Zakia Amrita. gadis cantik berusia 18 tahun, terpaksa harus menikah dengan anak pemilik pesantren Kais Al-mahri. karena perjodohan oleh orang tua Kais. sendiri, karena Pernikahan yang tidak di dasari Cinta itu, harus membuat Zakia menelan pahitnya pernikahan, saat suaminya Kais ternyata juga tidak memilik cinta untuk nya.
Apakah pernikahan karena perjodohan ini akan berlangsung lama, setelah Zakia tahu di hati suami nya, Kais memiliki wanita lain?
yuk baca Sampai Happy Ending.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Air Mata yang tidak pernah kering.
"Ayo cepat lama banget!" Ucap Gus Kais, suaranya sedikit membentak.
Zakia kembali tidak menjawab, tapi ia langsung menutup pintu berniat duduk di depan kembali, namun baru saja satu kakinya memijak mobil belakang kerudung panjangnya langsung di tarik Ayunda.
"Dasar pelakor...." Pekik Ayunda berhasil menarik kerudung Zakia, Zakia yang kaget tentu saja tidak ada daya upaya melawan, kerudungnya sudah kadung berantakan.
"Aduh lepasin apa salah aku!" Pekik Zakia, berusaha melepaskan cengkeraman erat tangan Ayunda.
"Dasar pelakor! kamu ngak tahu. kamu naik mobil sama siapa! dia itu pacar aku! ngaca dong kamu, masa berjilbab mau jadi pelakor!" Suara Ayunda meninggi para karyawan langsung pada keluar melihat keributan di depan toko.
Zakia tidak bisa melawan ia hanya tergagap dan menangis seolah ialah pelakor sunguhan yang di labrak istri Sah! padahal Zakia sendirilah istri Sahnya dan Ayunda hanyalah pacar Gus Kais yang di bohongi.
Gus Kais langsung keluar dari dalam mobil melerai perkelahian itu, ia langsung menarik Ayunda kuat karean Ayunda ingin kembali menghajar Zakia yang hanya bisa menangis tidak berdaya, setelah di tampar Ayunda.
"Ayunda sudah cukup jangan begini mau dilihat orang! semua orang kenal kamu loh! jaga nama baik kamu." Gus Kais memegangi tangan Ayunda kuat-kuat.
"Ngak Kais kamu bohongi aku! kamu selingkuh di belakang aku kamu gila kasih kamu jahat...!" Teriak Ayunda meronta dalam dekapan Gus Kais.
Wisnu yang melihat ini nampak tidak tega, tapi apalah daya ia tidak berhak ikut campur urusan rumah tanga orang, Wisnu tahu Ayunda itu, ia adalah selebriti terkenal maka dari itu ia engan ikut Campur
Beruntung dalam keterpurukan Zakia yang tidak ada satu orang pun yang mau membelanya datanglah Ustadz Hisyam dan Ustadz Samsudin yang mana kebetulan mereka mau mengantarkan pesanan sarung sepuluh dus dan baju koko.
Ustadz Hisyam megantar Ustadz Samsudin Cod-an. dan sekalian mereka berdua nantinya makan lamongan di traktir Ustadz Samsudin, namun mereka malah melihat Zakia menangis dan Gus Kais mendekap wanita yang mengamuk seperti orang gila.
"Gus Kais itu kan We?" Ustadz Samsudin bertanya pada Ustadz Hisyam.
"Oh-Iya itu kenapa ribut-ribut?." Ustadz Hisyam hanya fokus melihat ke arah Zakia yang menangis memegangi pipinya Karean di tampar Ayunda.
Ustadz Hisyam langsung memarkirkan motornya dan menuju Zakia ia tidak jadi ikut mengantar Ustadz Samsudin karena merasa kasihan dengan Zakia.
"Ada Apa ini Gus?" Ucap Ustadz Hisyam saat sudah mendekat ke arah mereka, sementara terdengar suara Ayunda masih mencaci maki Zakia.
"Dasar pelakor! murahan... awas saja bakalan aku Viral-kan kamu yah!" Pekik Ayunda nampak geram.
"Hisyam tolong kamu bawa Zakia pulang cepat." Keringat bercucuran, Gus Kais sampai gerah menghadapi Ayunda yang mengamuk.
Tampa bertanya lebih banyak, Ustadz Hisyam langsung meminta Zakia masuk kedalam mobil meskipun banyak tanda tanya yang berkelindan dalam benaknya.
Zakia masih menangis meskipun lirih, pipinya begitu pedih, kejadian hari ini begitu membuatnya kena mental, ia bukan lemah tapi Zakia memang selalu terbiasa di perlakukan demikian, hanya saja ia belum menemukan celah untuk melawan, tapi sayang hatinya terlalu lembut sehinga siapa-pun gampang memanfatkan nya.
"Tolong jangan kasih tahu Umi kejadian hari ini yang kamu lihat, sampaikan juga pada Samsudin agar nanti tidak memberitahu pada abah maupun Umi. jika Zakia masih merasa sakit tolong bawa dia ke puskesmas saja dulu Hisyam. Terimakasih." Tulis Gus Kais
Ustadz Hisyam terdiam, tidak membalas pesan Gus Kais, hanya sekilas ia baca dan ia kembali fokus menyetir, sesekali Ustadz Hisyam melirik Zakia dari pantulan kaca depan yang masih menangis di belakang.
"Aku rasa ternyata kamu tidak bahagia Nduk, bolehkah mas kembali menyelam kedalam lubuk hatimu itu yang tidak pernah mengering karean Air Mata mu itu selalu tumpah." Gumam Ustadz Hisyam menelan Salivanya berat ia fikir setelah satu bulan lamanya Zakia menikah dengan Gus Kais akan bahagia tapi ternyata duganya salah.
Zakia malah tambah kurus, tekanan batinya nampak tidak main-main, ingin bertanya langsung tapi canggung karean itu nampak sangat tidak sopan.
"Kang tolong antarkan aku ke Masjid agung kang sebentar saya mau shalat dulu disana." Pangilan Ustadz telah ia ganti menjadi kang, karena Zakia merasa buka murid Ustadz Hisyam lagi.
"iya baik." ujar Ustadz Hisyam membelokkan mobilnya kesana.
Di sebuah parkiran cukup besar di Masjid Agung. Mobil pajero terparkir disana. Zakia turun lebih dulu. Adzan Dzuhur berkumandang di susul dengan langkah Ustadz Hisyam yang berjalan berjarak cukup jauh di belakang nya, hinga di tempat Wudhu mereka beda arah,
Zakia masuk di pintu belakang, Ustadz Hisyam masuk di pintu depan, selesai shalat Zakia masih duduk menangis bersila ia kembali berdoa sambil terpejam bulir matanya terlihat jatuh satu persatu.
Kali ini ia sadar kalau Ayunda yang di gumam Gus Kais kala itu, ternyata benar ia adalah Pacar Suaminya yang tadi menamparnya.
"Ya Allah. Bolehkah hamba mu menyerah Ya-Robi." bibirnya bergetar hebat, perang dingin yang di alaminya cukup membuat ia di hajar mental dan batinya selama satu bulan ini. Ia Pikir bisa kuat menghadapi sifat Gus Kais, seperti titah Umi memilihnya agar menjadi menantunya karena Umi berfikir Zakia siap, tapi ternyata Zakia tidak sekuat yang Umi kira.
Tangisan panjang ia lalui selama satu bulan, meskipun begitu ia tetap mendoakan Gus Kais agar bisa berubah.
Dari kejauhan Ustadz Hisyam menatap Zakia yang terisak bahunya naik turun karena berdoa sambil terus menangis.
"Sekarang aku faham, kenapa aku masih diam saja tidak pernah berfikir kalau Zakia terluka batinnya." Ustadz Hisyam bersandar pada tiang bangunan Masjid yang cukup besar, matanya nampak sendu, masih menatap Zakia yang terisak ia begitu tidak tega.
Selesai Shalat keduanya langsung kembali ke mobil, masih sama seperti biasa. Zakia duduk di belakang Ustadz Hisyam layaknya supir duduk di bagian paling depan mengemudi.
Isak Zakia masih terdengar namun tangisan nya sudah mereda, "Ayo kali ini kau harus kembali menyelam lagi Hisyam." Gumam Ustadz Hisyam pada dirinya sendiri.
"Mau langsung pulang atau kemana lagi?" ucap Ustadz Hisyam nadanya masih sama begitu lembut.
"Pulang saja kang..." jawab Zakia singkat, tapi matanya masih menunduk sendu.
"Kamu sudah lama tidak menemui Melani, dua hari lagi anak-anak pulang pondok selama dua minggu." Ucap Ustadz Hisyam matanya masih mencuri pandang lewat pantulan kaca.
"Iya kang..." jawaban singkat itu begitu berarti pertanda Zakia tidak ingin berkepanjangan bicara dengan Ustadz Hisyam, meskipun ia sangat rindu dengan teman nya itu. Di tambah Setelah dirinya menikah ia tidak pernah lagi bertemu dengan Melani.