Kumpulan Cerita Pendek Horor
Tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Mereka selalu memperhatikan kita, setiap waktunya. Tidak peduli itu pagi, siang, sore, atau malam. Selama 24 jam kita hidup bersama mereka.
Jangan merasa tenang ketika matahari masih muncul di hadapan kita. Mereka tetap akan memberitahu jika mereka ada, walaupun ketika matahari masih bertugas di langit atas. Bukan hanya malam, mereka ada setiap waktunya. 24 jam hidup berdampingan bersama kita.
Mereka ada, melakukan kegiatan layaknya manusia. Mereka bisa melihat kita, tetapi kita belum tentu bisa melihat mereka. Hanya ada beberapa yang bisa merasakan kehadiran mereka, tanpa bisa melihatnya.
Apa yang akan kamu lakukan, jika kamu bersama mereka tanpa sadar. Apa yang akan kamu lakukan, jika mereka menampakkan dirinya di depan kamu. Mereka hanya ingin memberitahu jika mereka ada, bukan hanya kita yang ada di dunia ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ashputri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Gangguan Dering Telepon
Rini menghembuskan napasnya lelah saat kerjaan rumahnya tidak ada habisnya. Ia menatap malas baju-baju di depannya yang baru saja ia turunkan dari jemuran. Ia mulai melipat beberapa baju untuk dimasuki ke dalam lemari pakaian.
Menjadi Ibu rumah tangga memang tidaklah mudah. Banyak pekerjaan yang harus dikerjakan setiap harinya dalam kurun waktu yang tidak sebentar. Ditambah jika sudah memiliki anak, istirahat menjadi nikmat dunia jika sebagai Ibu rumah tangga bisa beristirahat tanpa gangguan.
"Mah?" panggil Keisya, anak pertama dari Rini.
Rini yang sedang merapikan baju untuk dimasukkan ke dalam lemari langsung menoleh. Ia menatap ke arah anak sulungnya yang berdiri di depan pintu, "ada apa?" tanyanya.
Keisya menggelengkan kepalanya dengan cepat, "gak jadi deh."
Rini menghela napas pelan mendengar balasan anaknya itu, "kamu udah makan?"
Keisya menganggukkan kepalanya dengan cepat, "udah," jawabnya seraya berbalik pergi dari depan kamar.
Rini menganggukkan kepalanya mengerti mendengar jawaban yang Keisya berikan. Ia kembali memasukkan beberapa baju agar lemari anaknya terlihat rapih. Kedua anaknya masih suka seenaknya jika mengambil pakaian, membuat ia harus bekerja dua kali untuk membereskan lemari yang selalu tampak berantakan.
Ia beranjak dari tempatnya saat baju-baju yang ia lipat telah ia masukkan ke dalam lemari. Ia melangkah keluar dari dalam kamar untuk menyusul anak keduanya yang sedang menonton televisi.
"Farhan," panggil Rini seraya menghampiri anak keduanya itu.
Farhan menoleh ke arah ibunya yang melangkah mendekat ke arahnya, "apa?"
"Tidur yuk, udah malem," ucap Rini seraya duduk di samping Farhan.
"Gak ah." Farhan menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Mau nunggu Papa."
"Gak usah, Papa pulang malem. Besok kamu sekolah, ayo. Nanti kesiangan," ujar Rini seraya menarik pelan lengan anaknya itu.
Dengan perasaan tidak rela, Farhan mengikuti langkah Rini menuju kamarnya. Daripada ibunya nanti memarahinya, lebih baik ia mengikutinya apa yang Rini katakan.
"Ada PR gak buat besok?" tanya Rini memastikan.
Farhan menggelengkan kepalanya dengan cepat, "gak ada."
"Ya udah tidur, Mama temenin kamu," ucap Rini seraya menidurkan Farhan agar anaknya itu cepat terlelap.
Rini mengelus rambut Farhan dengan pelan agar anaknya itu tertidur nyenyak. Sesekali ia memainkan ponselnya untuk membalas pesan yang dikirimkan oleh teman dekatnya. Ia menoleh saat melihat anak pertamanya melewati kamar Farhan.
"Keisya," panggil Rini dengan kencang.
Tidak ada jawaban apapun dari Keisya, anaknya itu seperti tidak mendengar panggilannya. Ia menghela napas pelan seraya menoleh ke arah anak keduanya. Dirasa Farhan sudah terlelap, ia melangkah keluar dari dalam kamar anaknya itu. Ia akan menghampiri Keisya terlebih dahulu sebelum ikut beristirahat bersama anak bungsunya yang sudah tertidur di kamarnya.
Cklekk
Ia membuka pintu kamar Keisya dengan pelan, memastikan jika anaknya itu tidak memainkan ponselnya, "udah selesai?" tanyanya saat melihat Keisya sedang merapihkan beberapa buku yang akan dibawanya esok hari.
Keisya menganggukkan kepalanya seraya menaruh tasnya di kursi meja belajar, "udah."
"Ya udah pergi tidur, jangan malem-malem tidurnya. Besok bangun pagi," ujar Rini dengan tegas.
"Iya." Keisya menganggukkan kepalanya mengerti dengan perkataan ibunya. Tanpa berpikir panjang, ia langsung naik ke atas kasur untuk segera tidur, "matiin Mah lampunya," ucapnya seraya memeluk bonekanya dengan erat.
Rini langsung mematikan lampu kamar Keisya agar anaknya itu bisa beristirahat. Tak lupa ia tutup kembali kamar anaknya agar tidak ada yang mengganggunya untuk beristirahat.
Sebelum beranjak untuk tidur, ia memastikan jika pintu utama telah terkunci. Apalagi suaminya akan pulang telat malam ini, membuat ia sedikit was-was jika nantinya ada seseorang yang berniat jahat pada keluarganya.
Setelah memastikan semua pintu dan jendela sudah terkunci, ia melangkah masuk ke dalam kamar untuk beristirahat. Ia merebahkan tubuhnya dengan nyaman di atas kasur, lalu menoleh sebentar ke arah anak bungsunya yang masih tertidur pulas.
Ia mengambil ponselnya yang berada di atas nakas, mencoba untuk mengecek kembali pesan yang temannya kirimkan. Ia membaca satu pesan yang baru saja temannya itu kirimkan, pesan tersebut berisi sebuah cerita jika temannya itu mendapatkan gangguan setelah menghuni rumah barunya saat ini.
Tiap malem rasanya gak bisa tidur, digangguin mulu. Kadang suka tiba-tiba nongol di jendela
Ia sudah tidak heran lagi jika temannya itu menceritakan makhluk halus yang selalu ditemuinya. Mengingat jika temannya itu memiliki kelebihan bisa melihat sosok-sosok yang ada di sekitar mereka.
Ia menghela napas pelan saat pesannya pada temannya itu terlihat ceklis satu, tanda jika temannya sudah tidak aktif. Ia menyamankan posisi tidurnya untuk bisa segera beristirahat. Lalu segera memejamkan matanya agar bisa langsung tertidur dengan nyenyak.
•••
Rini mengerjapkan matanya beberapa kali saat dirinya tiba-tiba harus terbangun di tengah malam. Ia menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul dua dini hari. Ia menghembuskan napasnya lega saat melihat suaminya yang tertidur pulas di sampingnya, setidaknya rasa khawatir karena suaminya yang pulang telat sudah menghilang dari benaknya.
Merasa ia tidak bisa tidur kembali, ia beranjak keluar dari dalam kamar untuk melaksanakan ibadah sholat malam. Ia mengambil ponselnya yang berada di atas nakas sebagai pegangan untuk ia membaca doa-doa tertentu yang belum dihapalnya.
Setelah mengambil air wudhu, ia langsung menggelar sajadah di ruang tamu. Ia menoleh sekitarnya yang terasa sangat sepi, tidak ada suara apapun yang bisa ia dengar selain suara detik jam dinding yang terus bergerak.
Ia mulai melaksanakan ibadah sunnahnya seorang diri, mencoba untuk khusyuk di rakaat pertamanya. Namun di tengah ibadah yang sedang ia jalankan, fokusnya terpecah karena suara ponselnya yang berbunyi nyaring.
Dengan mengabaikan suara ponselnya yang terus berbunyi, Rini mencoba untuk menyelesaikan ibadahnya terlebih dahulu. Lagipula siapa yang menelponnya tengah malam seperti ini.
Rini menghela napas pelan saat suara ponselnya terus berbunyi nyaring. Ia mengambil ponselnya untuk melihat seseorang yang menelponnya saat ini. Takut jika ada hal penting yang harus disampaikan oleh seseorang di seberang sana.
Ia mengerutkan keningnya dengan bingung saat melihat nama temannya yang tertera di layar. Dengan perasaan bingung ia menggeser ikon berwarna hijau untuk mengangkat panggilan dari temannya itu.
"Halo?"
Hening, tidak ada suara apapun dari seberang sana.
"Halo? Lina?" Rini menatap ponselnya dengan bingung. "Lina ada apa? Kenapa telepon?" tanyanya sedikit panik, takut jika temannya itu sedang dalam masa kesulitan.
Masih tidak ada suara apapun dari seberang sana. Ia mencoba memastikan jika jaringan ponselnya masih menyala, takut jika jaringannya yang sedang tidak mendukung.
"Lina?"
Dengan kesal bercampur bingung, ia kembali mematikan ponselnya. Sepertinya Lina sedang mengerjainya malam ini, namun ia kesal karena hal ini sangatlah tidak lucu.
Saat ia ingin melanjutkan ibadahnya, ponselnya kembali berbunyi nyaring. Ia menghela napas pelan seraya mengambil ponselnya yang berada di atas televisi. Takut jika Lina benar-benar membutuhkan bantuannya.
"Lina? Kamu kenapa? Ada apa?" tanyanya dengan panik.
Kembali tidak ada sahutan dari seberang sana. Suasana terdengar sepi, seperti tidak ada seseorang di tempat temannya itu.
"Halo?"
"Lina kamu denger aku kan?!"
"Halo Lina?!"
Tuut...
Panggilan terputus sepihak yang membuat Rini mengerutkan keningnya dengan bingung. Ia tidak tau apa yang terjadi dengan temannya itu, takut jika memang Lina sedang dalam kondisi sulit sehingga tidak bisa memberitahu dirinya melalui kata-kata.
Ia menghela napas dengan pelan saat dirinya sudah tidak bisa melanjutkan ibadah malamnya. Pikirannya sudah melalang buana memikirkan temannya yang terus menelponnya saat ini.
Saat ia ingin masuk ke dalam kamar, ponselnya kembali berbunyi dengan nyaring. Ia langsung mengangkat panggilan tersebut karena takut jika Lina sedang dalam bahaya.
"Halo Lina?! Ada apa?!" tanyanya dengan menahan kesal.
Kembali tidak ada sahutan dari seberang sana. Hal ini membuat Rini menahan amarahnya yang meluap.
"Jangan main-main ya Lina, bercandaan kamu gak lucu. Tengah malem begini," kesalnya.
"Lina?! Halo Lina?!"
"Kamu denger aku kan?!"
"Lina?!"
HHMMM....
Rini tersentak kaget saat mendengar suara geraman dari seberang telepon. Ia menatap layar ponselnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Halo Lina?" tanyanya dengan pelan.
Ia kembali tersentak kaget saat mendengar suara tawa melengking yang begitu memekakan telinga. Ia langsung mematikan sambungan telepon karena mereka takut dengan apa yang ia dengar. Ia paham suara tawa itu milik siapa, tapi ia tidak mengerti kenapa harus dirinya yang mengalami hal ini.
Ia mencoba merebahkan dirinya di atas kasur dengan perasaan takut. Besok ia harus meminta penjelasan dari Lina. Ia ingin memastikan jika suara tawa melengking itu milik temannya, bukan sesuatu yang sedang ia pikirkan sekarang.
•••
Paginya saat kedua anaknya sudah berangkat ke sekolah dan suaminya sudah kembali berangkat kerja, ia mencoba mengirimkan pesan pada Lina. Ia ingin memastikan apa yang terjadi tadi malam benar kelakuan jahil temannya yang membuatnya takut.
Ia bisa melihat jika Lina langsung membaca pesan yang ia kirimkan. Tak membutuhkan waktu lama, temannya itu langsung meneleponnya setelah membaca pesan yang ia kirimkan mengenai kejadian tadi malam.
"Ada apa Rin?"
"Tadi malem kamu telepon aku ya?" tanya Rini memastikan.
"Telepon? Gak ah. Jam berapa?"
"Jam dua pagi," jawabnya memberitahu.
"Gak Rin, ponsel aku mati total setelah ngobrol sama kamu lewat chat. Aku cas di belakang dekat dapur, kenapa?"
Rini menceritakan apa yang dialaminya tadi malam, dari Lina yang menghubunginya tiga kali, suara geraman, dan suara tawa suara perempuan yang terdengar nyaring.
"Bukan aku."
"Kalau bukan kamu terus siapa?!" kesalnya karena merasa takut jika apa yang ia pikirkan benar-benar terjadi.
Ia bisa mendengar jika temannya itu menghela napas pelan. Sepertinya Lina akan memberitahu sesuatu yang membuatnya takut.
"Aku baru pindah rumah, kamu tau kan. Di belakang rumah aku itu sawah dan ada kebon di belakangnya lagi, dari kita ngobrol di chat udah ada yang merhatiin aku dan dia perempuan."
"Terus?" tanya Rini dengan rasa penasaran tinggi.
"Kayanya dia deh yang telepon kamu?"
"Siapa?"
"Perempuan itu."
"Perempuan siapa?!" kesalnya mencoba untuk tidak percaya perkataan Lina.
"Kayanya... Kuntilanak belakang rumahku yang telepon kamu."
•••