NovelToon NovelToon
Pesona Dokter Duda Anak Satu

Pesona Dokter Duda Anak Satu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Cinta setelah menikah / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: My Starlight

"Itu hukuman buat kamu! Jangan sampai kau melanggar lagi aturan sudah yang aku buat. Kalau tidak …." Kalimatnya menggantung.

"Kalau tidak apa, Kak?" tanya Lyana mulai berani.

"Sesuatu yang lebih buruk dari ini akan terjadi." Anggara berlalu dari hadapan Lyana. Aliran darahnya mulai memanas.

"Hah, sesuatu yang buruk? Bahkan kakak sudah mencuri ciuman pertamaku, menyebalkan." Kini giliran Lyana yang marah. Dia membuka dan menutup pintu kamar dengan keras. Sirkuasi udara di dalam kamar seolah berhenti seketika.

"Ciuman Pertama? Hah, pandai sekali dia berbohong."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon My Starlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menjemput Lyana

Malam semakin larut, jalanan Ibu kota mulai sunyi. Hanya ada beberapa warung makan yang masih buka. Beberapa orang masih terjaga, demi bisa bertahan hidup di tanah rantau ini.

Sorot lampu jalan menerangi mobil SUV hitam yang berhenti tepat di depan gang kecil. Seolah tahu bahwa pemilik itu sedang kesepian. Lama menunggu di dalam, Anggara akhirnya menginjakan kaki berlapis kulit itu ke daerah padat penduduk. Lingkungan yang masih tergolong kelas menengah ke bawah.

Anggara mulai menapaki kakinya masuk ke sebuah gang yang hanya muat untuk di lalui kendaraan roda dua. Aroma obat nyamuk bakar menguar masuk ke hidung Anggara, rupanya laki-laki itu sudah berada di depas pos ronda milik warga setempat. Dinding kayu itu bewarna hijau tua, di bawah atap tertulis "Rumah warga aja kami Jaga. Apa lagi hatimu. Salam pemuda gang kelinci RT 002 RW 005."

Anggara tersenyum tipis membaca tulisan itu, lucu sekali warga desa sini pikirnya. Salah satu warga yang sedang ronda mulai menyadari kehadiran Anggara, sebagian waspada sebagian lagi menatap kagum penampilan Anggara. Ada Lima orang di sana, satu diantaranya sudah berusia kurang lebih 60 tahun, sisanya seumuran Anggara dan satu pemuda berusia sekitar 20 tahun.

"Mau ke mana mas?" tanya pak tua yang sekarang berdiri sembari membenarkan sarung. Rambut pak tua panjang sebahu, warnanya pun sudah hampir putih semua. Di atas kepalanya ada peci hitam yang sengaja dia pasang melintang. Sorot mata pak tua itu seolah sedang mencuriagi maksud kedatangan Anggara di malam yang sudah sangat ini.

"Mau ke ...." Anggara binggung menjawabnya.

"Jangan-jangan kamu punya niat jahat ya." cecar laki-laki yang usianya hampir sama dengan Anggara. Tubuh tinggi besar, lengan bertato, dan telinga kanan menggunakan anting berwarna hitam. Warga sini memanggilnya Gentong, karena badanya yang besar.

"Iya, apa yang mau kamu lakukan?" tanya laki-laki berbaju putih yang usianya terlihat lebih muda.

"Malam-malam gini, kalau nggak ngintipin orang ya mau mencuri. Ya kan? " tuduh laki-laki yang satunya sambil mendekat ke arah Anggara. Telunjuknya mulai menekan dan mendorong dada Anggara. Sorot mata laki-laki itu tajam seperti menembus dinding retina.

"Saya mau ke rumah Popy, " jawab Anggara dengan berani.

"Popy siapa? disini tidak ada warga yang namanya Popy." celoteh Gery.

"Popy yang ini," tunjuk Anggara.

Anggara dengan terpaksa menunjukan foto Popy di galery ponselnya.

"Oh, si Sekar," ujar laki-laki yang terlihat paling muda itu.

"Eh, iya Sekar namanya saya lupa. " pungkas Anggara yang senyumnya sekarang sirna.

"Alasan, mana ada lupa sama nama orang yang ingin di kunjungin." tuduh Gery tak percaya.

"Beneran, soalnya kalau di kampus di panggilnya Popy." kata Anggara yang mencoba meyakinkan.

"Oh, jadi kamu teman kuliahnya Popy?" Gery memindai penampilan Anggara dari atas ke bawah.

"Benar, dia seperti anak kuliahan." batin Gery.

"Mau apa kamu malam-malam ketemu anak saya." tanya pria tua itu sambil melipat kedua tanganya ke depan.

"Saya mau menjemput istri saya pak, ini orangnya." jawab Anggara yang menyerahkan ponselnya kepada pria tua itu.

"Loh, ini kan perempuan yang tadi ada di rumahmu Bah," cetus Gery .

"Eh, iya juga ya ," kata pria tua yang biasa di panggil Abah itu mengiyakan.

"Ya sudah ayo kerumah." ajak Abah.

Anggara berjalan di samping Abah yang mengaku Ayahnya Popy. Benar atau tidak Anggara sendiri masih ragu karena wajah mereka berdua tidak mirip sama sekali. Mereka menelusuri setapak panjang ditengah hutan bambu yang gelap .

Hanya berbekal lampu senter yang di pegang Abah, mereka berhasil melewati jalan itu. Nyanyian hutan bambu dan suara jangkrik yang saling bersahutan membuat bulu kuduk Anggara merinding. Ragu, langkah kakinya semakin berat. Setelah beberapa melangkah Anggara di suguhkan dengan deretan rumah warga yang masih berdinding kayu. Rumah-rumah itu mempunyai halaman yang cukup luas, beberapa diantaranya juga memeliha kambing.

Sebuah bangunan bernuansa biru laut itu cukup mencuri perhatian Anggara. Halaman depan yang luas, kandang ayam yang berjejer rapih di samping rumah dan pohon jambu yang mulai berbunga membuatnya yakin bahwa itu adalah rumah Popy. Pasalnya Popy pernah bercerita bahwa Ayahnya adalah penjual Ayam yang paling terkenal di daerahnya. Pantas saja, rumah Popy sudah memakai dinding bata merah . Ayahnya orang hebat, penguasaha juga rupanya.

"Popy, Pop , ini ada temenya," Abah masuk kedalam ruang tengah menyibakan gorden merah bergambar bebek itu.

" Iya bah, ada apa?" Popy keluar dari kamarnya dan berpapasan langsung dengan Anggara yang dari tadi sudah mengekori si tuan rumah.

"Eh, Tu ..., Anggara " tenggorokan Popy tercekat takut ketahuan Ayahnya.

"Kenapa anda bisa sampai sini? bukanya and menyuruh saya untuk menjaga nona Lyana?" bisik Popy ketika Abah masuk ke dalam bilik. Sepertinya sedang mengambil air untuk menyambut tamu tak diundang ini.

"Mana Lyana? saya ingin menjemputnya pulang." Anggara membisikan jawabanya juga. Sejurus dengan itu sebuah pintu kamar terbuka. Lyana keluar setelah mendegar suara Anggara, tanpa berkata apapun melewati Anggara.

"Kamar mandinya sebelah mana Pop?" tanya Lyana kepada Popy tanpa menoleh ke arah Anggara. Hatinya belum siap mendengar apapun sekarang. Luka itu masih basah, hati Lyana mulai ragu untuk melanjutkan pernikahanya lagi dengan Anggara.

"Ly," panggil Anggara.

"Ly, lihat aku," dengan suara lembut, Anggara menyentuh bahu Lyana.

"Lepasin kak," tolak Lyana.

Saat ini Lyana merasa Anggara sudah tak ada artinya lagi. Sentuhan tangan Anggara membuat Lyana jijik, dia mengibaskan bekas sentuhan Anggara dan berlalu meninggalkan laki-laki itu yang terperanjat akan perlakuan Lyana.

"Ly, aku mau bicara penting. "Anggara menyusul Lyana ke belakang. Sementara yang dia ajak ngobrol cuma terdiam menatap sendu wajah tampan Anggara.

"Kak gara kenapa pipinya?" batin Lyana. Dia ingin tahu kenapa wajahnya bisa seperti itu.

"Ly," panggil Anggara lagi.

"Ly, lihat aku." pinta Anggara.

Perempuan yang masih menggunakan piyama rumah sakit itu terdiam. Panggilan Anggara itu berhasil dia abaikan ketika langkah kakinya semakin dekat dengan kamar mandi.

.

.

.

.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!