Tak kunjung memiliki keturunan, Amira terpaksa harus merelakan Suaminya menikah lagi dengan perempuan pilihan Ibu Mertuanya.
Pernikahan Amira dan Dirga yang pada awalnya berjalan harmonis dan bahagia, hancur setelah kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga mereka.
"Meski pun aku ingin mempertahankan rumah tangga kita, tapi tidak ada perempuan di Dunia ini yang rela berbagi Suami, karena pada kenyàtaan nya Surga yang aku miliki telah terenggut oleh perempuan lain"
Mohon dukungannya untuk karya receh saya, terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini Antika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 ( Surga Yang Terenggut )
Rendra diam-diam terus mencuri pandang terhadap Amira. Dia sebenarnya merasa sedih karena Amira tidak ceria seperti dulu.
Apa yang harus aku lakukan supaya bisa mengembalikan senyuman pada wajahmu Amira?
Seandainya dulu aku memiliki keberanian untuk mengutarakan perasaanku. Mungkin semuanya tidak akan menjadi seperti ini, karena aku pasti akan selalu berusaha membahagiakan mu, ucap Rendra dalam hati.
Rendra tersadar dari lamunannya pada saat mendengar bisikan Bagas.
"Nak, Papi mengerti bagaimana perasaan kamu, tapi sekarang Amira sudah memiliki Suami, jadi kamu harus berusaha ikhlas melepaskannya."
"Jadi Papi tau tentang perasaan yang Rendra miliki untuk Amira?" bisik Rendra supaya tidak terdengar oleh Arini dan Amira.
Bagas menghela napas secara kasar. Dia merasa kasihan karena cinta Rendra bertepuk sebelah tangan, apalagi Rendra sudah tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pujaan hatinya.
"Tentu saja Mami dan Papi tau, tapi sekarang kami sudah tidak bisa membantu kamu. Nak, cinta tidak harus saling memiliki," ucap Bagas.
"Papi benar. Meski pun Rendra tidak bisa memiliki Amira, tapi Rendra akan selalu berusaha melindungi serta membahagiakannya."
......................
Di tempat lain, Dirga dan Regina baru saja tiba di salah satu Hotel yang berada di Bali.
Meski pun Regina merasa kecewa karena Dirga tidak bersedia mengajaknya berbulan madu ke Paris, tapi Regina bahagia karena bisa berduaan dengan Suami tercintanya.
"Mas, aku ke kamar mandi dulu ya, badanku udah lengket banget," ucap Regina dengan membuka cardigan yang ia kenakan.
Dirga hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, padahal Istri keduanya tersebut berharap Dirga ikut mandi bareng.
"Apa Mas mau kita mandi bareng?" tanya Regina dengan tersenyum malu.
"Kamu duluan saja. Aku masih capek," jawab Dirga dengan merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Regina merasa kecewa dengan penolakan Dirga, apalagi sepanjang perjalanan, Suaminya tersebut terus saja melamun.
Mas Dirga pasti sedang memikirkan perempuan mandul itu. Apa hebatnya sih si Amira? Padahal dari segi apa pun aku lebih segala-galanya dibandingkan Istri pertama Mas Dirga. Lihat saja nanti, aku pasti akan membuat Mas Dirga bertekuk lutut di hadapanku, ucap Regina dalam hati dengan tersenyum licik.
......................
Semuanya saat ini tengah makan siang dengan lahap, kecuali Amira yang tidak memiliki selera makan, apalagi dia terus memikirkan Dirga.
"Amira, kamu harus makan yang banyak biar sehat," ucap Rendra dengan menambahkan lauk pada piring Amira.
"Aku udah kenyang Rendra," ucap Amira.
Rendra menghela napas panjang mendengar perkataan Amira. Dia tau jika Amira pasti sedang memikirkan Dirga yang tengah pergi berbulan madu dengan Istri keduanya.
"Aku tau kalau kamu pasti sedang memikirkan Dirga yang tengah pergi berbulan madu dengan Istri keduanya, tapi tidak seharusnya kamu menyiksa diri seperti ini. Meski pun kamu sedih, tapi menangis juga perlu energi," ujar Rendra.
Amira hanya diam mendengar perkataan Sahabat karibnya tersebut. Selama beberapa hari ini dia memang tidak memiliki selera makan, apalagi Amira masih belum rela menerima kenyataan jika Suaminya telah menikah lagi.
"Kamu benar. Tidak seharusnya aku menyiksa diri sendiri," ucap Amira dengan tersenyum, kemudian dia memaksakan diri memasukan makanan ke dalam mulutnya.
Setelah acara makan siang selesai, Arini memberikan usul supaya Amira bekerja di perusahaan milik keluarga Bagas.
"Amira sayang, bagaimana kalau Amira bekerja di perusahaan Papi Bagas? Kebetulan Rendra sedang membutuhkan Asisten."
Amira terlihat berpikir mendengar perkataan Arini. Meski pun dia ingin sekali mencari kesibukan, tapi Dirga pasti tidak akan mengijinkan Amira bekerja.
"Amira sebenarnya ingin sekali bekerja, tapi Mas Dirga pasti tidak akan memberikan ijin."
"Kalau kamu beneran ingin bekerja, nanti aku yang akan berbicara dengan Dirga," ujar Rendra.
"Tidak perlu Rendra, Aku_" ucapan Amira terhenti ketika Pak Adnan ikut angkat suara.
"Kalau Amira tidak mengijinkan Rendra berbicara dengan Dirga, biar Ayah saja yang berbicara."
"Tidak perlu Yah, nanti biar Rendra saja yang bicara sama Mas Dirga," ucap Amira yang merasa takut jika Pak Adnan akan terbawa emosi saat bertemu dengan Suaminya tersebut.
......................
Siang kini telah berganti malam, tapi Dirga terus mengacuhkan Regina, bahkan saat ini dia masih betah berdiri di balkon kamarnya dengan menatap bintang di langit serta merasakan hembusan angin yang menerpa tubuhnya.
"Kenapa Mas Dirga terus melamun? Apa yang sebenarnya membuat Mas merasa gelisah?" tanya Regina dengan memeluk tubuh Dirga dari belakang.
"Tidak ada," jawab Dirga yang terpaksa berbohong.
Dirga tidak mungkin mengatakan kepada Regina jika saat ini dia tengah memikirkan Amira, apalagi dia takut melukai hati Istri keduanya tersebut.
"Lalu kenapa Mas Dirga melamun terus? Apa aku boleh tau apa yang sedang Mas pikirkan? Siapa tau dengan berbagi cerita, perasaan Mas Dirga akan merasa lebih tenang," ujar Regina dengan mengeratkan pelukannya.
"Kamu tidak perlu tau, biar ini menjadi rahasiaku," ucap Dirga.
Regina menggerayangi tubuh Dirga, bahkan dia sengaja memegang titik-titik sensitif pada tubuh Dirga untuk membangkitkan hasrat Suaminya tersebut.
"Regina_" perkataan Dirga terhenti ketika Istri keduanya memegang sesuatu yang sudah terbangun di bawah sana.
"Kenapa Mas? Aku tidak akan dosa jika memegang semua yang ada pada tubuh Mas Dirga kan? Apa boleh kita mengulang malam yang indah itu?" ucap Regina dengan suara manja.
Dirga menarik napas panjang, lalu menghembuskannya lewat mulut. Jiwa laki-lakinya tidak bisa berbohong, apalagi dia adalah pria normal.
"Mas Dirga, aku sangat mencintai mu," ucap Regina dengan menciumi tubuh Dirga.
Dirga dan Regina akhirnya kembali memadu kasih, meski pun lagi-lagi Dirga membayangkan jika perempuan yang saat ini berada di bawah tubuhnya adalah Amira.
Lain hal nya dengan Regina yang sedang bahagia karena bisa kembali merasakan hangatnya tubuh Dirga, di tempat lain Amira masih enggan beranjak dari atas sajadahnya, karena dengan berdzikir, dia akan mendapatkan kedamaian serta ketenangan hati.
Amira sadar betul jika yang terjadi pada hidupnya sudah menjadi kehendak yang Maha kuasa. Sebagai manusia biasa, dia hanya bisa berserah diri serta berusaha menerima ketentuan takdir.
"Ya Allah, aku percaya jika apa yang saat ini menimpaku adalah bagian dari skenario-Mu. Entah cepat atau lambat aku percaya akan segera menemukan Hikmahnya."
"Ya Allah, aku mohon supaya Engkau selalu menjaga Suamiku dari perbuatan yang tidak baik. Bimbinglah dia agar tetap adil menjalankan kewajibannya sebagai seorang Suami. Jika semua ini memang ketentuan yang terbaik untukku, aku terima Ya Allah."
Air mata Amira sudah jatuh berulang kali mengucap setiap kata yang terasa berat dia ucapkan. Matanya sudah bengkak meratapi takdir hidup yang sulit sekali untuk dia jalani.
Hanya sebuah keyakinan yang bisa Amira pegang. Jika Tuhan tidak pernah tidur serta selalu mendengar semua do'a-doanya.
*
*
Bersambung