Zee dan Zia adalah saudara kembar tak identik yang bersekolah di tempat berbeda. Zia, sang adik, bersekolah di asrama milik keluarganya, namun identitasnya sebagai pemilik asrama dirahasiakan. Sementara Zee, si kakak, bersekolah di sekolah internasional yang juga dikelola keluarganya.
Suatu hari, Zee menerima kabar bahwa Zia meninggal dunia setelah jatuh dari rooftop. Kabar itu menghancurkan dunianya. Namun, kematian Zia menyimpan misteri yang perlahan terungkap...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Jmn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ekstrakurikuler dan Rencana
Jam pelajaran baru saja usai.
Para murid langsung berhamburan keluar kelas, termasuk Zee— kali ini tak seperti biasanya. Tanpa basa-basi, ia langsung mengambil tas dan meninggalkan kelas.
“Zee… Zee!” panggil Viola, tapi Zee tak menoleh sedikit pun.
“Tumben. Biasanya dia keluar paling akhir," gumam leo yang sedari tadi memperhatikan zee.
“Iya, biasanya dia tunggu kelas kosong dulu, baru keluar kayak kita,” sahut Raka sambil mengangkat alis.
“Hm.” Leo hanya mendengus, tatapannya masih tertuju ke pintu kelas. “Andai Zee gampang ditaklukin kayak cewek-cewek yang biasa gue godain, gue janji deh, gak akan godain cewek lain lagi. Setia sama Neng Zee yang cantik itu.” Leo mulai berkhayal sendiri.
Plak! Raka menyentil kepala Leo.
“Sadar, bro! Muka lo bahkan gak masuk daftar Zee buat disenyumin." Raka tergelak puas.
Leo memegangi kepalanya sambil manyun. “Apa salahnya? Gua ganteng, kaya. Zee seharusnya dapet cowok lucu dan keren kayak gue. Biar hidupnya gak sedingin kulkas.
“Yang cocok mah gua. Ganteng iya, duit ada, humoris, pintar, jago bela diri. Beh, paket lengkap,” timpal Raka dengan gaya dramatis.
“Hm,” dehaman Rey membuat dua cowok itu langsung menatapnya.
“Ada apa, Rey? Lo sariawan?” goda Leo sambil nyengir tengil.
“Apa jangan-jangan... lo juga pengin jadian sama Zee?” celetuk Raka, disambut tawa Leo.
Wajah Rey langsung memerah.
“Kalau Rey jadian sama Zee, mereka ngobrolnya cuma: "Hm. 'Hm juga.'” canda Leo cekikikan.
Raka melirik Radit yang duduk tak jauh dari mereka. “Pak Wakil, lo juga naksir Zee?”
Radit menatap mereka dengan ekspresi datarnya. Masih aman.
“Si Radit mah cintanya sama—”
Belum sempat Leo menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Zee kembali masuk kelas. Suasana langsung hening.
Zee melirik ke arah mereka satu per satu, lalu membungkuk mengambil buku perpustakaan yang tertinggal di kolong mejanya. Tanpa sepatah kata pun, ia kembali melangkah pergi.
“Calon bini gue dingin banget, asli,” celetuk Leo, mengusap dada. Raka langsung mengangguk setuju.
Rey hanya diam. Pandangannya tak lepas dari sosok Zee sejak tadi.
"Siapa dia sebenarnya…?" batin Rey.
••••
Zee sebenarnya mendengar semua obrolan geng Serigala 127 soal dirinya. Tapi dia tak terlalu peduli. Hanya satu yang membuatnya penasaran—ucapan Leo. Ada sesuatu dalam nada bicara cowok itu yang seperti menyembunyikan sesuatu.
Sesampainya di kamar, Zee merebahkan diri di kasur. Ia menatap langit-langit sesaat, lalu bangkit dan mengambil tab miliknya dari dalam laci.
“Poin pertama: cowok berinisial R kini jadi empat.
Raden bukan anak populer, tapi tahu soal Zia.
“Raden punya kakak, dan kakaknya mungkin tahu sesuatu tentang Zia…”
Zee menuliskan semuanya, detail dan rapi.
Kemudian, satu nama muncul di benaknya: Ibu Pita, penjaga perpustakaan.
“Ibu Pita… Dia tahu soal hubungan Zia dan Raden. Apa mungkin Zia pernah dekat dengan cowok itu? Rasanya tidak mungkin. Zia selalu tertarik pada cowok populer.
Zee memejamkan mata sebentar, lalu menatap layar tabnya lagi.
“Gue harus dekati Raden. Dari semua cowok berinisial R, kayaknya dia yang paling banyak tahu tentang Zia…”
Setelah selesai menulis catatan di tab miliknya, Zee membuka akun media sosial sekolah dan mengetik nama: "Raden."
Namun, hasil pencarian menampilkan beberapa murid Wolfe House dengan nama yang sama. Zee menelusuri satu per satu dengan sabar dan teliti, hingga akhirnya ia menemukan akun keempat—dengan foto profil yang sangat mirip dengan cowok berkacamata di perpustakaan tadi.
Beruntung, akun itu tidak dikunci.
Tanpa ragu, Zee langsung memasuki halaman profilnya.
Sayangnya, hanya ada satu unggahan yang bisa dilihat: sebuah foto Raden bersama beberapa anggota ekstrakurikuler.
Zee mengamati lama, mencari celah. Dari keterangan di bawah foto, ia tahu bahwa Raden tergabung dalam ekstrakurikuler Bahasa Indonesia—sebuah akademi untuk membuat novel, cerpen, dan karya tulis lainnya.
Senyum miring muncul di wajahnya. Rencana mulai terbentuk di kepalanya.