NovelToon NovelToon
CARA YANG SALAH

CARA YANG SALAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Playboy / Selingkuh / Cinta Terlarang / Romansa
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: syahri musdalipah tarigan

**(anak kecil di larang mampir)**

Di tengah kepedihan yang membungkus hidupnya, Nadra mulai menjalani hari-hari barunya. Tak disangka, di balik luka, ia justru dipertemukan dengan tiga pria yang perlahan mengisi ruang kosong dalam hidupnya.

Arven, teman kerja yang selalu ada dan diam-diam mencintainya. Agra, pria dewasa berusia 40 tahun yang bersikap lembut, dewasa, dan penuh perhatian. Seorang duda yang rupanya menyimpan trauma masa lalu.

Dan Nayaka, adik Agra, pria dewasa dengan kepribadian yang unik dan sulit ditebak. Kadang terlihat seperti anak-anak, tapi menyimpan luka dan rasa yang dalam.

Seiring berjalannya waktu, kedekatan antara Nadra dan ketiga pria itu berubah menjadi lingkaran rumit perasaan. Mereka saling bersaing, saling cemburu, saling menjaga namun, hati Nadra hanya condong pada satu orang: Agra.

Keputusan Nadra mengejutkan semuanya. Terutama bagi Nayaka, yang merasa dikhianati oleh dua orang terdekatnya, kakaknya sendiri dan wanita yang ia cintai diam-diam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syahri musdalipah tarigan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13. Dua Minggu berlalu

Sudah dua minggu berlalu sejak kepergian kedua orang tuanya. Luka itu belum sembuh, namun waktu tak memberi kesempatan untuk terus menangis.

Pagi itu, Nadra berdiri di depan pintu rumahnya. Ransel kecil tergantung di bahunya. Tangannya yang gemetar menggenggam kunci, tapi matanya tak lepas menatap rumah mungil yang kini terasa sangat sunyi.

"Ibu, aku pergi kerja dulu," gumamnya lirih, hampir tak terdengar oleh angin sekalipun.

Ia menunduk, memejamkan mata sejenak sebelum akhirnya memutar kunci dan mengunci pintu dengan pelan. Tak ada lagi suara Ibu yang menyahut dari dapur. Tak ada suara panci beradu atau aroma sarapan pagi yang biasanya menyambutnya.

Langkah kakinya berat. Jalanan siang menjelang sore itu tak terlalu ramai, tapi baginya seolah dunia berjalan pelan. Nadra hanya menatap lurus ke depan, wajahnya kosong, tatapannya redup. Bahkan bunyi klakson dan suara obrolan pejalan kaki tak mampu membangunkan pikirannya yang sedang terperangkap dalam kenangan.

Sesampainya di depan kafe, Nadra membuka pintu tanpa ekspresi. Angin sejuk dari pendingin ruangan menyambutnya, disusul aroma kopi yang biasanya membuatnya semangat. Tapi tidak hari ini.

"Nadra," sapa Arven dari balik meja bar. "Selamat sore."

Namun Nadra tak menyahut. Ia hanya berjalan lurus menuju ruang loker, tanpa sedikit pun menoleh. Arven mengerutkan dahi, tatapannya mengikuti gadis itu yang kini menghilang di balik pintu.

Arven menghampiri Nadra yang sedang berdiri terpaku di depan loker. Suasana ruang ganti terasa hening, hanya terdengar suara mesin kopi dari kejauhan.

"Dra, apa kamu baik-baik saja?" tanya Arven pelan, penuh cemas.

Nadra menoleh sekilas, mencoba tersenyum meski itu tak sampai ke matanya. Ia hanya mengangguk pelan, lalu kembali membuka loker dan meletakkan tasnya tanpa berkata-kata.

Arven menatapnya lekat-lekat, lalu perlahan mengangkat tangan dan menempelkan punggung tangannya ke dahi Nadra.

"Kamu nggak demam, tapi kenapa kamu kelihatan nggak punya semangat, ya?"

Nadra menghela napas pendek, menutup loker pelan. "Aku cuma sedang menjalani sisa hidupku."

Kalimat itu membuat dada Arven terasa sesak. Ia segera memegang kedua lengan Nadra. "Jangan begini, Nadra," ujarnya pelan. "Jangan buat Ibumu bersedih dari sana."

Tubuh Nadra membeku seketika. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Kamu pernah bilang, kamu mau bahagiain Ibu. Walaupun sekarang dia udah nggak ada, kamu masih bisa mewujudkan janjimu. Hidupmu belum selesai, Dra, jangan menyerah."

Air mata Nadra akhirnya jatuh, satu per satu, membasahi pipinya yang pucat.

Arven melanjutkan, suaranya lirih, namun mantap. "Aku yakin, suatu hari nanti akan ada orang yang bisa membuat kamu nyaman. Bukan untuk menggantikan Ibumu, tapi untuk menjaga hatimu tetap hangat."

Nadra mengangguk pelan, lalu dengan sedikit usaha, ia mengangkat kepalanya. Senyum manis muncul di wajahnya, meski masih basah oleh air mata yang belum sempat mengering.

Arven menatap wajah itu dengan lembut, lalu mengulurkan tangannya, menghapus air mata di pipi Nadra perlahan.

"Nah, begini kan jadi bagus," ujarnya sambil tersenyum. "Kalau wajah kamu ceria lagi, semua pelanggan yang datang ke kafe juga pasti ikutan ceria."

Nadra menunduk sesaat, malu. Tapi senyum itu masih tetap bertahan. "Terima kasih, Arven."

Arven mengangguk. "Sama-sama." Ia mundur satu langkah, bersandar sebentar di sisi loker, lalu berkata sambil mengedipkan mata, "Aku ke dapur dulu, ya. Tapi nanti setelah kamu selesai ganti baju, kamu nyusul ke dapur, oke?"

"Kenapa?" tanya Nadra heran.

Arven menyeringai kecil, "Rahasia. Aku ada kejutan buat kamu."

Nadra mendengus pelan, lalu tertawa singkat, hangat. "Oke, aku akan nyusul nanti,"

Arven pun berbalik, berjalan santai menuju pintu dapur. Nadra memandangi punggung Arven yang menghilang di balik pintu. Untuk pertama kalinya setelah berminggu-minggu, hatinya terasa sedikit ringan.

Ia mengusap pipinya sekali lagi, menarik napas panjang, dan mulai mengambil seragam kerjanya dari dalam loker. Dalam diam, Nadra berbisik dalam hati.

"Bu. Aku janji akan terus belajar kuat, meski aku nggak tahu nanti akan seperti apa. Tapi hari ini, aku mulai janji lagi."

🧑‍🍳🧑‍🍳🧑‍🍳

Kini Nadra sudah berada di dapur. Aroma sedap menyambut hidungnya begitu ia membuka pintu. Langkah kakinya masih ragu, tapi ia terus maju. Kehadirannya langsung disambut senyum hangat dari Arven yang sedang berdiri di depan meja saji.

"Eh, Dra! Ke sini," panggil Arven sambil melambai pelan. "Aku pingin kamu jadi orang pertama yang nyicipi resep baru masakanku. Aku nyebutnya Choco Dream Melt."

Nadra tersenyum samar, lalu melangkah pelan, berdiri tepat di samping Arven yang tampak bangga dengan olahan penutup buatannya itu. Di atas piring putih bersih, terlihat sebuah dessert cantik berbentuk setengah bulat, ditaburi bubuk cokelat dan siraman saus karamel tipis.

"Ini kayak cokelat meleleh, tapi aku pakai bahan rahasia," ujar Arven antusias, "Coba deh, kamu harus yang pertama nyicipi."

Nadra mengambil sendok kecil yang disodorkan Arven, lalu perlahan mencicipi. Begitu rasa lembut cokelat dan manis karamel menyentuh lidahnya, bola mata Nadra membulat.

"Enak, kan?" tanya Arven penuh harap.

Nadra mengangguk cepat. "Banget. Ini lembut. Manisnya nggak lebay, terus hangat gitu di mulut." Nadra tersenyum lebih lebar dari sebelumnya, bahkan terlihat matanya sedikit berbinar.

Arven tersenyum lega. "Yesss, akhirnya dapet juga ekspresi itu. Senyum kamu, Nadra. Itu kejutan terbaik hari ini."

Nadra menunduk malu. "Terima kasih. Aku pikir hari ini bakal lewat kayak hari kemarin, sepi, dingin, tanpa arah. Tapi kamu bikin pagi ini beda."

Arven mengangkat bahu santai, "Kamu temanku, Nadra. Dan kalau aku bisa bikin kamu lupa sedetik aja dari semua kesedihan, itu udah cukup buat aku."

Meski bibir Arven berkata bahwa Nadra hanyalah temannya, namun jauh di dalam hatinya, gadis itu adalah satu-satunya warna dalam hari-harinya yang biasanya kelabu dan membosankan. Nadra, dengan kepolosan dan luka yang tersembunyi di balik senyumnya, telah mengubah cara Arven memandang hidup.

Arven mencuri-curi pandang ke arah Nadra yang kini masih mencicipi sisa Choco Dream Melt di ujung sendok kecilnya, sambil sesekali tersenyum pelan. Senyum itu meski kecil terasa seperti cahaya pertama di pagi hari setelah malam yang panjang.

Namun, di sisi lain kafe, tepat di meja barista, sepasang mata memandangi Nadra dengan tajam dan sinis. Wanita itu, dengan rambut disasak rapi, mengenakan seragam kafe yang sama, namun aura yang terpancar darinya jelas berbeda. Wajahnya anggun, tapi tatapannya penuh bara.

Cynthia menyesap kopinya dengan pelan, lalu meletakkan cangkir itu sedikit keras dimeja. Ia memperhatikan kedekatan Nadra dan Arven seperti menelan racun perlahan. Tangannya mengepal di atas celemek yang dipakainya.

...Bersambung.......

...Jangan Lupa untuk dukung karya baru aku juga, ya 👇👇👇...

1
Elisabeth Ratna Susanti
top
Days
Daripada kau, celap celup sana sini. Sama perempuan.
Days
Benar, nanti Nadra jadi benci. Lihat Arven, ia sudah mengenal Nadra dari masih bocil, sampek remaja. Eh, gitu jadi remaja cantik. Nadra malah milih Agra, dan Arven tidak marah. Padahal Arven bisa saja kasar kepada Nadra, mengingat orang tuanya adalah Bos Narkoboy.
Days
Ini namanya obsesi, Nay. Kasihan nadra
Days
Demi bisnis, perasaan seorang anak digadaikan
Days
Pantas Agra sudah mempersiapkan diri untuk keluar dari keluarga besar Wiratama. Ternyata pilihan orang tuanya berkelas. Pernikahan politik
Days
Kok aku yang deg deg an, ya
Days
mewah sekali. Apakah nadra akan diterima di sini?
Days
ternyata keluarga Nadra dulu, keluarga cemara
Days
mantab
Days
Tunggu tunggu, sudah pacaran kenapa panggilannya masih 'kamu', 'Om Agra?'. Kasih panggilan yang mesra dong, thor.
Days
harus itu, namanya laki² dewasa yang uda banyak pengalaman.
Days
Persiapannya matang sekali. Apakah nanti Agra bakal kuliahi Nadra juga?
Days
Ngambek
Days
Alasan yang sudah sering di pakek. Agra, kamu jangan macam², ya
Days
Sukses selalu untuk pria sabar, dewasa, peka, dan plus plus lainnya.
Days
Nayaka, kamu ini ada ada aja. Nadra baru kasmaran udah di suruh jauh. Ya, mana mungkin/Facepalm/
Days
Maen layang layang, ndra, sama maen kuaci
Days
Kalau cuma duda, itu bukan masa lalu yang buruk. Dan lagian, yang menyalah itu istrimu, bukan kau, Gra
Days
Jelaskan, apalagi. Arven sudah pergi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!