Cassie, seorang remaja yang beranjak dewasa masuk kedalam pergaulan bebas para anak konglomerat, disaat kedua orang tuanya bercerai. Ketika etika dan sopan santun mulai menghilang. Kehidupannya terus mengalami konflik besar.
Ditengah masalah perceraian orang tuanya, Cassie jatuh cinta dengan seorang Duda Perjaka. Tetapi cintanya tak direstui. Cassie pun dijodohkan dengan seseorang yang pernah membuatnya kesakitan karena sakau.
Dapatkah ia menjaga mahkota kewanitaannya, atau terus terjerumus dengan pergaulan bebas? Dan dapatkah Cassie bersama dengan cintanya Om Duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Virus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekasih Baru Mama
Cassie sengaja tidak menghidupkan lampu, baginya gelap itu berarti tenang. Penerangan yang ia dapat pun dari lampu teras luar halaman yang terpantul ke jendela ruang tengah.
Ia lalu merubah posisi duduknya menjadi berbaring di sofa, sambil menyetel musik lalu memejamkan matanya Mulutnya terus mengunyah coklat dari Swiss. Hingga malam semakin larut. Lalu terdengar suara pintu terbuka dengan langkah sedikit di seret dan dengan sedikit suara berbisik.
Praang.
"Aduh hati-hati dong," ucap seorang pria yang sedang membantu Dina berjalan sambil limbung.
Dina pulang ke rumah dalam keadaan mabuk dan menyenggol lampu nakas hingga terjatuh.
Cassie yang memakai headset sampai terkejut mendengar suara benda yang terjatuh cukup nyaring. Ia pun melepaskan headset dan mengintip apa yang jatuh atau siapa yang menjatuhkan.
Di ruang tamu, Cassie melihat seorang pria membantu Dina berjalan masuk dan membantunya duduk.
"Kamu butuh apa, biar aku bantu ambilkan mungkin kamu mau minum?"
"Rasanya aku mau mati aja Jo,"
"Janganlah Din, kamu masih punya anak. Kamu juga punya aku," ucap Joko.
Joko adalah teman kerja Dina, ia juga sesekali main ke rumah Dina. Cassie dan Rio mengenal pria itu.
"Cassie sebentar lagi ninggalin aku, dia bilang mau kuliah di luar negri. Lalu Kamu? Kamu cuma temen aku,"
"Tapi aku sayang sama kamu Dina. Aku tahu ini terlalu cepat buat ngutarain perasaan aku. Tapi aku udah nyimpan cinta ini dari lama,"
"Astaga sejak kapan?"
"Sejak kamu bergabung di perusahaan yang sama dengan aku,"
"Itu kan sebelum aku nikah sama mas Rio,"
"Iya, sejak itu. Sampai sekarang aku rela ngejomblo karena nungguin kamu,"
"Tapi aku ga ada perasaan lebih ke kamu, Jo,"
"Cinta itu akan tumbuh seiring berjalanya waktu Din. Kamu mau kan menikah sama aku,"
"Aku belum siap membina rumah tangga lagi, lagian belum ada surat resmi dari pengadilan yang menyatakan perceraian ku Sah,"
Joko mengambil tangan Dina menggenggamnya dan mencium punggung tangannya.
"Kita bisa pacaran dulu kalau kamu mau. Dan aku akan membahagiakan kamu hingga ajal menjemput nanti," ucap Joko terlihat tulus. Tapi Dina malah merasa iba.
Dina hanya menatapnya dengan perasaan bingung. Mereka saling memandang, Cassie melihatnya dari kejauhan. Mengintip dari balik sofa ruang tengah. Lalu pria itu semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Dina, membelai pipi Dina kemudian mencium bibirnya.
Dina tidak menepis, seakan dia pasrah dengan apa yang dilakukan Joko. Sementara Cassie terkejut hingga mulutnya menganga.
"Mama sama Om Joko, baru aja pacaran?" gumam Cassie dengan pelan.
Kemudian ia mengintip lagi, Cassie ingin tahu reaksi Mama selanjutnya.
Si pria melepaskan satu genggaman tangannya. Lama kelamaan tangan nakal itu menjalar ke pinggang Dina hingga sampai puncak terindah. Pria itu meraba, menyentuh dan meremasnya. Sementara, bibir mereka masih bertautan.
Dina melepaskan ciumannya, lalu menghentikan tangan nakal Joko.
"Baiklah. Kita pacaran...tapi, jangan sampai Cassie tahu soal hubungan ini. Tunggu sampai beberapa bulan setelah putusan resmi dari pengadilan,"
"Iya, aku mengerti. Terimakasih Dina," ucap Joko seraya tersenyum ke arah Dina. Sementara Dina membalas senyuman yang dipaksakan.
Cassie kembali merebahkan dirinya, merenungi soal Mamanya yang sangat pasrah.
Kasian Mama, dia kelihatan depresi dan kesepian. Raut wajahnya gak bisa dibohongi, seakan terpaksa menerima keadaan yang bukan keinginannya. Apakah aku harus mengurungkan niatku sekolah ke luar negri? batin Cassie
Joko pamit pulang, terdengar sang Mama menutup pintu ruang tamu dan mematikan lampunya. Cassie lantas cepat-cepat memejamkan matanya, pura-pura tidur di sofa ruang tengah.
"Astaga Cassie, kok tidur disini sih. Cassie, bangun sayang. Pindah ke kamar kamu," ucap Sang Mama, sambil mengguncangkan badan Cassie dengan pelan
Tapi Cassie berlagak sudah tidur pulas, dengan posisi miring, membelakangi sofa hingga sengaja mengeluarkan bunyi dengkuran. Sang Mama hanya menggelengkan kepala, kemudian mengambil selimut untuk Cassie.
Saat Mama menyelimutinya, Cassie meneteskan air mata. Ingin rasanya Cassie memeluk Mamanya saat itu, menyemangatinya untuk hidup tanpa Papanya. Dan juga ingin sekali Cassie mengatakan, jangan berhubungan dengan Om Joko.
Ah tapi siapa Cassie, dia tidak berhak mengatur Mamanya. Mamanya juga butuh kebahagiaan. Mungkin siapa tahu dengan kehadiran Om Joko, sang Mama akan lebih bahagia...Mungkin...
.
.
.
Beberapa hari kemudian, Ujian Akhir Nasional SMA di selenggarakan.
Cassie bangun kesiangan dan tidak sempat sarapan dirumah. Ia pun makan di kantin sekolah, lalu di kagetkan oleh kehadiran Bram.
"Dor," ucap Bram mengagetkan Cassie dari belakang.
"Gak kaget tuh,"
"Haha makan apa sih, Lo belom sarapan?" tanya Bram
"Belom, gue makan dulu ya," sahut Cassie dengan cepat memapah makanannya
Saat gadis itu makan, Bram mengeluarkan kamera analog yang masih menggunakan film untuk mencetak hasilnya. Lalu memotret gadis itu saat makan.
"Eh itu kamera jadul kan?"
"Iya, kamera legend. Senyum dong Cass," ucap Bram dan kemudian Cassie tersenyum kearah kamera.
"Cantik," gumam Bram
"Nanti cetak ya,"
"Iya," dan setelah itu Bram terus memotret Cassie dengan banyak gaya. Terkadang sesekali ia memotretnya diam-diam.
Setelah menyelesaikan makannya, masih ada waktu untuk belajar sebentar sebelum ujian dimulai.
"Gue belum belajar lagi," keluh Cassie
"Nanti gue kasih contekan deh," ucap Bram
"Gak level ya nyontek-nyontek," Cassie menatap buku pelajarannya namun sama sekali pelajaran itu tidak masuk kedalam otaknya.
Bram mengambil buku Cassie dan menaruhnya di meja. Mereka masih di kantin menunggu bel sekolah berbunyi.
"Gak usah dipaksain, lagipula disini rame. Gak bakal bisa nyantol di kepala Lo,"
Benar juga kata Bram batin Cassie
"Rencana, Lo nanti kuliah di mana?"
"Pengennya si di Inggris, University College London (UCL) mau ambil jurusan Architecture & Built Environment kayak bokap," ujar Cassie
"Wih keren,"
"Lo sendiri?"
"Gue bakal ikut Lo kemana Lo pergi," ucap Bram dengan menatapnya lekat hingga bulu halus di tengkuk dan tangan Cassie meremang. Ia merasa tatapan Bram tatapan yang aneh, tatapan seseorang yang sangat menginginkan dirinya. Tatapan seorang yang terobsesi dengan sesuatu, tetapi bukan barang melainkan terobsesi dengan dirinya
.
.
.
Di ruangan kecil dan gelap, Bram sudah siap mencetak foto.
Beberapa alat dan bahannya sudah ia siapkan. Ada air mineral, minigrain, 2 buah nampan dengan 2 warna berbeda, gunting, tabung pencuci, gelas pengaduk, kertas positif/kertas foto, kaus hitam, ember, air 3 ¼ nampan, dan stopwatch.
Ia mengeluarkan film camera ditempat yang gelap, tidak terkena cahaya. Bram memindahkan rollnya dengan hati-hati. Keberadaan cahaya bisa mengubah hasil gambar pada roll.
Setelah itu Bram menyiapkan campuran larutan minigrain dengan air 3 ¼. Ia mencampur keduanya pada nampan. Lalu memasukkan larutan dengan bungkusan kecil terlebih dahulu dan mengaduknya perlahan hingga larut. Setelah itu Bram membiarkan larutan itu hingga ketika film dimasukkan ke dalam tabung pencuci.
Bram mengeluarkan film dari tabung dan membilas film dengan air mengalir hingga kesat. Kemudian, ia tersenyum melihat hasilnya sembari menggantung film hingga kering memakai penjepit secara perlahan karena film basah sangatlah lunak.
Semua foto itu yang Bram cetak adalah foto Cassie. Saat Cassie sedang tertawa, melamun, sedih dan bahkan saat Cassie sedang tarik urat di kelas.
Bram tersenyum dengan mata memandang sangat lekat tanpa kedip melihat wajah-wajah Cassie dalam kertas foto tersebut.
"Lo cantik banget Cass, Lo harus jadi milik gue. Gue akan ikuti kemana Lo pergi, mengambil hati Lo dan mengabadikan Lo,"