Senja dan Langit harus terpisah karena orang tua Langit yang tidak menginginkan anaknya berhubungan dengan wanita miskin seperti Senja.
Langit dipindahkan ke luar negeri. Dua bulan perpisahan, Senja baru menyadari jika dia mengandung anak Langit. Orang tua Senja yang malu karena anaknya hamil di luar nikah, mengusir Senja dari rumah.
Enam tahun berpisah, Senja bertemu lagi dengan Langit yang telah memiliki istri. Bagaimana hubungan Senja dan Langit selanjutnya?
Selamat membaca, terima kasih.
Fb Reni Nofita
IG Reni_Nofita79
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Cinta Tak Bisa Dipaksakan.
Percaya saja bahwa cinta itu akan selalu menemukan jalan kepadamu oleh sebab itu tak perlu berusaha keras dan berjuang sendirian hanya untuk mendapatkan cinta yang kau inginkan.
Kau tidak akan pernah bahagia jika kau berjuang untuk mendapatkan cinta. Percuma berjuang jika dia tidak memiliki perasaan yang sama, ujung-ujungnya kau akan terluka dan kecewa. Lebih baik tak perlu berharap apalagi mengejar cukup tingkatkan kualitas diri agar kelak pantas mendapatkan cinta yang layak.
Pagi ini Lagit sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. Laki-laki itu sudah lebih baik dari kemarin malam, dia sudah memutuskan untuk menarik perhatian Senja. Lagipula selama ini dia yang salah, jadi Langitlah yang harus memperbaiki hubungannya dengan Senja.
"Kamu akan berangkat?" tanya Mawar yang melihat Langit baru saja keluar dari kamar.
Laki-laki itu hanya melirik sekilas pada Mawar yang saat ini sedang sibuk menata sesuatu di atas meja makan, setelah itu kembali fokus membenarkan letak dasinya. Kemudian, Langit kembali melangkah lagi untuk segera berangkat ke kantor.
Mawar yang menyadari kalau Langit tidak mendekat ke meja makan langsung membuntuti langkah suaminya. "Apa kamu tidak akan sarapan dulu sebelum berangkat? Aku sudah memasakan banyak makanan," ucap Mawar saat sudah bersejajar dengan Langit.
"Tidak. Aku tidak berselera." Langit menjawab dengan malas.
"Tapi kemarin malam kamu juga tidak makan. Apa kamu tidak lapar? Masakan yang aku buat tidak pernah kamu makan, padahal aku sudah bersusah payah untuk masak tapi kamu tidak pernah menghargainya." Mawar menghentikan langkahnya sambil mengatakan kalimat itu dengan nada bicara memelan. Hatinya sedikit sakit karena Langit selalu saja mengabaikannya.
Mendengar curhatan Mawar itu membuat langkah Langit langsung terhenti, dia merasa sedikit kasihan mendegarnya. Tapi, Langit tidak pernah bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia masih belum bisa menerima Mawar sebagai istrinya. Laki-laki itu membalikkan badannya, menatap Mawar yang saat ini matanya berkaca-kaca.
"Maafkan aku, tapi aku sedang tidak ingin makan. Aku sangat menghargai usaha kamu untuk memasakanku, terima kasih banyak." Langit mengatakan itu dengan nada bicara pelan.
"Aku tau kenapa kamu mengatakan semua ini. Kamu masih belum bisa menerima pernikahan ini, kan? Ini memang fakta yang sering kali membuat hatiku terluka. Tapi, entah sampai kapan semua hal ini akan berakhir, kapan kamu akan bisa menerimaku?"
Pertanyaan dari Mawar itu membuat Langit diam, dia juga tidak tahu jawaban seperti apa yang akan dia berikan. Apalagi saat ini Senja kembali hadir dalam hidupnya, besar kemungkinan dia tidak akan pernah bisa menerima Mawar.
"Sepertinya aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu itu, karena aku sendiri tidak tau dengan keinginan hatiku," jawab Langit, "Ini sudah terlambat. Aku akan berangkat ke kantor sekarang juga."
Mawar sedikit kecewa dengan jawaban itu. Tapi saat ini dia tidak ingin berdebat dengan Langit, yang bisa dia lakukan hanya mengangguk dan membiarkan suaminya berangkat. Dia hanya menatap sendu punggung kekar yang semakin mejauh dari pandangannya.
* * *
Sesampainya di kator, Langit sudah melupakan kejadian tadi di rumah. Laki-laki itu berjalan bersemangat menuju ruang kerjanya, tak lupa dia juga sengaja lewat di ruang kerja Senja. Dia melihat kalau wanita itu juga baru saja sampai dan sedang bersiap untuk menyalakan komputernya, melihat pemandangan itu membuat Langit tersenyum.
Hari ini dia sudah merencanakan sesuatu agar bisa menghabiskan waktu bersama Senja, dia ingin berbicara banyak dengan wanita itu. Sekarang dia yang memegang kendali perusahaan ini, jadi dia bisa melakukan apapun untuk bisa mencari kesempatan berbicara dengan Senja. Langit masuk ke dalam ruang kerjanya, dia juga mulai bersiap untuk menjalankan rencananya.
Langit menelfon Senja dengan menggunakan telepon kantor.
"Halo?"
"Senja, kamu bisa ke ruangan saya sekarang juga? Oh iya, tolong bawakan laporan keuangan bulan kemarin, saya ingin membahas sesuatu dengan kamu."
"Baik, Pak."
Langit menutup sambungan telfon, laki-laki itu tersenyum puas. Akhirnya dia sudah bisa mempunyai kesempatan untuk berbicara dengan Senja. Sekarang dia hanya perlu menunggu wanita itu datang ke ruangannnya.
Tak lama setelah itu, pintu ruangan Langit diketuk pelan. Dia mempersilahkan Senja untuk masuk ke dalam, terlihat wajah wanita itu sedikit tegang. Tetapi, Langit tidak gagal fokus dengan hal itu, laki-laki malah fokus dengan penampilan Senja yang terlihat sangat segar pagi ini. Senja terlihat menawan dengan setelan biru muda, dandanannya juga tidak terlalu berlebihan, semakin terpancar kecantikannya.
"Ini laporan keuangan bulan kemarin, Pak." Senja meletakkan berkas itu di atas meja Langit.
"Iya, terima kasih. Duduk sebentar, saya ingin membahas sesuatu dengan kamu."
Senja saat itu bingung harus bersikap seperti apa, tapi dia berusaha untuk tetap profesional dan bersikap seperti biasa.
"Apa yang perlu dibahas, Pak?"
"Dalam laporan ini perusahaan kita mengalami peningkatan setelah melakukan kolaborasi dengan investor besar di kota sebelah, itu bagus. Sepertinya kita harus melakukan hal itu lagi, aku ingin mengenal lebih dekat dengan investor itu. Kamu bisa menemaniku untuk bertemu dengannya, kan?" Langit berusaha mengataka hal itu dengan tenang, agar Senja tidak mencurigainya.
"Dengan saya? Tapi, itu bukan bagian dari pekerjaan saya, biasanya bagian ma--"
"Tapi aku ingin kamu yang mengantar saya. Ini perintah, apa kamu mau membantah?" Langit menyela ucapan Senja dengan cepat. Dia tidak ingin mendapat penolakan dari wanita itu, karena ini akan menjadi kesempatan emas baginya.
Senja tidak bisa berkutik, wanita itu pada akhirnya hanya menurut. "Baiklah. Saya akan ikut dengan anda, setelah ini saya akan menghubungi investor itu. Saya akan membuat janji dengannya," ucap Senja.
"Tidak perlu, saya sudah membuat janji dengannya. Kita akan berangkat menemuinya dijam istirahat kantor nanti."
"Baiklah."
Setelah itu, Senja dipersilahkan untuk meninggalkan ruangan Langit. Wanita itu sebenarnya bingung dengan keinginan Langit untuk bertemu dengan investor, tapi dia hanyalah bawahan yang perlu menurut dengan atasannya. Lagipula mereka akan keluar dengan tujuan untuk pekerjaan bukan untuk hal lainnya.
Di sisi lain, Langit tengah bergembira karena sudah berhasil merencanakan untuk keluar dengan Senja. Sebenarnya dia hanya membuat alasan saja untuk bertemu dengan investor, padahal dia hanya mencari kesempatan untuk bisa keluar dengan Senja.
* * *
Jam istirahat kantor akhirnya datang juga, Langit sudah bersiap untuk berangkat. Tidak hanya Langit yang siap, Senja juga sudah siap, wanita itu tidak mau kalau membuat atasannya itu menunggu.
Mereka berdua berjalan bersamaan, menuju tempat parkir mobil. Senja sedikit terkejut saat Langit mengajaknya untuk menaiki mobil pribadinya, bukan mobil kantor.
"Anda akan menyetir mobil sendiri?" tanya Senja bingung.
"Jangan terlalu formal saat di luar kantor. Kamu bisa memanggilku biasa saja," jawab Langit santai.
Senja sedikit bingung dengan respon Langit. "Tapi ...."
"Cepat masuk, atau kita akan terlambat sampai di tempat."
Setelah itu, Senja langsung masuk ke dalam mobil. Dia hanya bisa menurut saja, sepanjang perjalanan sesekali Senja melirik ke Langit yang tampak tersenyum-senyum sendiri. Entah, apa yang sedang dipikirkan laki-laki itu.
"Akhirnya aku bisa berdua dengan kamu," ucap Langit tiba-tiba.
"Maksudnya?"
"Aku memang sengaja membuat janji degan investor dan mengajak kamu, agar kita bisa sedikit berbincang santai. Aku lihat kamu sedikit tegang jika bersamaku," jawab Langit.
Mendengar jawaban itu membuat Senja sedikit terkejut, ternyata inilah alasan sebenarnya Langit mengajaknya untuk keluar. Tapi untuk saat ini tidak ada yang bisa dilakukan Senja, tidak mungkin juga dia meloncat keluar dari mobil begitu saja. Dia hanya perlu menahan sampai pekerjaannya selesai dulu.
...****************...