Laura yang ingin mendapatkan kebebasan dalam hidupnya mengambil keputusan besar untuk kabur dari suami dan ibu kandungnya..
Namun keputusan itu membawa dirinya bertemu dengan seorang mafia yang penuh dengan obsesi.
Bagaimana kah kelanjutan kehidupan Laura setelah bertemu dengan sang mafia? Akankah hidupnya lebih atau malah semakin terpuruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SabdaAhessa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dante Hilang!
"Aku pesan tanpa keju!" Ucap Aaron saat membuka pesanan burgernya.
"Kau bisa memberikan kejunya pada ku!" Jawab Laura.
Aaron menyembunyikan senyumannya. Dia merasa lebih dekat dengan Laura. Meskipun wanita ini masih nampak tegas menolak dirinya.
Mereka menikmati burger bersama. Di kamar rawat Dante yang tidak begitu luas, namun cukup untuk mereka berkumpul. Menikmati setiap gigitan burger.
Tiga orang yang tidak saling mengenal sebelumnya. Memiliki luka batin masing-masing dan mencoba berdamai dengan keadaan. Aaron, Laura dan Bibi Hellena duduk melingkar dengan senyuman tulus.
Baru kali ini Aaron merasa utuh kembali. Hangat seperti.. rumah. Rumah yang telah lama tak dia jumpai setelah kematian ibunya. Matanya tak bisa lepas dari sosok Laura yang membawanya begitu jauh ke jurang rasa nyaman. Aaron tak mungkin bisa keluar sendirian dari jurang ini. Atau mungkin, dia memang ingin tinggal lebih lama.
Dokter mengatakan, kondisi Dante baik-baik saja. Jika tidak terjadi sesuatu lagi, besok pagi Dante sudah di perbolehkan pulang. Laura lega mendengarnya. Tak ada yang perlu di khawatirkan lagi setelah ini.
Malam itu, Aaron berpamitan pulang, dia ingin melakukan sesuatu di ruang rahasianya. Dan.. dia juga tidak tahan jika terus berada di dekat Laura. Wanita itu selalu membangkitkan gairahnya. Bibir ranum itu selalu terlihat menarik di mata Aaron.
"Besok akan aku jemput." Ucap Aaron sebelum masuk ke dalam mobilnya.
"Tidak perlu, kami bisa pulang sendiri." Jawab Laura.
"Kenapa kau selalu menolak bantuan ku?"
"Selagi aku bisa, aku akan melakukannya sendiri." Laura melempar senyum pada Aaron.
"Suatu hari, kau tidak akan bisa menolak ku lagi!" Ucap Aaron dengan percaya diri.
"Oh ya?" Satu senyuman lagi dari Laura.
Aaron benar-benar tak sanggup lagi menahannya. Dia sangat menginginkan Laura saat ini. Hingga dia kehilangan kendali atas dirinya. Aaron melangkah secepat kilat, menarik tengkuk kepala Laura dan seketika mencium bibir Laura dengan begitu dalam, tanpa ijin, tanpa permisi.
Sedangkan Laura seakan melewatkan satu detik di hidupnya. Dia membulatkan kedua matanya saat menyadari Aaron sudah melumat bibirnya dengan ganas dan panas. Dia tau, pria ini sedang di mabuk gairah.
Fred juga terkejut melihat itu. Karena selama ini dia tau, Aaron tak pernah mau di sentuh apalagi menyentuh wanita sembarangan. Dengan wanita pelacur itu saja hanya sebatas s*ks oral. Tak lebih dari itu. Di tatap oleh mereka saja Aaron merasa jijik. Tapi dia membutuhkan mereka.
Tapi malam ini, Aaron yang menyentuh Laura. Aaron yang lebih dulu mencium Laura dengan panas. Gestur tubuh itu sudah bisa menjelaskan semua.
Namun Laura segera menyadari kondisinya. Dia mendorong tubuh Aaron dengan kuat. Hingga pria angkuh itu pun terkejut dan melepaskan ciumannya.
"Aaron, stop!" Pekik Laura sambil membelalakkan kedua matanya.
"Sial, kau nikmat sekali!" Gumam Aaron menyentuh bibirnya yang basah karena air liur Laura.
Laura nampak sedikit marah mendengar itu. Berbeda dengan Aaron yang menikmati setiap detiknya. Lalu dengan santainya pria angkuh itu masuk ke dalam mobilnya dan melambaikan tangan ke arah Laura.
*************
Malam itu Laura merasa sulit untuk tidur. Dia mengingat satu ciuman tanpa ijin itu. Nampaknya bukan hanya Aaron yang mulai merasa tertarik, Laura juga. Tapi, Laura menyadari sesuatu. Dia masih berstatus istri sah dari Ben Pattinson. Satu kenyataan yang tidak bisa dia pungkiri saat ini.
Masih terikat dengan pria yang gila hormat itu. Membuat dirinya kembali merasa tercekik, terlilit dengan kawat berduri bernama pernikahan. Memang benar kata orang, kadang.. bukan hanya lilitan di leher yang bisa mematikan. Beberapa juga di jari manis.
Laura melihat cincin nikahnya. Cincin dengan berlian mulia yang indah itu ternyata tak seindah kenyataannya. Pernikahan yang dia harapkan bisa melepaskan dirinya dari sang ibu, malah semakin mencekiknya dengan keras.
Andai saja, Sansa tak membantunya melarikan diri. Mungkin Laura tak bisa merasakan satu detik yang tenang dalam hidupnya. Tertawa dan tersenyum dengan lepas tanpa embel-embel penghormatan. Tanpa tuntutan untuk di hargai.
Sampai dia tertidur karena kelelahan memikirkan masalah hidupnya yang belum tuntas. Dante juga nampak jauh lebih baik. Suhu tubuhnya tak lagi naik.
Hingga, Laura kembali di kejutkan dengan teriakan Bibi Hellena yang terdengar nyaring di pagi buta.
"Ada apa, bi?" Gumamnya selagi mengumpulkan kesadaran.
"Dante hilang!" Pekiknya.
Sontak Laura langsung bangkit dari tidurnya. Meskipun kesadarannya belum penuh. Tapi dia sudah bisa melihat dengan jelas jika Dante tidak berada di atas tempat tidurnya.
Laura langsung mencari keluar kamar. Menemui para perawat yang shift malam hari itu. Namun mereka mengatakan tak melihat siapapun yang mencurigakan sepanjang malam ini. Rumah sakit pun menjadi heboh pagi itu.
Laura yang panik di sertai air mata tanpa ijin. Telapak tangan kanannya kembali gemetar dan nyeri tak tertahan. Sakit sekali. Sampai dia harus menekannya berulang kali untuk menahan rasa nyerinya.
Bibi Hellena juga tak kalah panik. Dia mencari ke seisi rumah sakit. Mengecek kamar satu per satu. Menuntut para perawat agar segera menemukan keberadaan Dante. Jantungnya terpacu hebat. Hingga akhirnya kelelahan dan terduduk di ujung lorong rumah sakit dengan jeritan-jeritan kesedihannya.
Laura merasa pandangannya mulai gelap. Pendengarannya mulai berdenging. Badannya mulai lunglai. Tanda kesadarannya mulai menurun. Namun sekuat tenaga dia menahannya. Masih ingin mencari anaknya.
Dia segera kembali ke kamar rawat Dante, mencari ponselnya disana. Sekilas, Laura melihat ada sebuah pesan dari Sansa. Tapi dia menghiraukan pesan itu sekarang. Karena keberadaan Dante lebih penting. Dia pun segera mengambil ponsel yang di berikan oleh Aaron kemarin pagi. Menelpon pria itu selagi masih ada kesadaran.
"Aaron.." Pekiknya di ujung kesadaran.
"Laura? Ada apa?" Tanya Aaron di ujung telpon sana.
"Aaron.." Panggil Laura terakhir kalinya sebelum jatuh pingsan dan tak mampu memanggil nama Aaron lagi.
Tubuhnya ambruk di atas lantai yang dingin. Laura tah sanggup lagi menahan rasa sakit di telapak tangannya yang kian menjadi. Jantung yang terpacu hingga oksigen seakan di obrak-abrik di dalam paru-paru.
Sedangkan Aaron sangat panik saat tak mendengar suara Laura lagi di ujung sana. Berulang kali dia memanggil nama Laura namun tak ada jawaban. Dia tak tau jika Laura sudah jatuh pingsan disana.
Aaron segera memanggil Fred untuk menyiapkan mobil. Dia ingin segera pergi ke rumah sakit dan mengecek ada apa sebenarnya disana. Ada apa dengan Laura yang tiba-tiba hilang di telpon.
Aaron memerintahkan Fred untuk mengebut, dia ingin segera sampai. Tak sabar menunggu walaupun hanya sedetik. Jika ada alat teleportasi, mungkin dia akan memakainya sekarang meskipun harus membayar ratusan triliun.
Bersambung...
.
.