NovelToon NovelToon
Rengganis Larang

Rengganis Larang

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Action / Misteri / Hantu / Roh Supernatural / Fantasi Wanita
Popularitas:928
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Warisan darah. Kutukan leluhur. Perburuan yang tak pernah usai.

Di tengah kabut kelam tanah Pasundan, garis batas antara dunia manusia dan dunia gaib mulai menipis. Makhluk-makhluk yang seharusnya tersegel mulai bermunculan kembali, membawa kutukan, kematian, dan kegilaan. Hanya satu nama yang masih ditakuti oleh mereka yang hidup dalam kegelapan: Rengganis Larang.

Sasmita Wibisana, keturunan terakhir dari pemburu siluman, kini memikul beban warisan berdarah keluarganya. Dengan keris pusaka yang haus jiwa dan senjata api yang diberkahi mantra, ia menyusuri lorong-lorong gelap Nusantara untuk memburu entitas yang tak bisa dilawan manusia biasa. Tapi setiap makhluk yang ia bunuh, semakin dekat pula ia pada satu kebenaran yang telah dikubur berabad-abad: sebuah pengkhianatan di dalam garis darahnya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengorbanan

Langkah kaki Frater Ben berat tapi mantap. Setiap langkahnya menggetarkan lantai kayu rumah yang sudah hampir lapuk. Cahaya merah dari retakan tanah menjilat langit-langit, menciptakan bayangan mengerikan di dinding. Bau daging busuk makin pekat, bercampur dengan bau darah dan tanah kuburan.

Di hadapannya, makhluk itu sudah keluar sepenuhnya dari celah—tingginya lebih dari dua meter, tubuhnya dibungkus kulit manusia yang dijahit kasar dengan kawat tembaga. Punggungnya dipenuhi paku besi, dan dari dadanya mencuat rosario hitam terbalik yang meleleh, meneteskan darah.

“KAU... BERNARDUS. ANAK PENGKHIANAT SALIB...”

Suara makhluk itu menggema dari tiga mulut yang muncul dan menghilang di berbagai bagian tubuhnya. Tidak ada satu pun bentuk wajah manusia yang tersisa. Ini bukan siluman biasa. Ini adalah salah satu Anak Darah, bawahan pribadi Manglayang Merah—makhluk yang hanya dilahirkan dari ritual pemanggilan darah manusia yang dibakar hidup-hidup.

Frater Ben tidak gentar. Ia menggenggam salib besi tua di tangan kanannya, dan dengan tangan kiri ia mencoret lambang exorcismus di udara, membentuk simbol segitiga terbalik dan mata dalam lingkaran.

“In Nomine Patris, et Filii, et Spiritus Sancti...”

Api merah menyambar dari mulut iblis, membakar lantai dan tembok di sekeliling. Frater Ben melompat ke belakang, jubahnya sobek, sebagian rambutnya hangus, tapi dia tetap berdiri.

“Ego exorcizo te, omnis immundus spiritus, omnis satanica potestas...”

“DOAMU MATI BERSAMA AYAHNYA!” makhluk itu menjerit sambil melompat, mencengkeram balok atap lalu menjatuhkan tubuhnya seperti palu neraka.

Frater Ben menancapkan salib ke lantai kayu—cahaya putih keluar menyilaukan. Makhluk itu tersentak, tubuhnya bergetar, luka mulai terbakar dari dalam, darah mendidih dari kulitnya.

“GRAAAAAAHH!”

Ia meronta, tapi Frater Ben terus maju. Doanya makin cepat, makin keras.

“...et omnis incursio infernalis adversarii, omnis legio, omnis congregatio et secta diabolica...”

Makhluk itu mengeluarkan cambuk dari tulang belakangnya, memukul tubuh Frater Ben dengan keras. Bunyi tulang retak langsung terdengar. Frater Ben terhempas ke tembok, darah muncrat dari mulutnya.

Tapi dia bangkit.

Lambat.

Terhuyung.

Satu mata kanannya mulai buta, darah menetes dari pelipis, tapi ia masih mengangkat salib dan menggambar simbol perlindungan di udara. “Kau bukan yang pertama mengoyak tubuhku, iblis. Tapi kau akan jadi yang terakhir kulepaskan...”

Makhluk itu marah. Ia berubah. Tubuhnya mulai mengeluarkan tangan-tangan baru dari dalam perut, semua mengerang, menangis, dan menggenggam mata yang berkedip. Dari mulut utama, ia meludahkan darah ke tanah, menciptakan lingkaran sihir dari tubuh korban-korban yang dulu ia telan.

Frater Ben melihat itu. Wajahnya pucat. “Kau bawa jiwa-jiwa yang belum selesai...”

“SEMUA INI... UNTUK TUAN KAMI. MANGLEYANG. MERAH. YANG AKAN BANGKIT SEBAGAI TUHAN BARU...”

Frater Ben menyeringai—darah mengalir dari bibirnya. “Kau lupa satu hal...”

Ia menarik liontin tua dari balik jubahnya. Salib Vatikan—diberikan langsung oleh Pastor Rafael.

Ia mencium liontin itu pelan, dan berbisik, “Ayahnya telah membakar raja kalian. Sekarang, anak buahnya... akan kuhancurkan.”

Frater Ben melempar salib itu tepat ke tengah lingkaran darah iblis. Ledakan cahaya suci terjadi seketika.

RAAAAGGHHH!!!

Makhluk itu menjerit. Tubuhnya terbakar dari dalam. Luka-luka terbuka seperti tanah kering saat musim kemarau. Darah hitam memancar seperti sungai neraka. Tapi di tengah kehancurannya, makhluk itu masih bisa melompat... dan menancapkan tangan-tangannya ke dada Frater Ben.

BRUUUKK!

Suara tulang remuk. Napas Frater Ben tercekat.

Ia menatap dadanya—tangan iblis itu menembus tubuhnya, meraih jantungnya... tapi belum mencabutnya.

Frater Ben terkekeh pelan. “Bahkan sekarang... aku masih berdiri.”

Ia menarik kepalanya mendekat, dan menempelkan keningnya ke makhluk itu. Dan dari dalam dirinya, cahaya putih keluar, membakar kulit iblis itu perlahan—dari titik pertemuan itu.

“...et in nomine Jesu Christi... ego te damnare.”

Ledakan cahaya menghempaskan seluruh dinding rumah. Jeritan makhluk itu mengguncang pepohonan, dan suara ribuan roh mulai menguap dari tubuh iblis itu—menjerit, menangis, tertawa, lalu hening.

Tubuh Frater Ben jatuh berlutut.

Iblis itu hangus, tubuhnya pecah jadi abu. Tidak ada yang tersisa selain genangan darah dan bau besi terbakar.

Frater Ben mengerang pelan. Tangannya mencari-cari salib di lantai... tak menemukannya.

Ia tersandar ke tembok yang sudah setengah runtuh. Udara dingin masuk dari lubang-lubang atap. Bulan mulai muncul di langit kelam, membelah kabut dengan sinar pucat.

“Rafael... aku... akan menyusulmu. Tapi... anakmu...”

Frater Ben tersenyum lemah. Ia menatap langit-langit, matanya mulai kabur.

> “Dia... bersama Sasmita. Bersama Rengganis Larang...”

Suara terakhirnya menghilang.

Dan tubuh Frater Ben merebah, tenang.

Untuk pertama kalinya dalam puluhan tahun... wajahnya terlihat damai.

Rumah itu hening. Asap mengambang. Tapi tidak ada lagi iblis. Tidak ada lagi jeritan. Hanya tubuh tua seorang frater... yang memberi segalanya, bahkan hidupnya, agar satu anak bisa berjalan menuju takdirnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!