Di atas bukit di tengah hutan, lebih kurang lima kilo meter jarak nya dari kampung.Terdengar sayup-sayup untaian suara yang berbunyi melantun kan seperti mantra jika di lihat dari dekat, ternyata dua orang pemuda berumur tujuh belas tahun paling tinggi, dihadapan orang itu tergeletak sebuah foto dan lengkap dengan nasi kuning serta lilin dan kemenyan.
Sesekali mengepul asap kemenyan yang dia bakar dari korek api, untuk mengasapi sebuah benda yang dia genggam di tangan kanan.
Jika di perhatikan dari dekat sebuah benda dari jeruk purut yang telah di keringkan, di lubang dua buah untuk memasukan benang tujuh warna.
Menurut perkataan cerita para orang-orang tua terdahulu, ini yang di namakan Gasing Jeruk Purut, keganasan nya hampir sama dengan gasing tengkorak tapi gasing jeruk purut hanya satu kegunaan nya saja, tidak sama dengan gasing tengkorak,
Gasing tengkorak bisa di gunakan menurut kehendak pemakai nya dan memiliki berbagai mantra pesuruh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MAHLEILI YUYI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Lubuk Jonggi
Dan dengan menahan rasa takut yang sangat luar biasa, Erim dan pacar nya malam itu hanya bisa memejamkan mata dengan terus merangkak sebisanya.
Dengan sekuat keberanian dan tenaga, dia terus melewati mahluk itu. Tiba-Tiba mahluk itu menghilang, Erim lalu menarik tangan pacar nya, dan terus mengambil langkah sepuluh ribu.
Meski sudah berusaha berteriak dan meminta pertolongan sepanjang berlari, tidak ada satupun warga yang mendengar dan menolongnya, meski saat itu posisi mereka sudah berada tepat di tengah negeri, yang seharusnya orang-orang pada mendengar teriakan Erim yang cukup kencang.
Dan tidak berhenti disitu saja, belum selesai Erim merasakan nafas lega, tiba-tiba dia melihat sosok mahluk samar dengan tubuh bungkuk, tiba-tiba mahluk itu menghilang, dan lalu tiba tepat disamping Erim, dia ada lah sosok nenek-nenek dengan rambut terurai hingga ke tanah, dia terus berjalan mengelilingi Erim dan pacar nya.
Setelah sudah sampai didepan Erim, sosok nenek tersebut menjilati wajah Erim dengan jilatan layaknya anjing yang kelaparan. Dan seperti nya mulut nenek itu bertaring hitam dengan lidah bulat membusuk, Erim dan juga pacar nya terlihat sedang teriak, tapi suara nya tidak keluar. Jilatan nenek itu terasa hingga ke tulang tengkoraknya, namun pacar Erim hanya berdiri terpaku, seperti orang setengah mati.
"Erim... Kamu telah pantas menuai perbuatan mu". Ucap nenek tersebut pelan, dengan langkah pincangnya, dan mulut nya perlahan mulai mendekati arah telinga nya.
Disitu Erim mulai sadar tentang kejadian beberapa tahun yang lalu bersama Olen. Bahwa mereka pernah mencuri perhiasan seorang nenek, karena takut ketahuan oleh penduduk tentang perbuatan mereka, sehingga mereka gantungi batu pada leher nenek itu, mereka dorong ke dalam sebuah sumur tua yang terkenal dalam nya di negeri hulu, sumur ini berada tidak jauh dari daerah gedung tempat biasa nya mereka minum-minuman itu.
Perbuatan laknat dan terkutuk yang di lakukan, pasti akan menuai hasil nya, setiap perbuatan jelek dan buruk akan di balas lebih menyakitkan dari perbuatan yang di lakukan, menurut kata bijak, padi yang kita tanam masih saja tumbuh rumput, apa lagi kita menanam semak.
Sesungguh nya yang membalas perbuatan jahat itu, bukan roh atau hantu dan setan atau perbuatan orang lain, tapi yang membalas itu adalah perbuatan dosa yang kita pikul, percaya tidak percaya tentang balasan itu, pasti akan hadir juga menemui kita lambat laun, walaupun hadir dengan wujud pembalasan yang lain.
Dengan bersusah payah Erim menguatkan hatinya dengan berbicara lantang meski sebenarnya, saat itu dia sedang menahan rasa takut yang sangat luar biasa.
"Apa maumu, aku tidak takut denganmu, kamu cuma setan". Ucap Erim kencang dengan sesekali kembali mengucapkan sumpah serapah.
"Minggir... minggir... mahluk hina". Namun sayangnya, akhirnya ketakutan Erim rasanya sudah tidak lagi kuat menahannya.
Karena saat itu, di belakang sosok nenek-nenek tersebut, ada mahluk yang tinggi kurus tadi, serta sosok mahluk hitam legam seperti kayu lapuk tidak memiliki rupa yang di penuhi bulu-bulu lebat, yang berdiri berpencaran.
"Ampun... Ampun... ampuni aku...". Teriak Erim kembali dengan air matanya yang sudah tidak lagi bisa ditahan.
Karena salah satu sosok mahluk tersebut adalah sosok yang pernah Erim aniaya, dan nenek itu lalu berubah wajah nya, dia memiliki wajah yang terlihat sudah membusuk. Dan kepalanya tidak berkulit lagi, leher mahluk itu hampir kelihatan tulang nya dan di penuhi ulat hingga ke dada. Berbau yang tidak sedap.
Tiba-Tiba seperti ada yang mencekik Erim, tubuhnya terangkat dengan mendadak tiba-tiba rasa panas yang menyelimuti Erim, dan juga tiba-tiba terasa di semua bagian wajahnya terasa ada kuku yang mencengkeram wajah nya, di sertai dengan rasa terbakar, Erim memberontak kesakitan serta dengan memperhatikan semua sosok mahluk tersebut, mereka juga berdiri diam sambil memperhatikan Erim.
Namun, tiba-tiba pacar nya yang tidak lepas dari bimbingan nya, menghilang dari pandangan Erim. Semua itu benar-benar terasa mencekam dengan diiringi suara ratapan dan rintihan yang terdengar oleh Erim, terus berbunyi begitu saja makin lama kedengaran nya makin ramai.
Sehingga tempat itu telah berubah, Erim telah berada di tengah hutan di bawah pohon-pohon beringin tua dengan aura misteri gelap berhawa dingin lembab, tempat itu juga penuh oleh kuburan, sejauh mata memandang hanya kuburan dengan di penuhi batu nisan berjejeran dan ada yang telah roboh, dari dalam ribuan kubur terus mengeluarkan asap yang berbau daging terbakar.
Jutaan rintihan suara yang terdengar dari siksa, ucapan-ucapan keputusasaan terus terdengar oleh Erim.
*******
Disisi lain, para teman Erim yang berenam terus saja berlari menurut langkah kaki mereka tidak menentu arah.
Sehingga betis Osak tembus oleh runcing tunggul bambu, dengan kaki pincang dia terus lari di seret oleh Buji. Ternyata Osak dan Buji, juga terpisah dari pacar mereka. Dari tadi mereka terus berlari di sepanjang hutan tidak menentukan arah, Osak kelihatan wajah nya telah pucat, karena telah banyak keluarkan darah. Lalu mereka tersadar dan berhenti dari lari nya, karena mendengar gemuruh air.
"Ji... Kita salah jalan, ini bukan arah ke Negeri Ulu, tapi kita telah berada di tepi sungai Galodo Itam". Ucap Osak.
"Iya... Kapan kita mendaki hutan Gunung Togua" Jawab Buji bingung, karena sedikit pun mereka tidak merasa, berlari mendaki sedikit pun.
Lalu mereka berhenti, dan bersandar pada sebatang pohon, sambil memeriksa luka di kaki Osak. Darah terus mengalir dari betis nya tampa henti, kelihatan wajah Osak sangat pucat, sesekali dia merintih menahan sakit.
"Ji... Buji, ini kan lubuk Jonggi, muara sungai maniak". Ucap Osak pada Buji.
"Kamu jangan bercanda Sak". Jawab Buji.
"Lihat kebawah sungai, ini kan pusar air Lubuk Jonggi" Ucap Osak.
Lalu Buji melihat dengan tatapan meneliti, karena bantuan cahaya bulan, begitu jelas kelihatan, karena hanya satu lubuk di sungai maniak yang memiliki lubuk berpusar air, yaitu lubuk jonggi. Kira-Kira panjang lubuk Jonggi ini lebih kurang seratus lima puluh meter, dengan kedalaman lebih kurang tiga puluh meter. Lubuk ini tenang dengan aura angker dan penuh misteri, pohon-pohon tua berlumut menghiasi kiri kanan tebing lubuk Jonggi.
Menurut cerita orang-orang tua terdahulu, tepat di muara sungai Jonggi antara perselisihan dengan sungai Galodo Itam, ada goa di dasar sungai tempat diam Buaya ekor biru. Di kabarkan bahwa buaya ekor biru, adalah pencegat buaya-buaya asing yang hendak diam di sungai maniak, buaya ini pelindung dan juga penolong para mayat-mayat orang hanyut yang