Fuan, seorang jenderal perempuan legendaris di dunia modern, tewas dalam ledakan yang dirancang oleh orang kepercayaannya. Bukannya masuk akhirat, jiwanya terlempar ke dunia lain—dunia para kultivator. Ia bangkit dalam tubuh Fa Niangli, permaisuri yang dibenci, dijauhi, dan dihina karena tubuhnya gemuk dan tak berguna. Setelah diracun dan dibuang ke danau, tubuh Fa Niangli mati... dan saat itulah Fuan mengambil alih. Tapi yang tak diketahui semua orang—tubuh itu menyimpan kekuatan langit dan darah klan kuno! Dan Fuan tidak pernah tahu caranya kalah...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13– Strategi, Salah Kostum, dan Keberangkatan
Malam sebelum keberangkatan menuju Puncak Seribu Bayang, suasana Lembah Langit Tertinggi berubah. Aula utama dipenuhi oleh murid baru dan lama. Suasana yang biasanya santai kini dipenuhi aura serius.
Di tengah aula, Fa Niangli duduk di kursi kayu ukir bersimbol naga dan awan. Di sebelah kirinya, Fa Jinhai, dan di sebelah kanan, Li Shenyuan. Di hadapan mereka, para tetua dan murid berdiri dalam lingkaran formasi rapat.
---
Rapat Strategi Dimulai... Salah Kostum Dulu
Tong Lian masuk dengan jubah merah terang penuh payet dan topi bulu, membawa nampan berisi teh.
Seluruh ruangan hening. Semua menatap.
Fa Niangli mengangkat alis. “Tong Lian, kau tahu ini rapat strategi, bukan pesta kostum, kan?”
Tong Lian berkedip. “Lho? Tapi Yuyu bilang pakai ‘pakaian resmi terbaik’. Ini pakaian pesta musim semi keluarga kakekku!”
Zhu Feng menutup wajah dengan tangan.
Mo Qingluan hanya berkata lirih, “Xiao Kuai menolak melihatmu…”
---
Setelah Tong Lian berganti baju ke jubah sekte biasa (masih ada payet sedikit di lengan), Fa Niangli membuka rapat dengan memanggil gambar peta Puncak Seribu Bayang di udara menggunakan formasi proyeksi.
“Tempat ini dulunya adalah situs latihan para murid tingkat tinggi. Tapi sekarang dikuasai Sekte Bayangan Surga. Kita tidak datang untuk menyerang, hanya untuk membuktikan siapa yang sah.”
Yu Lianzhu menunjuk jalur dari sisi timur. “Aku dan beberapa murid lama akan menjaga perimeter dari atas awan. Jika mereka mencoba licik, kita siap.”
Tuan Lu menambahkan, “Aku sudah membuat delapan jenis jebakan spiritual kecil—tidak mematikan, tapi bikin mereka gatal-gatal dan bicara bahasa hewan selama satu jam.”
Mo Qingluan: “...Kenapa itu terdengar seperti hukuman dari kakekku yang suka bercanda?”
Tuan Lu tersenyum bangga. “Karena itu hukuman dari aku untuk murid-murid yang dulu malas!”
---
Sore hari, Fa Niangli duduk di taman belakang lembah. Li Shenyuan mendekat diam-diam dan duduk di bangku batu di sampingnya.
“Aku pernah melihat sekte ini berjaya... dan kemudian runtuh,” ujarnya. “Tapi entah mengapa, melihatmu sekarang... rasanya berbeda. Kau bukan hanya ingin sekte ini bangkit. Kau ingin sekte ini punya jiwa.”
Fa Niangli menatap langit. “Karena aku tahu rasanya menjadi tak dianggap.
Aku ingin sekte ini jadi tempat untuk semua orang yang ditolak dunia.”
Li Shenyuan menatapnya lama, lalu mengangguk. “Aku ikut bukan karena statusmu. Tapi karena visi itu.”
---
Keberangkatan
Esok paginya, di halaman utama lembah, puluhan murid bersiap. Formasi terbang dibuka, dan lima kapal spiritual melayang rendah menunggu penumpang.
Fa Niangli mengenakan jubah perak bergaris biru langit. Rambutnya ditata rapi, dan di dadanya tergantung simbol sekte berbentuk bulan dan naga melingkar.
Tong Lian mengecek perbekalan. “Roti? Cek. Air? Cek. Bumbu dapur? Cek. Obat diare? …Cek?”
Mo Qingluan menatapnya heran. “Kenapa itu masuk daftar?”
“Aku trauma pengalaman pertama ikut Guru ke pasar. Ingat sup jamur?”
Zhu Feng mengangkat tas raksasa di punggungnya. “Ayo, biar langit tahu… Sekte Langit Tertinggi kembali.”
---
Perjalanan Dimulai
Lima kapal spiritual mengudara, meninggalkan lembah
Dari kejauhan, sekelompok burung roh mengikuti mereka.
Dan dari salah satu awan, seorang pemuda berjubah abu-abu—anggota Sekte Bayangan Surga—mengamati.
“Jadi... kalian datang juga,” gumamnya. “Mari kita lihat, apakah nama Langit Tertinggi masih pantas disandang.”
Langit pagi mendung ketika lima kapal spiritual mendarat di kaki Puncak Seribu Bayang, sebuah gunung tinggi dengan formasi kabut gelap menggantung di puncaknya. Di sekeliling mereka, tanah bergetar pelan, seolah tempat itu memiliki denyut sendiri.
Fa Niangli turun pertama. Di belakangnya, Li Shenyuan, Yu Lianzhu, Zhu Feng, Mo Qingluan, Tong Lian, dan para murid lainnya berdiri dalam formasi penuh hormat.
“Tempat ini…” ujar Fa Niangli pelan, “dulu adalah altar pengakuan warisan Sekte Langit Tertinggi. Tapi kini sudah ternoda oleh bayangan.”
---
Di atas tangga batu yang mengarah ke altar utama, belasan orang berjubah abu-abu berdiri. Di tengah mereka, seorang pria tinggi dengan wajah tajam dan mata perak menyipit saat melihat Fa Niangli.
“Jadi kau... gadis lemah yang mengaku pewaris?” suaranya datar, tapi penuh sindiran.
Li Shenyuan melangkah maju. “Tuan Yao Heng, bahkan jika kau menolak mengakui pemimpin baru ini, jangan merendahkan simbol sekte yang sama pernah membesarkanmu.”
Yao Heng menyeringai. “Aku tak merendahkan simbol. Aku hanya tidak ingin melihat simbol itu jatuh ke tangan orang yang bahkan... tak punya darah pendiri.”
Fa Niangli menatap langsung ke arah Yao Heng. “Kalau kau pikir aku akan membuktikan diriku dengan amarah dan adu kekuatan... sayangnya kau datang ke tempat yang salah.”
Tiba-tiba, dari balik altar, muncul Patung Batu Langit—relik kuno yang digunakan di masa lalu untuk menguji siapa yang pantas memegang gelar Pemimpin Sekte Langit Tertinggi.
“Jika kau benar pewaris,” ujar seorang tetua dari Sekte Bayangan, “maka patung ini akan merespons. Tapi jika tidak... maka kau akan dipatahkan oleh penolakan langit.”
Para murid Sekte Langit Tertinggi mundur dengan waspada.
Mo Qingluan menggenggam Xiao Kuai yang kini berdiri kaku. “Guru... yakin mau melakukannya?”
Fa Niangli tersenyum. “Langit yang mengenal siapa aku. Bukan mereka.”
Langkah Fa Niangli ringan namun tegas saat ia menaiki anak tangga menuju patung batu.
“Jangan lakukan itu!” seru Yao Heng. “Jika kau bukan pewaris, patung itu bisa menghancurkan inti spiritualmu!”
Fa Niangli hanya menjawab, “Kalau aku mundur karena takut... aku tidak pantas memimpin siapa pun.”
Ia menyentuhkan telapak tangannya ke permukaan patung.
Sejenak... tidak terjadi apa-apa.
Lalu…
BOOM.
Angin spiritual menghempas altar. Cahaya biru keemasan menyala dari seluruh tubuh Fa Niangli, lalu menyelimuti patung. Simbol naga putih dan bulan muncul jelas di dada patung—dan perlahan... patung itu menunduk hormat.
Li Shenyuan menunduk penuh takzim.
Yu Lianzhu menatap dalam diam, lalu meletakkan pedangnya di dada.
Zhu Feng berbisik, “Dia benar-benar... penerus kita.”
Yao Heng mundur satu langkah. “T-Tidak mungkin...! Dia—bagaimana bisa?” serunya tidak terima tapi Langit tiba-tiba terbuka, dan dari awan turun cahaya seperti hujan lembut. Dari dalam langit, terdengar suara samar:
"Pewaris yang bukan darah tapi mengangkat nama. Pantas dan suci.
Dialah penerus sejati."
Semua yang hadir terdiam. Bahkan para murid Sekte Bayangan Surga menunduk—beberapa dari mereka mulai berlutut.
Yao Heng menggertakkan gigi. “Aku tidak akan menerima ini.”
Tong Lian maju dengan percaya diri. “Mau terima atau tidak, fakta tetap fakta. Langit aja udah ngakuin, masa kamu nggak malu?”
Zhu Feng menepuk bahu Tong Lian. “Pintar juga kamu hari ini.”
Fa Niangli berdiri tegak di depan semua orang. “Aku tidak ingin memerintah dengan ketakutan. Aku ingin membangun kembali dengan kepercayaan,” ucapnya lantang. “Mereka yang ingin menjadi bagian dari keluarga Langit Tertinggi... pintu lembah terbuka. Mereka yang ingin memperebutkan warisan... silakan pergi. Tapi jangan menyesal.”
Para tetua Sekte Bayangan Surga saling berpandangan. Beberapa dari mereka mulai mundur, termasuk sebagian murid muda.
Yao Heng masih berdiri dengan penuh kebencian... namun ia tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Malamnya, saat semua kembali ke kapal spiritual, Fa Niangli duduk di dek atas memandangi langit malam.
Mo Qingluan duduk di sampingnya, Xiao Kuai meringkuk di pangkuannya. “Guru... aku bangga.”
Fa Niangli tersenyum. “Aku bukan siapa-siapa tanpa kalian.”
Zhu Feng datang sambil membawa panci sup. “Ayo makan, sebelum Tong Lian nyemil semuanya lagi.”
“Sudah terlambat!” seru Tong Lian dari belakang sambil menyembunyikan roti.
Dan malam itu... Sekte Langit Tertinggi resmi diakui dunia—bukan hanya oleh langit, tapi oleh semua yang menyaksikan cahaya keadilan yang tak bisa disangkal.
Bersambung