NovelToon NovelToon
Gairah Sang Papa Angkat

Gairah Sang Papa Angkat

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Cinta Terlarang / Cerai / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Romansa
Popularitas:7.4k
Nilai: 5
Nama Author: Ni Luh putu Sri rahayu

menjadi sukses dan kaya raya tidak menjamin kebahagiaanmu dan membuat orang yang kau cintai akan tetap di sampingmu. itulah yang di alami oleh Aldebaran, menjadi seorang CEO sukses dan kaya tidak mampu membuat istrinya tetap bersamanya, namu sebaliknya istrinya memilih berselingkuh dengan sahabat dan rekan bisnisnya. yang membuat kehidupan Aldebaran terpuruk dalam kesedihan dan kekecewaan yang mendalam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni Luh putu Sri rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Aldebaran melihat mata Lilia yang berkaca-kaca, bibirnya yang sedikit terbuka, dan wajahnya yang di penuhi warna merah menggoda.

Aldebaran tahu... Ia sudah kalah.

Aldebaran tahu, ia telah melampaui batasnya sebagai seorang ayah, namun hasratnya jauh lebih kuat dari pada logikanya, semakin ia menyentuh tubuh mungil yang gemetar di bawahnya ini, semakin ia menginginkannya.

Hingga dengan berani, Aldebaran menarik dagu Lilia lebih dekat ke wajahnya, yang membuat gadis itu tak memiliki pilihan untuk menatap mata coklat Aldebaran yang menggelap, warnanya yang kini hampir hitam oleh hasrat yang menguasainya. Pupilnya membesar menelan bayangan Lilia yang gemetar di dalamnya. Perlahan Aldebaran menunduk, dengan lembut ia menempelkan bibirnya dengan bibir lembut milik Lilia.

ciuman itu lembut dan perlahan, Aldebaran mencoba merasakan reaksi Lilia.

"Aku sudah melampaui batasku..."

Tapi pikiran itu lenyap ketika bibirnya akhirnya menyentuh bibir milik Lilia—lembut, hangat, dan lebih manis dari yang pernah ia bayangkan. ciuman pertama mereka hanya berupa sentuhan ringan, tapi sensasinya menyambar langsung ke tulang belakang Aldebaran.

"Nn...mmm..." Lilia mengeluarkan suara kecil yang membuat perut Aldebaran bergetar.

Dengan gerakan penuh kesadaran, ia memperdalam ciuman itu. Bibir atasnya menyentuh dengan tekanan lebih, menyelip diantara bibir Lilia yang sedikit terbuka. Rasanya seperti buah ranum yang siap di petik—dan Aldebaran ingin menggigitnya.

Tangannya yang bebas merayap kebelakang kepala Lilia, menjalin jari-jarinya di rambut basah gadis itu. Ia menarik perlahan, mendongakkan kepala gadis itu lebih jauh, memberikan akses lebih dalam.

"Hah...Nn..." Nafas Lilia menjadi pendek-pendek ketika lidah Aldebaran mulai menyentuh garis bibirnya, mengeksplorasi dengan sabar setiap lekukannya. Rasanya seperti madu di ujung lidahnya, manis dan memabukkan.

Aldebaran mendesah dalm ciuman itu, merasakan seluruh tubuh Lilia bergetar di pelukannya. Gadis kecilnya yang bisanya pemalu kini merespon dengan polos, bibir mungilnya mulai bergerak mengikuti iramanya.

"Aku tidak bisa berhenti..." Gumam Aldebaran.

Satu tangan Aldebaran turun menyusuri leher Lilia, ibu jarinya menggosok lembut jakun yang bergerak naik turun. Ia bisa merasakan denyut nadi Lilia yang kencang di bawah kulit tipisnya secepat jantungnya sendiri.

ciuman mereka menjadi lebih dalam, lebih rakus. Aldebaran menghisap bibir bawah Lilia dengan lembut di antara giginya, mendengar erangan kecil yang membuat darahnya mendidih. Tangannya yang lain menekan erat punggung Lilia, merasakan setiap lekuk tubuh kecil itu melalui handuk tipis yang mulai longgar.

"Bibirnya... sangat lembut..." gumam Aldebaran dalam hati, sambil terus menikmati setiap sentuhannya bibir mungil dan lembut milik Lilia.

Meski ia tahu jika ini salah, bahkan jika besok ia harus menyesal, pada detik ini, yang ia tahu hanyalah Lilia terasa sempurna di pelukannya bibirnya seperti dibuat khusus untuknya.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Aldebaran membiarkan dirinya tenggelam dalam kenikmatan tanpa penyesalan.

Aldebaran tak peduli lagi.

Logika, moral, peran sebagai ayah—semuanya hancur berkeping-keping di bawah gelombang hasrat yang menyengat. Tubuh mungil Lilia terlalu hangat, terlalu lembut, terlalu sempurna di tangannya. Dan ia ingin merasakan semuanya.

ciuman mereka berubah dari lembut menjadi rakus. Aldebaran mengigit kembali bibir bawah Lilia dengan geram, mendengar rintihan kecil yang keluar dari tenggorokan gadis itu. Tangannya meremas semakin erat pinggang Lilia, menarik tubuh mungil itu hingga benar-benar menempel di tubuh Aldebaran yang kokoh dan keras. Aldebaran bisa merasakan lekuk payudara Lilia yang lembut menekan dadanya yang bidang, handuk tipis di antara mereka nyaris tak berarti.

"Aahh... Pa-papa—!" lilia terengah, tapi tangan mungil dan rampingnya malah mencengkram bahu pria yang selama ini ia panggil 'Papa' itu, kuku-kukunya menancap ringan di kulit Aldebaran.

Itu saja sudah cukup membuat Aldebaran keras kepala untuk melepaskan ciuman mereka.

Lidahnya menyusup ke dalam mulut Lilia, menjelajahi penuh kepemilikan. Rasanya manis, hangat, dan begitu menggoda. Ia menghisap lidah lilia yang malu-malu, memaksanya mengikuti iramanya lebih dalam. Air liur mereka bercampur, dan Aldebaran mendesah kasar di sela ciuman mereka.

Tangannya merayap ke bawah, menyentuh paha Lilia yang gemetar. Kulitnya halus seperti sutra dan terasa panas di bawah jari-jarinya. Dengan gerakan tak sabar, Aldebaran mencengkram, jari-jarinya menekan dalam ke daging yang lembut, meninggalkan jejak merah yang akan pudar nanti.

"Pa-papa... Jangan... Lilia..." Lilia mengerang, namun Aldebaran menelan suara kecil gadis itu dengan ciuman yang lebih dalam.

Handuk yang membalut tubuh mungil Lilia yang menjadi benteng terakhir dirinya perlahan mulai melorot.

Aldebaran mematahkan ciuman mereka, matanya yang gelap menatap hunggar ke bawah—ke tubuh Lilia yang perlahan terbuka. Puncak payudara yang merah muda sudah terlihat, naik turun dengan cepat oleh nafas yang tersengal.

"Sial! Lilia... Kau gadis kecil... Berani sekali kau membuatku seperti ini..." Geramnya, suara Aldebaran serak penuh nafsu.

Aldebaran menunduk, menempelkan mulutnya di leher Lilia, lalu menghisap kulit lembut di sana dengan keras, Aldebaran ingin meninggalkan tanda, ingin Lilia ingat siapa yang membuatnya seperti ini.

"Nngh—! Pa-papa, itu—ah! Jangan!"

Tangan Aldebaran akhirnya meraih payudara Lilia, merasakan beban penuh dan lembut di telapak tangannya. Pucuk bunga yang merah muda itu mengeras di antar jarinya, kemudian Aldebaran menekannya lembut dengan ibu jarinya, perlahan Aldebaran mengeratkan ibu jarinya dengan gerakan melingkar yang lembut sebelum menjepit lembut kuncup itu di antara jarinya. Hingga membuat Lilia menjerit pelan.

Mendengar jeritan kecil Lilia membuat Aldebaran semakin meningkatkan sentuhannya pada tubuh Lilia. Saat handuk tipis yang membalut tubuh mungil itu melorot dan mengungkap tubuh mungil, ramping nan lembut itu, Aldebaran tidak bisa menahan hasratnya untuk merasakan kelembutan tubuh mungil itu.

Perlahan, dengan gerakan yang sengaja di buat lambat Aldebaran menunduk bibirnya dengan lembut mencium payudara Lilia yang kini terbuka sepenuhnya. Namun, belum sempat Aldebaran menanamkan sentuhannya di tubuh Lilia, ia merasakan sebuah tamparan keras di pipinya.

"?!"

Untuk beberapa saat Aldebaran terdiam merasakan panas di pipinya karena tamparan Lilia, saat itu wajahnya masih berpaling namun dengan jelas Lilia melihat mata Aldebaran terbuka lebar penuh keterkejutan dan sadar dengan tindakannya, gadis itu memandang Aldebaran dengan mata penuh kebencian dan kekecewaan, karena pria yang selama ini yang ia anggap ayah dan satu-satunya keluarga dengan teganya melecehkannya.

Kepalan. Tangan Lilia menggigil di udara, bekas tamparannya masih terasa panas di pipi Aldebaran. Tangga yang sebelumnya di penuhi desah dan gemerisik suara kain, kini disesaki oleh kesunyian yang memekakkan—hanya di isi oleh detak jantungnya mereka yang berdebar kacau.

Lilia tidak bisa bicara. Tenggorokannya terasa seperti dicengkeram oleh duri-duri kehancuran. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya yang memerah, tetapi suara tercekik di tenggorokannya hanya menghasilkan desisan pendek, seperti anak panah yang patah di udara.

"Kenapa...?"

Itu satu-satunya kata yang bisa terlintas dalam benaknya, berulang-ulang, seperti mantra yang mengutuk. Aldebaran yang ia panggil 'Papa', pria yang selama ini menjadi pelindungnya—baru saja mengkhianati kepercayaan paling suci yang ia miliki.

Matanya, yang biasanya bersinar dengan dengan kehangatan dan kepolosan, sekarang gelap, penuh kebencian yang mendidih. Namun di balik kemarahan itu, ada sesuatu yang lebih dalam: keputusan. Seperti seorang anak yang menyaksikan rumahnya terbakar, dan ia tak bisa berbuat apa-apa selain menatap.

"Lilia..." Ucap Aldebaran pelan nyaris berbisik.

Aldebaran merasakan tamparan itu lebih dari sekedar sakit fisik. Pipinya terbakar, tapi ada yang lebih menyiksanya dari tamparan itu adalah pandangan Lilia. Ia tahu apa yang baru saja ia lakukan. Ia tahu betapa dalam pengkhianatannya. Tapi nafsu buta tadi telah mengubur akal sehatnya, dan sekarang—

Dia menyesal?

Atau justru masih ingin melanjutkannya?

Perut Aldebaran mual. Jiwanya terbelah. Di satu sisi, keinginan binatangnya masih menggerogoti, mengingat kehangatan tubuh mungil Lilia, kelembutan payudara yang masih terasa di ujung jarinya. Tapi si sisi lain—

"Aku... Monster..." Gumam Aldebaran, penuh penyesalan, namu ia tahu segalanya sudah terlambat.

Lilia mundur selangkah,tangannya meraih handuk yang terlepas mencoba menutupi tubuhnya yang terguncang. Bibirnya bergetar, tapi tidak ada kata yang keluar. Hanya isak yang tertahan, seperti anak kecil yang baru saja dipukul oleh dunia.

Aldebaran ingin memohon. Ingin berlutut dan meminta maaf. Tapi apa arti maaf sekarang? Apa bisa menghapus noda yang sudah terlanjur mengotori jiwa Lilia?

Dan Lilia tidak memberinya kesempatan untuk berbicara.

Dengan gerakan cepat, gadis itu berbalik dan lari, meninggalkan Aldebaran sendirian di tangga itu—dengan rasa bersalah yang mulai menggerogotinya, dan nafsu yang masih belum sepenuhnya padam.

"Lilia!" Panggil Aldebaran ia berusaha menghentikan Lilia, namun ia sendiri tidak tahu haru bagaimana.

Bersambung......

1
Bunda
nyimak kak 🙏🏻
DonnJuan
keren kak
Elizabethlizy
kalo berkenan mampir juga yaa kelapak ku makasih
Erlin
mampirr balikk kaaa, semangattt
Erlin
semangat kaa, ceritamu kerenn, dan jangan lupa mampir yaaa
Azthar_ noor
aldebaran .... oh aldebaran ... andin mengkhianatimu jadian lagi sama lilia... heheh semangat thorrr
Serenarara
Lagian sekelas CEO masa kasih yang diskon? /Chuckle/
ARIES ♈: kata papa "Lilia, kita harus berhemat, tanggal tua! kalo gak mau jatah skincare-nya papa potong." 🤭🤭
total 1 replies
Author Sylvia
jangan buat Aldebaran jadi cowok plin plan dan playboy ya Thor.
sukses buat novelnya, jangan lupa support baliknya di novel baru aku ya 🙏☺️
ARIES ♈: terimakasih dukungannya kak, di usahain... biar gak play boy..🫠🫠
total 1 replies
Serenarara
Dasar nggak peka, huh. /Smug/
Serenarara
Wayolo...dia pedo thor?
Serenarara
/Sweat/ Pak, please lah...waras dikit kek
Serenarara
Hajar bang hajar!
Little Fox🦊_wdyrskwt
keren... ceritanya bagus/Determined/
Little Fox🦊_wdyrskwt
semanngat mampir juga say
Anyelir
Aldebaran uy, wkwkwk
Cappie
Jan lupa mampir ya
Dewi Ular🐍💆🏻‍♀️
Next Thor👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!