Elara Vienne menyadari dirinya masuk ke dalam novel yang baru-baru ini ia baca. Tapi kenapa justru menjadi tokoh antagonis sampingan? Tokoh yang bahkan tidak bertahan lebih dari lima bab dalam cerita.
Tokoh antagonis ini benar-benar menyedihkan—tidak diakui oleh keluarga aslinya, dibenci oleh netizen, dan bahkan pacarnya direbut oleh sang putri asli.
Ketika bangun dia bahkan sudah kehilangan kesuciannya, sungguh Elara sangat terkejut. tapi kenapa laki-laki ini begitu mencintainya?
Let’s start the story.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ly-Ra?, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Dalam terik matahari yang tidak begitu panas, suasana jalanan kota A tidak begitu macet. Hanya sedikit kendaraan berlalu lintas pada siang hari. Itu mungkin karena para penduduknya sibuk bekerja.
Ditengah gedung pencakar langit, terdapat satu gedung yang bernama Starlight Entertainment. Salah satu perusahaan yang terlibat dalam industri hiburan di kota A.
Starlight Entertainment sudah berkecimpungan di dalam industri hiburan cukup lama, namanya juga dikenal oleh banyak masyarakat di kota A. Prestasi yang didapat perusahaan adalah artis dibawah naungan mereka mendapat penghargaan sebagai peran pendukung terbaik. Dan pemeran utama terbaik dalam film.
Tapi itu sudah beberapa tahun lalu.
"Kenapa kamu meminta ku untuk menghadiri variety show cinta ini? Aku tidak ingin punya skandal!" ucap Alira Adistya dengan raut wajah jijik memandang agennya.
Sebagai artis yang pernah mendapatkan penghargaan artis pendukung terbaik dan pemeran utama terbaik dalam film. Dia tidak menyukai program seperti ini yang menyebabkan banyak spekulasi masyarakat terhadapnya.
Tapi popularitasnya sudah tidak sebaik dulu, jelas Alira adalah artis yang pernah populer pada masanya. Walaupun kali ini tidak terlalu populer setidaknya dia masih punya penggemar setia yang mendukungnya.
Niko Pramudita menghela nafas mendengar artisnya yang menolak dengan marah, dia sudah tahu kepribadiannya seperti apa, dengan hati-hati Niko membujuk, "Jangan marah. perusahaan memiliki investasi di program ini. kita hanya punya satu kuota, perusahaan memberikannya kepadamu. Sepertinya banyak artis terkenal yang diundang dalam acara ini."
Alira mengangkat satu alisnya menatap selidik kearah Niko, "Benarkah? Seberapa persen perusahaan menginvestasikan dana dalam program ini?"
Laki-laki itu melambaikan tangannya dengan malu-malu, "Tidak banyak. Hanya 10% pendapatan perusahaan kita benar-benar sudah menurun."
Artis tersebut tidak berkata-kata apapun, Alira sebagai artis yang diutamakan oleh perusahaan Starlight Entertainment. Jelas sumber daya terbaik harus diberikan kepadanya dulu, entah berapa banyak orang yang iri dibuatnya.
Memikirkan akan ada banyak artis terkenal diundang, dengan enggan Alira menyetujuinya, "Baiklah. Aku setuju, jika popularitas ku tidak naik aku akan menyalahkan mu!" ujar Alira dengan berjalan pergi meninggalkan ruangan dengan angkuh.
Dia tidak peduli dengan agennya sama sekali, lagipula kepribadiannya memang seperti itu. Niko hanya mengusap alis kanannya yang memiliki sedikit bekas luka dengan perasaan getir. Entah apa yang akan dilakukan Alira jika keinginannya tidak terpenuhi kepada dirinya.
Tak! Tak! Tak!
Suara high heels terdengar menggema di lorong perusahaan dengan begitu sombong, para artis yang melihat Alira berjalan angkuh hanya menatap sinis dan segera membuang muka. walaupun mereka membenci kepribadiannya yang suka emosi dan blak-blakan jelas mereka tidak ingin memprovokasi artis ini.
"Alira tunggu," teriak Niko Pramudita dengan mengejar artisnya yang malah berjalan terus, tanpa peduli dengan teriakannya.
Lagipula dengan kaki panjangnya Niko bisa menyusul Alira dengan cepat, laki-laki itu mencekal pergelangan tangan Alira membuat gadis itu akhirnya berhenti.
"Tunggu Alira, rekaman variety show akan dimulai sore ini di villa Amarta, kamu harus bersiap-siap."
Gadis itu melirik kearah agennya membuat dengusan dingin, lalu menarik tangannya secara kasar yang dipegang oleh Niko, "Jangan memegang ku sembarangan! Begitu mendadak? Tidakkah kamu seharusnya menyiapkan semua keperluan ku?"
Sebagai agen dan asistennya, Niko seharusnya memperhatikan hal ini, tapi dia tidak selalu bersama Alira yang dimana memang artisnya ini jarang pergi ke perusahaan. Semua panggilan telepon dan pemberitahuannya di chat tidak dipedulikan oleh Alira.
"Ayo kita pulang ke rumahmu untuk menyiapkan semua keperluan mu oke?" tanya Niko berusaha bersikap lembut dan sabar.
Alira segera menolaknya dengan cepat, "Tidak mau, siang ini aku ada janji temu dengan temanku. Aku tidak punya waktu untuk namanya berkemas-kemas."
Menyetujui untuk berpartisipasi dalam acara ini saja sudah sebuah kebaikan besar bagi seorang Alira. Tapi untuk menyiapkan semua keperluan yang dibutuhkan untuk acara tersebut? Maaf Alira tidak mau.
"Aku yang akan berkemas-kemas untukmu okay? Kamu cukup duduk diam dirumah, ini tidak akan lama. Kamu bisa membuat janji temu lagi lain waktu, kita tidak punya banyak waktu Alira."
Melihatnya begitu cemas dan sedikit menahan rasa amarah, Alira tersenyum mengejek lalu menyetujuinya dengan perasaan enggan. Lagipula membuat agennya seperti ini sudah suatu kesenangan bagi dirinya.
Ya, Alira terkenal dalam menindas Niko yang memiliki identitas sebagai agen dan asistennya.
Itulah kenapa popularitasnya sedikit menurun, karena dia sudah terkenal kejam dan sulit diatur. Tapi setidaknya dia memiliki bakat.
Penghargaan yang didapatkan sudah membuktikan nilai seorang Alira Adistya. Di lingkaran hiburan ini.
**
Jalan menuju kota A sangatlah mulus, tidak ada yang namanya macet ataupun kecelakaan di jalan, lalu ada sebuah mobil putih yang bermerek Toyota Alphard melaju dengan kecepatan sedang. yang sangat menarik perhatian. Karena begitu bersih dan berkilau.
Dalam mobil itu terdapat tiga orang, satu sopir yang dikerjakan khusus oleh Arkan untuk menjaga perjalanan Elara agar tetap aman. dua lainya adalah Fira dan Elara.
"Hoam! Fira kenapa belum sampai? Aku lapar," ucap Elara dengan terbangun dari tidurnya, sambil menguap menatap luar mobil.
Fira yang melihat Elara terbangun dari tidurnya tersenyum tipis, "Ini sudah hampir sampai di kota A, apakah kamu ingin berhenti dulu untuk makan atau minum?" tanya Fira dengan nada lembut.
"Hm, aku ingin buang air kecil," jawab Elara dengan nada lirih.
Mendengar hal itu, Fira lalu meminta sang sopir untuk berhenti di sebuah Kafe yang tidak jauh dari sana, Elara dan Fira memasuki kafe dengan aman, sedangkan sang sopir menunggu dimobil sambil melakukan laporan kepada atasannya.
Kafe Kumiko
Desainnya begitu menggemaskan dan estetik, dengan logo kepala kelinci putih kecil yang diletakkan di atas pintu kayu. yang dimana itu sebagai simbol, diiringi nama Kafe Kumiko.
Setelah disambut pelayan dan memesan tempat, Elara dengan cepat bergegas ke toilet untuk menghilangkan urusannya, lalu Fira mengurus semua pemesanannya makanan dan minuman dengan begitu cakap.
Beberapa menit kemudian
Elara keluar dari bilik toilet dengan perasaan nyaman, dia mencuci tangannya di wastafel dan menatap dirinya di cermin. Masih terlihat cantik seperti biasa.
Brak!
Tiba-tiba pintu toilet terbuka dengan tergesa, seorang pria memakai masker dan hoodie hitam masuk, langkahnya panik. Ia langsung memasuki salah satu bilik toilet. Membuat Elara terkejut.
Tidak lama kemudian terdengar suara berisik diluar toilet wanita, cukup hidup.
"Akh! Kemana dewa kita pergi?"
"Ya ampun belum sempat minta tandatangan!"
"Ayo kita cari di luar kafe, sepertinya dia sudah pergi kesana?"
"Ayo! Aku tidak sabar untuk berfoto dengan bintang film ini."
Kerumunan fans ini lalu meninggalkan area toilet wanita, beruntungnya toilet wanita ini dekat dengan pintu keluar kafe.
"Keluarlah, fans mu sudah pergi," ucap Elara mengingatkan dengan mengelap tangannya.
Bilik toilet itu lalu terbuka, laki-laki itu menghela nafasnya dengan lega karena berhasil lari dari para penggemarnya, "Terimakasih."
Wanita itu melirik pria yang disangka bintang film itu, mata pria itu teduh dan cukup hangat, "Tidak perlu berterimakasih, lagipula dikejar penggemar memang merepotkan."
Elara lalu pergi meninggalkan toilet dengan tidak peduli. Bertemu dengan yang memiliki profesi sama membuat Elara bernostalgia, dulu dia seperti itu juga.
Pria itu juga keluar dari toilet, tidak aman berada di toilet wanita sepanjang hari. Bisa-bisa dia disangka orang cabul! Tapi mengingat wanita yang dalam toilet, dia merasa familiar dengan muka dan sosoknya. Tapi siapa?
Apalagi wanita itu tidak bereaksi apa-apa kepadanya, cukup menarik bukan?
...----------------...