengeng, cepat berdiri!!"
Anita dengan sekuat tenaga berjalan dengan kaki yang terseok-seok, menyeimbangkan langkah sang suami yang terus membawanya keluar dari kamar mandi.
Arsen membawa Anita menuju ranjang, dan mendorong tubuh wanitanya kesana, sampai Anita terlempar dengan kondisi tubuhnya yang masih basah.
Arsen lantas menindih Anita, tangannya mencekik leher sang istri membuat si empu merasa sesak dan kehabisan nafas, dia berusaha melepas tangan Arsen sebelum oksigen di tubuhnya benar-benar tak tersisa.
"P-pih....le-pas...."
"DIAM!!!"
Arsen melepas ikat pinggang miliknya dengan satu tangan kemudian mengikat kedua lengan Anita dengan benda tersebut. Sejenak Anita bisa bernafas dengan normal, tapi entah apa yang akan Arsen lakukan setelah ini, kedua kaki Anita pun ditindih membuatnya sulit untuk melepas diri.
"Papih.... Mau apa?? Tolong jangan seperti ini, tanganku sakit pih"
"KAU TULI?? AKU BILANG DIAM!"
"Tapi papih ini---"
"Hmmphhh!!!"
Arsen langsung membungkam mulut Anita dengan ciuman yang ganas, tanpa ada kelembutan sama sekali, gigitan yang kencang membuat bibir bawah Anita sobek dan sedikit berdarah, namun Arsen tetap meneruskan ciuman seolah-olah peraduan bibir tersebut semakin terasa nikmat.
Sudut mata Anita tampak basah, dia menahan sakit diantara sentuhan yang dia dambakan, meskipun cara yang dia inginkan sangatlah berkebalikan.
"Hmmphhh....!"
"Hmmphhh...!"
Pertautan itu menciptakan suara yang sangat er0tis, tubuh Arsen mendadak panas, dia membuka kancing kemejanya satu-persatu, hingga kini bagian atasnya tak tertutup sama sekali.
Lidah Arsen berpindah ke bagian yang lain, dia menjilat tulang selangka dan memberikan tanda kissmark di leher Anita, Anita melenguh ketika organ tak bertulang itu menjelajahi setiap sudut tubuhnya sesuka hati.
"Eughh.... Papih...Disana...."
"Syutttt! Siapa yang mengizinkanmu berbicara?!"
Anita kembali membungkam mulutnya, dia mengigit bibir bawah menahan setiap desiran yang membuat tulang punggungnya menggelinjang.
Bibir Arsen mendarat pada dua gunung yang sudah mau meletus, mulutnya mengobrak-abrik kedua puncak secara bergantian, mengigit dan memainkan lidahnya disana, memberi cubitan kecil yang membuat pemiliknya mengaduh.
"Sshhhh...." Anita hanya mampu berdesis tatkala dia merasakan sedikit nyeri ketika Arsen menggunakan giginya pada bagian merah muda itu.
Arsen mengangkat wajahnya sebentar, melihat ekspresi Anita yang kacau sembari menikmati permainannya.
Dia menampar kedua pipi Anita sampai memerah, membuat wajah Anita menoleh ke kanan dan ke kiri secara terus-menerus.
"Kau tampak seperti p3lacur, Anita! Kau mirip sekali dengan mereka!"
Anita tak mampu membalas hinaan Arsen, sebab pikirannya sudah tak berfungsi dan dia ingin segera menyelesaikan pergulatan yang sudah membuat setengah tubuhnya terasa remuk.
"Kau bahagia saat ada pria yang menyentuhmu seperti ini??"
"Tentu saja kau senang, bodohnya aku bertanya demikian"
"Wajahmu tak bisa berbohong"
Arsen tersenyum sebal melihat perempuan yang kini berada di bawah kukungannya, dia selalu ingin melihat wanita cantik ini menangis, dengan begitu, api yang membara dijiwanya sedikit redam oleh air mata yang keluar menyirami kobaran tersebut.
"Lihat wajahmu! Kau seperti tidak tahan untuk menelan sp3rma ku... Hahaha!!"
Selanjutnya Arsen membuka kain terakhir yang menempel di tubuhnya hingga membuat keduanya tak tertutup apapun.
Dalam sekali gerakan, milik Arsen sudah menembus ujung terdalam Anita hingga membuat sang lawan menjerit kesakitan.
"Ahhhhhhh!!"
Arsen menggerakkan pinggulnya tanpa ampun, seperti seseorang yang tak diberi waktu lama untuk melakukan ini, dia memacu dengan cepat tak peduli sekeras apapun jeritan wanitanya.
"Papih......! Ini sakit pih....!"
Namun meski Arsen diliputi rasa benci dan amarah yang meradang, tak bisa dipungkiri dia tetap menyukai penyatuannya dengan Anita, masih sama seperti pertama kali, tak ada yang berbeda, hanya cara bermainnya yang kian tak berakal.
Arsen terlalu diliputi rasa dendam dimasa lalu, yang membuat dia menutup mata dan telinga, mengabaikan rintihan wanita yang dia cintai, membuang segala rasa kasihan dan membesarkan ego yang menggerogoti sifatnya yang dulu.
Entah harus penyiksaan seperti apa lagi yang membuatnya puas melihat Anita menderita, segalanya telah ia coba, tapi wanita ini masih bertahan, sehingga membuat Arsen berpikir kalau sang istri tak akan pernah meninggalkannya.
Tanpa atau dengan cintanya, Anita pasti akan selalu menerima semua perbuatan Arsen, walaupun harus bersanding dengan luka sekalipun.
Keduanya mendapat puncak bersama setelah Arsen berhasil menumpahkan cairannya ke dalam kantung telur yang tak kunjung berbuah.
Nafas mereka terengah-engah, dengan keringat yang saling bercampur menjadi satu, Anita berusaha tersenyum sambil mengucapkan kata keramat yang membuat kepala Arsen makin membesar.
"Aku mencintaimu, Pih. Selalu mencintaimu"
tinggal Takdir yg menentukan..
dan bagaimana respon dr yg menjalani setiap takdir nya tsb 👍
jagain dari jauh, doain yang terbaik buat Anita...
maaf y thor gak salah judul y
🤭