Di usia yang tak dikatakan muda, Amaira Husna selalu didesak untuk segera menikah. Alih-alih berkeluh-kesah kepada sahabatnya, Reynand. Menceritakan kegalauannya tentang bagaimana cara mengambil sikap sebab orangtuanya telah mencarikan jodoh untuknya, justru dia mendapati hal yang tak pernah dia sangka.
Salahnya yang bercerita atau inilah solusi satu-satunya untuk menolak jodoh dari orangtua. Sebab Reynand datang di hari yang sama bertepatan disaat tamu orangtuanya tiba. Reynand datang mengutarakan niat untuk melamarnya.
Akankah Amaira menerima tindakan konyol Reynand, yang notabenenya berstatus sahabat dengan hubungan yang jelas tanpa dilingkupi adanya cinta.
Atau terpaksa menerima dan menganggapnya sebatas solusi yang malah berbuntut frustasi akibat keputusannya?
Tpe-
20-09-2019
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ARyanna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 14
Bisa kurasakan wajahku memanas. Kini di hadapanku sudah ada Reynand beserta keluarga besarnya. Mereka tadi tiba dirumah pukul delapan tepat. Jadi bisa dibayangkan kalau tampilanku kini sudah berbeda yakni tidak degil seperti petang tadi.
Tanpa sadar aku sudah memegangi kepalaku dan itu disaksikan oleh semua banyak mata di hadapanku.
Ingin rasanya aku mengumpati Reynand, namun tersangka utama hanya duduk acuh dihadapanku. Bahkan kala beberapa teman, keluarga maupun sanak saudara menyalaminya. Kulihat bibir yang jarang tersenyum itu sedikit melengkung dengan begitu lebar.
Apa ini keinginannya? Ataukah ini hanya jebakannya untuk semakin membuatku kesal? Entahlah, namun rasanya aku ingin mencekiknya dan menenggelamkannya ke rawa-rawa.
Dua jam sebelumnya
Begitu aku sampai rumah, suasana yang kulihat nampak berbeda dari biasa. Ada beberapa sanak saudara dari pihak Papa dan Mama berada dirumah. Dan jangan lupakan Mama menghadangku tepat didepan pintu utama dengan raut wajah yang sudah dipastikan merah padam namun masih bisa beliau tahan tak mengeluarkan amarah. Tanpa babibu perintahnya agar aku langsung membersihkan diri. "Tak pakai lama!" imbuhnya.
Aku yang dasarnya sudah capek luar biasa hanya menurut saja. Tak pakai lama sesuai perintah Mama yakni mandi bebek yang mungkin kalau dihitung waktunya hanya tujuh menit dua puluh lima detik. Karena belum apa-apa pintu sudah digedor layaknya peringatan evakuasi gempa.
Di kamar ternyata sudah menunggu seorang spesialis nake-up yang dikhususkan bertugas memoles wajahku, mendandaniku serta membantuku mengenakan kebaya modern berwarna biru turquoise bebahan lace dengan detail peplum dibagian bawah, serta kombinasi bawahan rok kain batik.
Pukul delapan tepat. Aku terperangah melihat penampakan diriku sendiri didepan cermin. Memang dasarnya aku yang cantik atau tukang make-up nya sudah profesionalis, batinku menilai.
Dan ini kali kedua aku dandan seperti ini yang pertama ialah saat aku wisuda S1 ku di UI, tapi yang sekarang ini kurasa yang paling spektakuler.
Dengan tatanan rambut tersanggul rapi, seluruh poni diangkat ke atas guna memberi kesan fresh diwajah. Tiga kuntum mawar putih dijadikan sebagai aksesoris. Bahkan kalau diperhatikan tampilanku benar-benar mirip seperti Raisa, sampai-sampai aku dibuat kagum oleh penampakan diriku pada pantulan cermin.
Ketukan pintu membuyarkan kebengonganku. Kini Mama berjalan mengapitku, posisinya aku ditengah. Mama disebelah kanan dan Adiknya Papaku yakni Tante Sinta disebelah kiriku.
Cukup susah aku berjalan menuruni anak tangga, hingga fokusku hanya tertuju pada tiap pijakan anak tangga. Takut-takut kalau jalanku oleng, bisa saja aku terjerembab. Udah dandan paripurna gini gak etiskan kalau pake atraksi salto nyungsep sampai dasar tangga.
Tibalah di pijakan akhir yakni lantai dasar, aku mengangkat kepalaku melihat suasana yakni ruang tamu. Sudah berjibun pasang mata menatapku dan sebagian besar aku mengenal mereka.
Aku kini sudah pada posisi duduk, menyimak para keluarga yang membicarakan tujuan serta memberi petuah-petuah, sampai perbincangan lainnya yang sama sekali tak kuperhatikan. Kalau boleh jujur ya, ingin rasanya aku segera tidur. Lelah mendera seluruh tubuhku, karena sedari pagi hingga kini mata dan kaki tak henti berfungsi.
Aku tersentak kaget kala Ibunya Reynand menghampiriku, lalu duduk didepanku sambil meraih tangan kananku serta menyelipkan cincin dijari manisku. "Apa-apaan ini?" batinku.
Aku yang penasaran menoleh kesana kemari, tetapi yang kutemui adalah wajah-wajah di sekitarku yang menampilkan aura bahagia, haru maupun takjub. Tapi jelas tidak denganku.
Ibunya Reynand kini memelukku dan membisikkan kalimat, "Selamat ya menantu ibu." Sorot matanya nampak berkaca-kaca saat kami saling menatap dan kini dilanjut dengan mencium kedua pipiku.
"Whatttttttt!" seruku dalam hati. Kesadaranku mulai bermunculan karena sedari tadi aku yang tak menyimak maupun memperhatikan, kini baru aku sadar bahwa ini adalah acara pertunangan.
Dan yang membuatku terperangah ini juga disaksikan Bapak RT komplek setempat. Para tetua yakni kedua keluarga mendiskusikan bahkan hasil diskusi itu menghasilkan sebuah kesepakatan bersama yang akan diadakan dalam tempo waktu sesingkat-singkatnya, yakni dua bulan setelah malam ini yaitu acara pernikahanku dengan Reynand Adhitama.
"What the hell," pekikku dalam hati.
Tak bisa dibayangkan bagaimana diriku sekarang. Mau berdebat sudah tak ada tenaga. Apalagi berbicara pada si biang onar, siapa lagi kalau bukan Reynand. Ide gilanya bisa berefek panjang seperti ini.
Kalau banyak yang bilang, orang akan gugup bila dihadapankan dengan situasi langka seperti ini. Tapi tidak denganku, rasanya aku ingin memejamkan mata dan setelah terbangun yang kualami sekarang ini hanyalah mimpi. Ya, kuharap ini hanya mimpi.
To be continue
jangan lupa klik love and like nya
biar author makin semangat update nya😘😘😘