Di tengah derasnya hujan di sebuah taman kota, Alana berteduh di bawah sebuah gazebo tua. Hujan bukanlah hal yang asing baginya—setiap tetesnya seolah membawa kenangan akan masa lalunya yang pahit. Namun, hari itu, hujan membawa seseorang yang tak terduga.
Arka, pria dengan senyum hangat dan mata yang teduh, kebetulan berteduh di tempat yang sama. Percakapan ringan di antara derai hujan perlahan membuka kisah hidup mereka. Nayla yang masih terjebak dalam bayang-bayang cinta lamanya, dan Arka yang ternyata juga menyimpan luka hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rindi Tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 14
Cinta di Bawah Hujan
Setelah pertemuan di galeri seni itu, hati Nayla terasa semakin rapuh. Ia berusaha menenangkan diri dengan meyakinkan bahwa Arka memang tidak berniat menyakitinya. Namun rasa cemburu yang membara di dalam dadanya sulit dibendung.
Malam itu, Nayla menuliskan isi hatinya dalam sebuah jurnal.
"Mengapa selalu ada Karin di antara aku dan Arka? Aku ingin percaya padanya, tapi setiap kali aku mencoba, sesuatu terjadi dan membuatku kembali ragu. Mungkin aku yang terlalu lemah. Atau mungkin cinta kami memang diuji dengan cara yang paling kejam—dengan bayangan masa lalu."
Keesokan harinya, Arka benar-benar menepati janjinya. Ia menghubungi Karin dan memintanya bertemu di sebuah kafe. Nayla tidak ikut, tapi Arka menceritakan semuanya pada malam harinya.
“Aku udah ngomong ke Karin,” kata Arka dengan nada serius. “Aku jelasin kalau kamu yang sekarang paling penting buat aku. Aku minta dia jangan bikin kamu merasa tersisih lagi. Karin ngerti, Nay. Dia bahkan minta maaf kalau selama ini kehadirannya bikin hubungan kita goyah.”
Nayla terdiam lama. Di satu sisi ia merasa lega, tapi di sisi lain hatinya masih terasa sakit. “Kamu yakin dia bakal berhenti ada di antara kita?” tanyanya ragu.
Arka menggenggam tangan Nayla erat. “Aku yakin. Karena aku juga akan jaga jarak. Aku nggak mau kehilangan kamu lagi.”
Beberapa minggu kemudian, hubungan mereka mulai membaik. Arka semakin sering melibatkan Nayla dalam kesehariannya. Mereka kembali menghabiskan waktu bersama—menonton film, makan malam sederhana, bahkan sekadar berjalan-jalan di bawah rintik hujan sambil berbagi payung.
Namun, ujian belum berakhir. Suatu hari Nayla mendapat pesan tak terduga dari nomor yang tidak dikenal. Isinya hanya singkat:
"Kamu yakin Arka jujur? Dia masih sering ketemu aku tanpa sepengetahuanmu."
Nayla membeku. Nomor itu jelas bukan nomor Arka, tapi ia menduga kuat pesan itu berasal dari Karin. Meski tidak ada bukti, hatinya langsung dipenuhi rasa curiga. Ia menatap layar ponsel dengan tangan gemetar, bimbang apakah harus mempercayai pesan itu atau tidak.
Hari itu, Nayla memilih diam. Ia tidak langsung menanyakan pada Arka. Namun malamnya, saat Arka mengatakan ia pulang agak larut karena ada rapat mendadak, benih keraguan itu tumbuh semakin besar. Nayla mulai bertanya-tanya: Benarkah ini rapat? Atau alasan lain untuk bertemu Karin?
Hujan deras turun malam itu. Nayla duduk di dekat jendela kamarnya, menatap jalanan basah yang lengang. Suara hujan yang biasanya menenangkan, kali ini justru menambah sesak di dadanya.
Esoknya, Nayla memberanikan diri untuk mencari tahu. Ia sengaja datang ke kantor Arka tanpa memberi kabar. Namun yang membuat hatinya hancur adalah ketika ia melihat Arka keluar dari sebuah restoran tak jauh dari sana—dan lagi-lagi, bersama Karin.
Nayla tidak ingin gegabah. Ia menunggu hingga Arka berjalan pergi lebih dulu, lalu ia mendekati restoran itu. Seorang pelayan mengenali Arka dan berkata, “Oh, Pak Arka sering datang ke sini. Biasanya sama rekannya, Mbak Karin.”
Hati Nayla seolah diremas. Semua janji, semua kata-kata indah Arka seakan runtuh begitu saja. Air matanya hampir jatuh, tapi ia menahannya. Ia ingin mendengar penjelasan langsung, meski hatinya sudah hampir yakin jawabannya akan mengecewakan.
Malam itu, Nayla menunggu Arka di taman. Hujan kembali turun, seakan menjadi saksi setia dari setiap luka yang mereka lalui. Saat Arka datang dengan wajah kelelahan, Nayla langsung menatapnya dengan mata basah.
“Ark, aku lihat kamu sama Karin lagi tadi siang.” Suaranya gemetar, hampir tak terdengar.
Arka terdiam. Hujan deras membasahi tubuh mereka, tapi tidak ada yang bergeser dari tempatnya. “Nay… aku bisa jelasin.”
“Berapa kali lagi kamu mau bilang begitu?” Nayla memotong dengan suara bergetar. “Berapa kali lagi kamu mau bikin aku percaya, lalu aku harus kecewa lagi? Katanya kamu sudah ngomong ke Karin. Katanya kamu sudah jaga jarak. Nyatanya?”
Arka menunduk, wajahnya penuh rasa bersalah. “Aku ketemu dia bukan karena aku mau, Nay. Ada urusan kerja yang memang harus aku selesaikan sama dia. Aku nggak bisa menghindar. Aku salah karena nggak cerita, aku tahu itu. Tapi aku janji, nggak ada apa-apa di antara aku dan Karin.”
Nayla menatapnya lama, air matanya bercampur dengan hujan yang membasahi wajahnya. “Ark, aku capek. Aku capek harus selalu percaya pada janji-janji yang nggak pernah kamu tepati.”
Untuk pertama kalinya, Arka kehilangan kata-kata. Ia hanya berdiri diam, menatap perempuan yang ia cintai itu dengan mata penuh penyesalan. Hujan turun semakin deras, seakan ikut menegaskan bahwa badai dalam hubungan mereka belum juga mereda.
Dan di sanalah Nayla berdiri, di bawah hujan yang dingin, bertanya-tanya dalam hatinya: Apakah cinta ini masih bisa diselamatkan? Atau hujan kali ini akan benar-benar menghapus jejak kebersamaan mereka?