Rudi seorang anak muda berumur 23 tahun, dari kota Medan.
Berbekal ijazah Diploma bertitel Ahli Madya, Dia berhasrat menantang kerasnya kota Batam.
Di kota ini, akankah dia menggapai cita, cinta dan masa depannya?
Karya ini terinspirasi dari kisah nyata seorang teman. Ditambah bumbu-bumbu imajinasi penulis.
Cerita tanpa basa-basi dan tanpa ditutup-tutupi. Hitam putihnya kehidupan anak manusia menjadi Abu-abu.
Ini bukan kisah seorang pahlawan tanpa cela dan juga bukan sholeh tanpa dosa.
Inilah realita kesalahan manusia yang diiringi sedikit kebaikan.
Selamat Membaca..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Manik Hasnan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.12 Story is Beginning
Hari demi hari berlalu, sudah sebulan penuh Rudi berada di Batam. Namun apa yang menjadi tujuannya semakin jauh dari genggaman. Setiap hari dia mencari kerja ke Batamindo. Lowongan di surat kabar juga telah ludes dia coba. Di Tim sepak bola PT. Nagano juga dia sudah menjadi pemain inti. Namun yang menjadi tujuannya untuk mendapat pekerjaan urung terwujud.
"Ini tidak benar" gumamnya dengan lesu. Pagi itu di dalam kamar dia merenung sendiri. "Ternyata berat untuk mencapai kesuksesan." lirihnya.
Dompet semakin menipis. Perasaannya juga sudah tidak enak makan tidur gratis di tempat Kakek Dahnil. Walupun Kakek dan keluarga tidak pernah merasa dan menunjukkan sikap keberatan akan kehadirannya. Namun hidup di kota besar pasti membutuhkan biaya hidup yang lebih besar dari di kampung.
Dia ingat orang tuanya melepas kepergiannya waktu itu dengan uang satu juta lima ratus ribu rupiah. Sekarang tinggal puluhan ribu.
Hatinya masygul, semangatnya ternodai.
"Apa yang harus aku lakukan?" dalam hati dia bertanya.
Dia berfikir dengan keras bahkan sangat keras. Akhirnya satu ide muncul dalam benaknya.
"Sepertinya aku harus melakukan itu." gumamnya.
Dia teringat Om Zen dan rulinya. Di lokasi Om Zen ada galian pasir. Sementara belum dapat pekerjaan untuk menyambung hidup alangkah baiknya jika aku mengeruk pasir dan menjualnya fikirnya.
"Iya benar, itu yang harus aku lakukan saat ini" bicara dalam hati.
Tanpa menunggu lagi, dia segera menemui Kakek Dahnil untuk menguraikan niatnya dan sekaligus berpamitan. Karena dia berencana akan tinggal di ruli Om Zen. Yaitu salah satu ruli yang sudah tidak ditempati Om zen yang sekarang ditempati saudara satu kampung yang bernama Sardi.
"Jika itu keputusanmu aku tidak akan menghalangi." ucap Kakek Dahnil.
"Jaga harga diri Zen di kawasan itu." pungkas Kakek Dahnil.
"Baiklah kek, aku pamit dulu. Assalamu'alaikum." ucap Rudi.
"Wa 'alaikum salam, hati-hati di sana." balas Kakek Dahnil dengan pandangan sayu melepas kepergian Rudi.
Dengan langkah gontai dan perasaan yang entah. Rudi meninggalkan rumah Kakek Dahnil menuju ruli Om Zen.
Setelah lima belas menit berjalan akhirnya sampailah dia di gubuk Om Zen.
"Assalamu'alaikum, Om." ucapnya.
"Wa 'alaikum salam,Rud" jawab Om Zen.
"Buat kopi sendir ya." seru Om Zen.
Setelah selesai membuat kopi, Rudi lalu menjelaskan maksud kedatangannya.
"Hahaha... Kamu ada-ada saja Rud." tidak percaya.
"Bukannya orang-orang kampung pengennya hidup enak tanpa kerja keras?" tanya Om Zen sekaligus pernyataan.
Acap kali saudara datang menemui Om Zen tapi baru kali ini unik menurut Om Zen. Biasanya setiap orang yang menemui Om Zen rata-rata pemilih. Dalam artian tidak mau susah dalam kerjaan. Tak punya pendidikan tinggi tapi mau kerjaan yang empuk. Tapi kali ini setelah mendengarkan urain dari Rudi, Om Zen berfikir ulang tentang pemahamannya mengenai orang-orang kampung.
"Ternyata tak semua buruk." gumamnya.
Dalam hatinya mulai tumbuh rasa kagum dengan sifat Rudi.
"Baiklah, Rud. Kamu boleh tinggal di rumah yang di seberang sana" ucap Om Zen sambil menunjuk dengan jari.
"Di sampingnya ada rumah ditinggali saudara Om. Jaga mereka, anggap mereka sebagai anak perempuan Om." pungkasnya.
"Terima kasih banyak Om. Aku akan menjaga kepercayaan Om dengan sungguh-sungguh" balas Rudi.
Setelah menghabiskan minumannya, Rudi segera pamit dari gubuk Om Zen.
Rasanya beban di pundaknya telah hilang separuh. Secercah harapan muncul seiring cahaya mentari yang cerah di pagi itu.
Dengan langkah pasti Rudi melangkah menuju ruli yang di seberang yang nantinya menjadi istananya.
Inilah awal kisahnya dimulai.
Bersambung....
###
Hai Readers...
Kembali saya menyapa.
Maaf telat update karena kesibukan dunia yang abu-abu ini.
Sesuai dengan judul baru novel ini.
Makasih yang telah dan masih mendukung karya ini.
🙏🙏🙏
😊😊😊
###