Edrico Stevanus, pria single, belum pernah menikah, tiba-tiba harus menjadi hot daddy? Bagaimana bisa?
Ikuti yuk petualangan Rico—sang bodyguard dalam keribetannya mengurus seorang balita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 ~ Pecundang
“Airin!” Suara bariton itu kembali menggema di taman rumah sakit. Sesekali tubuhnya berputar dengan tatapan tajam.
Rico beralih menatap wanita yang ketakutan di bawahnya. Ia bisa menyimpulkan, bahwa keduanya terlibat masalah yang cukup serius. Sebenarnya ia tidak ingin ikut campur. Namun nuraninya tergerak, tidak tega melihat wanita yang disiksa.
Lala penasaran, kenapa Rico bergeming dan menatap lelaki yang kini mendekat ke arah kekasihnya. Gadis itu memilih untuk turun. “Ric,” panggil Lala menyentuh lengan Rico.
Seketika mendelik ketika menatap seorang wanita yang kondisinya memprihatinkan. Segera berjongkok, menangkup kedua bahu wanita itu. “Mbak, bangunlah,” ucap Lala khawatir. Apalagi wajah itu terlihat sangat pucat, keringat pun mengucur dari wajahnya.
“Enggak. Dia pasti akan menangkapku dan menyiksaku lagi,” tolak Airin menangis sembari menggelengkan kepala diiringi buliran air mata yang deras.
Lala mendongak menatap kekasihnya yang sudah menggertakkan gigi-giginya. Kedua tangan pun terkepal dengan sangat kuat. Matanya menatap nyalang pada pria yang semakin dekat ke arah mereka. Lala beranjak, mengikis jarak dengan Rico. “Ric, apa dia suaminya?” tanya Lala berdiri menutupi tubuh Airin.
“Mungkin. Enggak ada orang lagi selain dia yang ngejar-ngejar.” Rico membalas tanpa mengalihkan tatapan tajamnya pada pria itu.
“Kasihan, Ric,” keluh Lala tidak tega. Lala menatap nanar, membayangkan ia yang berada di posisi itu.
“Bawa masuk lagi aja.”
“Rain gimana?” tanya Lala bingung. Khawatir dengan wanita itu, namun tak tega meninggalkan Rain sendirian.
“Dia aman, tenang aja.” Rico menoleh sekilas, membusungkan dada sembari melepas jasnya bersiap menjadi pagar perlindungan.
Lala mengangguk, membantu memapah tubuh Airin masuk ke rumah sakit. Langkahnya terseok, Airin menunduk dalam sembari memeluk tubuhnya sendiri. Ia benar-benar ketakutan.
“Ruangan Mbak di mana? Lantai berapa?” tanya Lala.
“Aku nggak mau kembali. Nanti dia menemukanku lagi,” rengek Airin menoleh ke belakang.
Dan benar saja, Satya yang menemukan istrinya semakin memanjangkan langkah. Emosi membuncah terlihat jelas dari dengusan kasar napasnya.
“Lepaskan istriku!” teriak Satya menarik lengan Airin dan mendorong tubuh Lala.
Dorongan yang begitu kuat, membuat Lala terkejut. Tubuh Lala terhuyung dan terjatuh. Dengan sigap Rico pasang badan untuk Lala. Tubuh gadis itu membentur dada bidang sang kekasih.
“Kamu enggak apa-apa?” tanya Rico menunduk. Hanya gelengan kepala saja sebagai balasan.
“Siapa kalian? Tidak usah ikut campur urusan pribadi kami!” seru Satya menggelegar di pelataran parkir yang luas.
Airin berusaha melepaskan diri. Napasnya tersengal kuat, tubuhnya masih lemah. Tidak bisa memberontak.
Rico menegakkan tubuh Lala, berjalan pelan menghampiri pasangan suami istri itu. Berdiri sembari memasukkan satu tangannya ke saku celana.
“Hei, Bung. Memukuli wanita, itu namanya pecundang! Kau juga hampir mencelakai kekasihku!” ejek Rico menatap tajam. Jemarinya sibuk membuka kancing lengan dan menggulungnya ke atas.
“Cuih! Aku tidak butuh ceramahmu!” Satya menyeret lengan istrinya yang terus meronta. Terlihat sekali sorot mata ketakutan dari manik matanya yang basah.
Rico segera menyelesaikan gulungan lengannya, lalu berlari melompati beberapa mobil hingga berdiri di hadapan mereka berdua. Tanpa basa basi, Rico menendang tulang kering Satya, yang membuat pria itu meringis kesakitan.
Terpaksa, Satya melepas cengkeraman tangannya pada Airin. Wanita itu bisa melarikan diri. Sedangkan Lala bergegas memanggil keamanan dan tim medis melihat kondisi Airin yang semakin pias.
“Kurang ajar!” desis Satya mengayunkan kakinya hendak menendang balik.
Gerakannya mudah terbaca, Rico menangkap kaki Satya, memelintirnya hingga tubuh pria itu berputar di udara dan terjatuh berdebam di tanah yang keras itu.
Rico berjongkok, ia lengah ketika Satya berdiri dengan cepat menendang dagu Rico hingga bibir bawahnya sobek dan mengeluarkan darah.
“Sial!” desis Rico menyentuh cairan merah itu dan mengusapnya kasar.
Berdiri tegap dengan sorot berapi-api. Rico memberi pukulan telak yang ditangkis oleh Satya. Namun, karena pukulan beruntun disertai tendangan, Satya terjengkang. Beberapa satpam berlari dan segera mengamankan mereka berdua.
Tatapan permusuhan melekat kuat di netra keduanya. Seolah memindai satu sama lain untuk merekam di memori otak masing-masing. “Sekali lagi aku lihat kamu memukuli wanita, aku potong kedua tanganmu! Memangnya kamu tidak sadar lahir dari seorang perempuan? Atau kamu lahir dari batu? Dasar pecundang!” umpat Rico kesal. Apalagi mengingat wanitanya sempat tersentuh oleh tangan kotor lelaki itu.
“Berisik! Kamu nggak berhak ikut campur!” Satya yang sudah digelandang menendang-nendang udara. Kesal karena Rico menggagalkan rencananya.
“Rico! Kamu berdarah,” ucap Lala khawatir, segera meraih tissu dari tasnya. Lalu menyeka darah itu dengan lembut.
“Enggak apa-apa. Gimana wanita itu? Sepertinya suaminya psikopat. Lebih kejam dari Tuan Tiger.”
“Ya nggaklah! Tuan ‘kan bucin banget sama istrinya.”
Rici mencebikkan bibirnya, “Hmmh, kamu tuh tahunya manis-manisnya doang, La. Sebelum sebucin itu, kisah mereka tuh kayak lagi naik rollcoaster tahu nggak?” cibir lelaki itu.
“Masa sih?” Lala mengerutkan keningnya tak percaya.
Sebuah anggukan mantap menjawab keraguan gadis itu. Rico melingkarkan lengan di bahu Lala dan membawanya masuk ke mobil.
Tak disangka, mereka mendapati Rain yang meringkuk sembari menutup telinganya. Anak itu menangis sesenggukan. Hingga Rico dan Lala saling berpandangan.
“Rain!” seru mereka bersamaan. Keluar lagi untuk membuka pintu belakang.
“Ssstt! Nggak apa-apa. Maaf ya,” ucap Rico memeluk erat anak itu.
Bersambung~