"Buka hatimu untukku kak Praja," mohon Ardina Rezky Sofyan pada sang suami dengan penuh harap. Air matanya pun sejak tadi sudah menganak sungai di pipinya.
Pernikahan sudah berlangsung lama tapi sang suami belum juga memberinya kebahagiaan seperti yang ia inginkan.
"Namamu belum bisa menggantikan Prilya di hatiku. Jadi belajarlah untuk menikmati ini atau kamu pergi saja dari hidupku!" Balas Praja Wijaya tanpa perasaan sedikitpun. Ardina Rezky Sofyan menghapus airmatanya dengan hati perih.
Cukup sudah ia menghiba dan memohon bagaikan pengemis. Ia sudah tidak sabar lagi karena ia juga ingin bahagia.
Dan ketika ia menyerah dan tak mau berjuang lagi, akankah mata angin bisa berubah arah?
Ikuti perjalanan cinta Ardina Rezky Sofyan dan Praja Wijaya di sini ya😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bhebz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Pertemuan Yang Dirindukan
Maher Abdullah berjalan dengan langkah tegap ke dalam sebuah rumah makan tempat janji temu dengan Praja Wijaya, pengusaha di kota ini yang akan ia temani bekerjasama.
Seorang perempuan berhijab mengiringi langkahnya tetapi tidak berani mensejajarkan dirinya. Ia tetap berada beberapa langkah di belakang.
"Saya tidak enak karena terlambat." Pria itu bergumam dengan wajah yang tampak sangat tak nyaman.
"Gak apa-apa pak. Itu karena kecelakaan kecil tadi. Tapi kita tidak terlalu lambat kok," ucap sang sekretaris.
"Maaf, ini pak Maher Abdullah ya?" tanya seorang pelayan yang menjemput mereka di depan pintu.
"Iya betul."
"Pak Praja Wijaya menunggu di meja nomor sepuluh pak."
"Ah iya terima kasih banyak."
Pria itu pun mengarahkan pandangannya ke arah meja yang dimaksud. Terlihat Praja Wijaya berdiri dari duduknya dan menganggukkan kepalanya hormat.
"Nah, itu mereka."
"Iya pak," jawab sang sekretaris dengan dada berdebar. Tiga tahun, ia baru menginjakkan kakinya di kampung halamannya karena paksaan dari sang bos.
Dan sekarang, ia bertemu dengan seseorang yang pernah dan mengisi hatinya.
Siapa perempuan yang sedang bersamanya?
Isterinya kah?
Atau sekretarisnya?
Ardina melangkah ke arah mereka dengan langkah cepat mengiring kecepatan langkah Maher Abdullah.
Sementara itu Praja Wijaya merasakan hal yang sama.
Deg
Siapa itu? Aku seperti mengenalnya.
Pikir Praja Wijaya.
Deg
Untuk sepersekian detik Praja Wijaya terkejut bukan kepalang. Tatapannya tak lepas dari perempuan cantik yang sedang bersama dengan Maher Abdullah.
Ardina?
"Assalamualaikum pak Praja," salam pria paruh baya berpakaian kasual itu. Praja tersentak dan tersadar dari lamunannya dan langsung menjawab, "Waalaikumussalam tuan Maher." Ia mengulurkan tangannya kepada pria itu dengan cepat.
"Selamat datang di kota kami pak Maher," ucap Praja Wijaya dengan perasaan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
Ia sangat bahagia sampai merasa tak berpijak di bumi.
"Mohon maafkan kami karena datang terlambat. Ada kecelakaan kecil di jalanan tadi."
"Oh ya? Semoga tidak ada yang terluka ya pak," jawab Praja dengan tatapan tak lepas pada perempuan berhijab berkacamata hitam itu.
"Tidak pak. Alhamdulillah. Bagian belakang mobil saja yang sedikit lecet tapi tidak masalah kok."
"Oh, alhamdulillah kalau begitu." Praja tersenyum.
"Ah ya, kenalkan ini sekretaris pribadi saya pak Praja," ucap pria itu tersenyum seraya menunjuk Ardina yang sedang menundukkan kepalanya.
"Hai, selamat datang," ucap Praja dengan tangan mengulur untuk berjabat tangan tapi Ardina hanya melipat tangannya di depan dadanya dan tidak mengucapkan kata-kata sepatah katapun.
Praja Wijaya kecewa. Tangannya menggantung di udara untuk beberapa detik dan akhirnya ia turunkan sendiri.
"Sekretaris pribadi saya, Selfina." Pria itu juga memperkenalkan perempuan yang sedang ia temani.
Selfina dan Ardina pun bersalaman dan langsung tampak akrab. Mereka saling mengobrol untuk membicarakan cuaca saat itu.
"Kita langsung saja membicarakan rencana investasi itu ya pak Praja. Ardina, tolong berikan dokumen perjanjian yang harus dipelajari dan kita bahas pada Pak Praja." titah Maher Abdullah pada Ardina.
Perempuan cantik itu dengan sigap memberikan dokumen yang sudah ia siapkan kepada Praja Wijaya. Ia berusaha mati-matian menahan debaran di dadanya dengan bersikap dingin dan berwajah datar.
"Terimakasih Din," ucap Praja tersenyum.
"Sama-sama pak. Kalau ada hal yang tidak dimengerti silahkan ditanyakan ya pak," balas Ardina dengan wajah masih sama. Datar.
"Ah ya, aku tahu cara kerjamu yang cukup baik dan selalu perfek," gumam Praja dengan suara yang sangat rendah.
"Dan aku yakin, aku tak perlu memeriksanya," lanjut pria itu dengan berpura-pura membaca dan membuka-buka dokumen itu.
"Apa anda mengatakan sesuatu pak Praja?" Mager Abdullah menatap pengusaha muda itu dengan tatapan serius.
"Ah tidak pak. Saya pikir semua isi kontraknya sangat jelas dan juga menguntungkan kedua perusahaan."
Praja Wijaya menyimpan dokumen itu di depan Ardina Rezky Sofyan kemudian berucap, " Sekretaris anda yang membuat semua ini pak Maher?"
Maher Abdullah tersenyum.
"Kok tahu?"
"Kerjanya sangat rapih dan juga bagus. Aku suka pak."
"Hahaha, tentu saja. Ardina Rezky Sofyan memang sekretaris andalan. Pilihan pak Samuel Richard memang selalu top. Pak Praja kenal dengan Samuel Richard 'kan? Beliau yang memperkenalkan saya dengan nona cantik ini."
Maher Abdillah menatap Ardina dengan tatapan memuja. Pria paruh baya itu sudah lama menyukai Ardina dan berniat memperistrikannya.
Praja Wijaya tersenyum miring. Ia bisa melihat kalau hubungan kedua orang dihadapannya itu sangat mencurigakan dan juga membuatnya sangat cemburu.
"Tentu saja saya mengenal baik siapa itu Samuel Richard. Kami mempunyai hubungan yang sangat baik. Istrinya adalah sahabat masa kecilku." Praja Wijaya menjawab dengan senyum diwajahnya.
Ardina Rezky Sofyan mendengus dalam hati. Ia merasa kecewa lagi.
Ternyata, sampai detik ini pun kak Praja hanya mengingat kak Prilya.
Hem baiklah.
Aku memang tak pernah ada di dalam hatimu. Dan pilihanku untuk menyerah saat itu memang sudah sangat benar.
Setelah membahas banyak hal. Mereka pun mengakhiri pertemuan itu dengan makan siang.
Pertemuan dengan Maher Abdullah di sebuah rumah makan di pagi menjelang siang itu berjalan dengan sangat baik dan juga lancar.
Pria itu tak berhenti memuji dan berharap kerjasama antara dua perusahaan ini bisa sukses dan mendapatkan keuntungan yang sangat banyak.
"Pak Praja kok tidak bawa keluarganya sih, padahal saya ke kota ini di waktu weekend karena ingin berkenalan dengan istri anda."
Praja Wijaya hanya tersenyum seraya melirik wajah Ardina yang semakin cantik saja. Ia lebih anggun dan juga lebih tenang.
"Aku bawa istri kok pak," ujarnya setelah lama terdiam.
"Benarkah?" tanya Maher Abdullah seraya memandang Selfina yang sedang menikmati makannya.
"Iya pak."
"Oh, jadi mbak Selfina ini adalah istri sekaligus sekretaris anda pak?'
Uhuk
Uhuk
Ardina dan Selfina bersamaan mengalami batuk-batuk.
"Minum Din," ujar Maher dan Praja bersamaan seraya memberikan segelas air putih pada perempuan itu bersamaan pula.
"Terimakasih pak. Saya punya air sendiri." Ardina menolak keduanya. Ia tidak mau memilih dan mengecewakan dua pria itu apalagi Selfina tentunya.
"Airnya untuk saya saja pak," ujar Selfina dan langsung meraih minuman yang sedang dipegang oleh Praja Wijaya.
"Eh?"
Sekarang giliran ketiga orang itu yang menatap gadis itu.
🌹🌹🌹
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like dan ketik komentar agar author semangat updatenya oke?
Nikmati alurnya dan happy reading 😊