Gwen, seorang pembunuh bayaran kelas kakap, meregang nyawa di tangan sahabatnya sendiri. Takdir membawanya bertransmigrasi ke tubuh Melody, seorang istri yang dipandang rendah dan lemah oleh keluarga suaminya. Parahnya, Melody bukan meninggal biasa, melainkan korban pembunuhan di tangan salah satu anggota keluarga.
Bersemayam dalam tubuh barunya, Gwen bersumpah akan membalas semua derita Melody dan membuat suaminya tunduk padanya. Saat ia mulai menelusuri kebenaran di kediaman utama keluarga suaminya, satu per satu rahasia mengejutkan terbongkar. Dendam juga menyeret sahabat lamanya yang telah mengkhianati dirinya.
Ketika semua pembalasan tuntas, Gwen menemukan kebenaran yang mengguncang tentang suaminya. Marah, namun pada akhirnya ia harus mengakui, cinta telah mengalahkannya. Merasa suaminya tak mencintainya, Gwen memilih ingin menyerah, akankah dia benar-benar melepaskan segalanya? Apakah ia akan berakhir bahagia?
Penasaran?! Yuk baca👆👆
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queen_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Senjata makan tuan
...Selamat Membaca...
.......
.......
Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang. Dan Melody? Ia tetap di sini. Berada di ruangan Damian, menemani pria itu yang sibuk dan fokus pada kertas-kertas di atas mejanya. Tak sekali pun Damian melihat atau memperhatikannya sedari tadi. Kesal? Jangan di tanya. Rasanya Melody ingin berteriak sangking kesalnya.
Berulang kali Melody berdecak. Kadang aja juga berdehem atau pura-pura batuk untuk menarik perhatian Damian.
"Bagaimana bisa dia mengabaikan ku seperti ini?"
Melody duduk di sofa panjang yang berada di ruangan Damian. Menatap kesal pada pria itu yang tak juga selesai.
"Dami, apa masih lama?"
Damian hanya menoleh lalu kembali fokus pada berkasnya.
Melody mendengus, "Sepertinya dia sudah tuli."
Damian dengar? Tentu saja, suara Melody cukup keras hingga Damian dapet mendengarnya. Tapi pria itu tetap fokus pada berkasnya dan tidak peduli sama sekali.
2 menit..
5 menit...
Hingga 10 menit kemudian...
Melody menghela napas kasar. Ia bangkit dan menghampiri meja Damian. Tak segan-segan, Melody menuangkan kopi itu tepat ke atas berkas-berkas yang ada di atas meja. Setelahnya ia tersenyum manis pada Damian seakan tak terjadi apa-apa.
Damian melipat tangannya di dada memperhatikan apa yang dilakukan Istrinya. Seakan tidak peduli, Damian mengumpulkan semua berkas itu dan membuangnya ke tempat sampah.
"Aku mau pulang!"
Tidak ada jawaban dari Damian. Pria itu sibuk membereskan mejanya akibat ulah Melody barusan.
"DAMIAN! AKU MAU PULANG!"
Kegiatan Damian terhenti. Pria itu menatap manik Melody dan menghela nafas pelan. "Tunggu sebentar. Aku harus membereskan kekacauan yang kau perbuat." Terdengar datar, namun tersirat kelembutan di sana.
"Aku mau–"
Cklek
Suara pintu yang dibuka oleh seorang pria. Setelan jas hitam dengan berkas di tangannya. Tubuh atletis dengan wajah datar. Sebelah dua belas dengan Damian. sangat berbanding terbalik dengan Matthew yang terbikang cukup ramah.
Erick, asisten kedua Damian setelah Matthew. Orang kepercayaan Damian. "Tuan, ada beberapa hal yang ingin saya bicarakan. Jadi–"
"Siapa namamu?"
Erick menatap wanita di hadapannya yang memandangnya dengan binar bahagia. "Permisi Nonya, maaf, bisakah anda menyingkir?"
Melody tak menanggapi ucapan pria itu, Melainkan menggandeng lengan pria itu dan menatap Damian tersenyum, "Damian, aku ingin pulang bersamanya."
"Melody!" desis Damian tajam.
Takut? Tidak, Melodi semakin melancarkan aksinya. Sengaja ingin menggoda Damian. Ia semakin memeluk erat lengan Erick. "Aku.ingin.pulang.bersamanya!" tekan Melody.
"Pulanglah maka dia akan mati saat ini juga!" Damian mengeluarkan pistol dari saku jasnya dan mengarahkannya pada Erick.
"Dia atau kau?" Melody menodongkan pistol yang sama yang diambilnya dari balik dress nya.
Wajah terkejut Damian dan Erick tak luput dari perhatiannya. Melody dengan santai menodongkan pistol itu pada Damian.
Keduanya yang saling menodongkan pistol membuat Erick meneguk ludahnya kasar.
"Situasi macam apa ini?"
Perlahan-lahan Erick memilih pergi dari ruangan itu. Meninggalkan Damian dan Melody yang saling menodongkan pistol satu sama lain.
"Letakkan pistolnya!" titah Damian tajam. "Dari mana kau mendapatkannya?!"
"Dari ruang kerjamu," jawab Melody enteng.
"Lepaskan pistolnya!" titah Damian tegas. Matanya melirik tangan Melody yang terlihat cukup ahli memegang pistol. Dia sama sekali tak pernah memegang pistol. Dan sekarang? Dia bahkan terlihat seperti ahlinya.
"Kenapa aku harus menuruti perintahmu? Aku istrimu Damian! Bukan bawahanmu!"
"Melody!"
"Jangan memerintah ku Damian! Aku. Istrimu!" tegas Melody lagi.
Ah inilah salah satu sifat Gwen. Dia benci di perintah dengan alasan tidak jelas.
Damian menyeringai sambil terkekeh kecil. Dia menyimpan kembali pistolnya dan perlahan mendekati Melody yang masih tetap dengan pistolnya.
Melody menatap Damian waspada. Ntah kenapa Aura Damian terasa sangat kuat sekarang. Aura ini? Aku seperti mengenalnya.
Dengan gerakan cepat, Damian menendang pistol dari tangan istrinya dan menarik Melody ke arahnya. sehingga kini posisinya, Damian memeluk Melody dari belakang.
"Sepertinya peringatan yang aku berikan tadi tidak membuatmu takut heem~?"
Bisikan lirih yang terdengar menakutkan bagi Melody. Tentu dia tahu apa yang dimaksud oleh Damian. "K-kau?! Sialan kau Damian! Kau mengancamku?!"
"Bisa dibilang begitu, jadi... kau ingin melakukannya sayang~?"
Melody memberontak. Tapi sialnya tenaganya tak sebanding dengan tenaga Damian yang lebih kuat. Alhasil ia lebih memilih diam.
"Jadi, apa yang kau pilih? Pulang bersamaku? Atau melakukannya?"
Melody mendesis kesal. Tidak ada pilihan yang menguntungkan bagi dirinya. Keduanya sama saja. "Damian~" Melody merubah posisinya. Ia berbalik menghadap Damian, mengalungkan tangannya ke leher suaminya itu. Mengedipkan matanya dengan manja dengan tangan yang meraba-raba dada Damian. Sengaja ingin menggoda Damian berharap pria batu itu luluh.
Damian menaikkan alisnya sebelah. Apa lagi yang akan dilakukan oleh istrinya kali ini? "Apa lagi yang akan kau lakukan Heem?"
Melody mendatarkan wajahnya. Berdecak kesal melipat tangannya di dada. "Aargh sudahlah! Kau menyebalkan!"
Melody menghentakkan kakinya kesal. Kemudian menjauh dari Damian. Namun belum sempat dirinya menyentuh pintu, tubuhnya lebih dulu melayang. "Hei! Hei! Apa yang kau lakukan?! Turunkan aku!"
Teriakan Melody seakan hanya angin lalu. Damian membawa istrinya itu ke dalam kamar yang ada di sana. Kemudian mencampakkan Melody ke atas kasur. Ia membuka jasnya dan melemparkan ke sembarang arah. Smirk tipis muncul di wajahnya melihat Melody yang beringsut mundur. "Kenapa? Kau takut? Bukannya tadi begitu berani menggoda ku heem? Bahkan kau terlihat sangat ahli menggoda pria lain di depan suamimu sendiri!"
"Menjauh! Jangan mendekat!" pekik Melody.
Damian tertawa kecil. Sekarang Melody terlihat seperti anak kucing yang akan dimangsa. Wajahnya yang ketakutan membuat Damian terhibur.
"Jangan mendekat Damian! Atau–"
"Atau apa sayang?" tanya Damian.
Intonasinya berubah. Melody sadar akan hal itu. Suaranya berubah menjadi berat. Kilat gairah sudah muncul di matanya Damian. Oh sial! Kenapa malah aku yang terjebak? Ini nama-Nya senjata makan tuan!"
"Dami–"
Cup
"Kau–"
Cup
Ciuman itu berlanjut menjadi lumatan lembut yang kemudian berubah menjadi sedikit brutal. Melody sampai kewalahan mengimbangi Damian yang sudah dikuasai oleh gairah.
Tubuhnya hanya bisa mengikuti apa yang dilakukan Damian sampai pakaiannya dilepas paksa oleh suaminya itu.
"Sudah saatnya twins memiliki adik Melody~"
.......
.......
Peluh keringat membasahi tubuh keduanya. Melody menjatuhkan tubuhnya di atas Damian. Mereka baru berhenti setelah melakukannya selama hampir delapan jam dari pukul tiga siang.
Damian benar-benar tak memberi ampun padanya. Pria itu terus menggempur nya tanpa henti.
Bagi Gwen, ini adalah yang pertama. Jujur ia merasa pinggangnya akan patah sebentar lagi. Kakinya sudah sangat lemas seperti jelly.
"Aku ingin tidur dami~"
Kekehan kecil terdengar dari bibir Damian, "Kemana sifat pemberani mu itu?"
"Diamlah!"
Damian tak membalas lagi. tangannya terulur mengusap kepala Melody agar istrinya itu tertidur. Dan benar, tak lama dengkuran halus mulai terdengar. Sebenarnya apa yang terjadi Melody? Aku tidak mengenalmu yang sekarang, tapi ....Kau yang sekarang justru membuatku merasakan perasaan itu. Perasaan yang sama, saat dengan dia.
.......
.......