NovelToon NovelToon
Kepepet Cinta Ceo Arogan

Kepepet Cinta Ceo Arogan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / CEO / Romansa / Fantasi Wanita / Nikah Kontrak / Wanita Karir
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Arash Maulidia, mahasiswi magang semester enam yang ceroboh namun gigih, tidak pernah menyangka hidupnya berubah hanya karena satu tabrakan kecil di area parkir.
Mobil yang ia senggol ternyata milik Devan Adhitama — CEO muda, perfeksionis, dan terkenal dingin hingga ke nadinya.

Alih-alih memecat atau menuntut ganti rugi, Devan menjatuhkan hukuman yang jauh lebih berat:
Arash harus menjadi asisten pribadinya.
Tanpa gaji tambahan. Tanpa pilihan. Tanpa ruang untuk salah.

Hari-hari Arash berubah menjadi ujian mental tanpa henti.
Setiap kesalahan berarti denda waktu, setiap keberhasilan hanya membuka tugas yang lebih mustahil dari sebelumnya.
Devan memperlakukan Arash bukan sebagai manusia, tapi sebagai mesin yang harus bekerja sempurna — bahkan detik napasnya pun harus efisien.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kaki Lima dan Rahasia Wiratama

Mobil SUV sewaan tiba kembali di basement Adhitama Group. Arash segera menyerahkan kunci mobil kepada petugas keamanan yang sudah menunggu, menyelesaikan urusan administrasi sewa, lalu bergegas naik ke lantai dua puluh.

Ia langsung mengirimkan semua foto cacat konstruksi kepada Devan, kemudian mulai menyusun laporan detail mengenai kesalahan pengerjaan proyek. Tugas itu memakan waktu dan konsentrasi tinggi. Arash bekerja cepat dan teliti, memasukkan rujukan standar konstruksi dan proyeksi kerugian finansial jangka panjang akibat penundaan. Ia ingin memastikan laporan itu sempurna—profesional, tajam, dan tanpa celah sedikit pun bagi Devan untuk mengeluh.

Tepat pukul 16.55, ia mengirimkan file tersebut ke email Devan.

Pukul 17.15. Arash melirik jam di layar komputer. Ia sudah melewati jam kerja formal, sementara Devan masih terlihat sibuk di ruangannya. Tidak ada instruksi tambahan, yang berarti tugas hari ini selesai.

Ia menghela napas lega. Bahunya terasa kaku, matanya perih karena menatap layar seharian. Ia merapikan meja, lalu mengambil tas ranselnya. Kali ini ia tidak naik taksi—ongkos pulangnya tadi sudah habis dipakai untuk membayar perjalanan pulang dari restoran. Sisa uang tunainya hanya cukup untuk makan malam nanti. Ia harus berhemat.

Tanpa berpamitan dengan Devan, ia berjalan cepat menuju lift. Ia tahu pria itu masih di dalam ruangan, tapi ia memutuskan untuk masa bodoh. Kalau pun Devan marah, biarlah. Ia terlalu lelah untuk memedulikan.

Begitu kakinya menyentuh jalanan aspal di luar gedung, Arash merasa lega sekaligus kesal. Ia berjalan cepat di trotoar yang mulai padat oleh karyawan pulang kantor.

“Dasar tukang nyiksa,” gumamnya pelan, wajahnya masam. “Awas aja nanti kalau aku udah lunas, aku resign detik itu juga. Eh, tapi… malu ah. Masa udah maksa hidup mandiri, terus minta bantuan Ayah lagi?”

Kata-katanya itu seperti menampar dirinya sendiri.

Ya, dia—Arash Maulidia Wiratama.

Nama belakang “Wiratama” yang ia sembunyikan dari semua orang, termasuk dari berkas magangnya, adalah rahasia besar yang tanpa sengaja ditemukan Devan. Ia adalah putri bungsu dari keluarga Wiratama Group—konglomerasi besar di bidang properti dan supply chain—yang kekayaannya bahkan sebanding dengan Adhitama Group milik Devan.

Namun Arash bersikeras ingin mencari jati dirinya sendiri. Ia ingin bekerja dari nol, dengan kemampuannya sendiri, membuktikan bahwa kecerdasannya tak bergantung pada nama besar keluarganya. Ia menolak tawaran ayahnya untuk langsung masuk ke perusahaan keluarga yang kini dipimpin oleh kakaknya. Ia ingin berjuang sendiri, di tempat yang tidak mengenalnya siapa pun.

Ayah dan ibunya yang kini tinggal di desa hanya bisa pasrah pada tekad putri bungsunya itu. Ayahnya sering mengeluh, “Kalau mau kerja, kenapa bukan di perusahaan sendiri?” Tapi Arash tak mau hidup dengan bayang-bayang privilese.

Ironisnya, kini ia bekerja sebagai asisten pribadi yang berutang pada saingan bisnis ayahnya.

Arash mendesah panjang. Ia menendang kerikil kecil di depannya, matanya menatap kosong ke jalan yang mulai berwarna jingga senja. Delapan puluh lima juta terasa seperti tembok besar yang mengurungnya. Ia harus menahannya, bertahan dari sikap dingin dan perfeksionis Devan. Ia tidak boleh menyerah. Ia tidak boleh menghubungi ayahnya.

Namun takdir seolah enggan membiarkannya tenang. Tepat ketika ia melewati halte bus yang ramai, ponselnya berdering. Nama “Devan Adhitama” terpampang di layar.

Arash terdiam sejenak. Perutnya menegang. Pasti marah karena aku pulang tanpa izin.

Ia menekan tombol hijau, suaranya hati-hati. “Halo, Pak?”

“Di mana kau?” Suara Devan tajam—dingin, datar, tapi cukup menusuk.

“Saya sudah di jalan, Pak. Laporan konstruksi sudah saya kirim lima belas menit lalu.”

“Kau tahu saya benci asisten yang pulang tanpa pemberitahuan,” balas Devan cepat. “Kembali ke kantor sekarang. Ada berkas yang kau lupakan di pantry.”

“Ber… berkas apa, Pak? Saya tidak ingat membawa berkas ke pantry.”

“Berhenti membantah,” potong Devan. “Itu berkas untuk meeting internal besok pagi. Dan kau tidak naik taksi, kan? Saya tahu kau sedang berjalan kaki. Kenapa tidak naik bus? Tidak efisien.”

Arash terbelalak. Bagaimana dia tahu aku jalan kaki? “Saya sedang menghemat, Pak. Uang saya—”

“Saya tidak tertarik pada urusan keuangan pribadimu,” ucap Devan datar. “Saya kirim mobil jemputan. Tunggu di halte bus. Tiga menit lagi sampai. Kau akan kembali ke kantor, ambil berkasnya, lalu pulang.”

Arash ingin menolak, tapi percuma. “Baik, Pak.”

Tiga menit kemudian, sedan hitam mengilap berhenti di depannya. Bukan mobil yang sama dengan yang ditabraknya dulu. Ia masuk ke kursi belakang, duduk diam, mencoba menenangkan jantungnya.

Setibanya di lantai dua puluh, kantor sudah sepi. Arash berjalan menuju pantry. Di sana, di atas meja dekat mesin kopi, ada sebuah amplop kecil berwarna krem.

Ia mengernyit, mengambilnya. Tidak ada tulisan apa pun di luar amplop. Ia membukanya perlahan—dan membeku.

Di dalamnya ada beberapa lembar uang seratus ribuan, serta selembar kuitansi kecil. Ia membaca pelan.

“Pembayaran Tagihan Listrik Kos Arash Maulidia (Maret–April) – LUNAS.”

Arash tercekat. Listrik kosnya memang sudah menunggak hampir tiga minggu. Ia sengaja menundanya demi bisa makan dan bertahan.

Dengan perasaan campur aduk, ia melangkah ke ruang Devan. Pria itu sedang menutup laptop dan membereskan tas kerjanya.

“Pak, ini apa maksudnya?” tanya Arash, menunjukkan amplop itu.

Devan menatapnya sekilas. “Saya benci kekacauan. Dan saya benci pegawaiku kehilangan fokus karena masalah sepele seperti tagihan listrik. Uang di amplop itu, kurangi dari gajimu. Saya tidak memberimu gratis.”

“Tapi Bapak bilang saya meninggalkan berkas—”

“Saya butuh kau kembali untuk itu,” potong Devan tenang. “Kalau saya bilang yang sebenarnya, kau pasti menolak. Sekarang ambil uang itu. Naik taksi, jangan jalan kaki. Saya ingin kau fokus pada utang delapan puluh lima juta mu, bukan tagihan listrik murahan.”

Arash menatapnya, antara kesal dan heran. Ia tahu Devan perfeksionis, tapi perhatian macam ini membuatnya tak mengerti.

“Baik, Pak,” katanya akhirnya. “Tapi lain kali, jangan berbohong tentang alasan saya harus kembali.”

Senyum tipis muncul di wajah Devan—dingin, tapi nyaris menggodanya. “Jangan mengatur saya, Maulidia. Saya yang membuat aturan di sini. Sekarang pulang. Besok pagi, saya mau ringkasan rapat internal di meja saya. Dan jangan tunjukkan wajah ‘boncel’ yang mengantuk lagi.”

Devan melangkah menuju lift, meninggalkan Arash yang masih berdiri terpaku dengan amplop di tangannya.

Ia menatap uang itu lama, sebelum tersenyum kecil.

Seorang putri konglomerat… yang tagihan listriknya dibayar oleh saingan ayahnya.

Ironi itu membuat tekad Arash semakin kuat—ia harus melunasi utang itu, bagaimanapun caranya.

1
Reni Anjarwani
doubel up thor
rokhatii: stay tune kak🙏🙏
total 1 replies
Reni Anjarwani
lanjut thor
rokhatii
ditanggung pak ceonya🤣🤣🤣
matchaa_ci
lah kalo gajinya di potong semua gimana arash hidup nanti, untuk bayar kos, makan, bensin pak ceo?
aisssssss
mobil siapa itu kira kira
aisssssss
bagua banget suka ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!