NovelToon NovelToon
REINKARNASI BERANDALAN

REINKARNASI BERANDALAN

Status: tamat
Genre:Kebangkitan pecundang / Action / Time Travel / Romansa / Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Tamat
Popularitas:252
Nilai: 5
Nama Author: andremnm

Arya Satria (30), seorang pecundang yang hidup dalam penyesalan, mendapati dirinya didorong jatuh dari atap oleh anggota sindikat kriminal brutal bernama Naga Hitam (NH). Saat kematian di depan mata, ia justru "melompat waktu" kembali ke tubuh remajanya, 12 tahun yang lalu. Arya kembali ke titik waktu genting: enam bulan sebelum Maya, cinta pertamanya, tewas dalam insiden kebakaran yang ternyata adalah pembunuhan terencana NH. Demi mengubah takdir tragis itu, Arya harus berjuang sebagai Reinkarnasi Berandalan. Ia harus menggunakan pengetahuan dewasanya untuk naik ke puncak geng SMA lokal, Garis Depan, menghadapi pertarungan brutal, pengkhianatan dari dalam, dan memutus rantai kekuasaan Naga Hitam di masa lalu. Ini adalah kesempatan kedua Arya. Mampukah ia, sang pengecut di masa depan, menjadi pahlawan di masa lalu, dan menyelamatkan Maya sebelum detik terakhirnya tiba?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon andremnm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 12. ultimatum bargas...

Cahaya lilin yang redup menari-nari di dinding beton Bunker B-12. Di bawah dermaga lama Kota Cakra Manggala, Arya mencengkeram ponsel Dion, matanya bertemu dengan mata Maya yang panik.

Bargas: (Suara parau, penuh ancaman) "Bargas di sini, bocah. Kau membuat pilihan yang salah. Temanmu tidak sekuat dirimu. Sekarang, beritahu aku di mana Daftar Hitam yang asli, atau kau akan mendengar jeritannya."

Arya merasakan dingin menjalar di punggungnya. Ia tahu Bargas tidak main-main. Tetapi ia tidak boleh gentar.

Arya: (Suara mantap, to the point) "Halo, Bargas. Senang mendengar suaramu. Dion hanya umpan. Aku tidak tahu di mana Daftar Hitam itu."

Bargas: (Tertawa dingin) "Pembohong yang buruk. Kami tahu kau yang mengirimnya untuk mematikan alarm. Dan kami menemukanmu di jalur rel, jadi dia pasti tahu rute pelarianmu. Aku akan bertanya sekali lagi: Di mana buku itu?"

Arya: "Aku tidak tahu. Aku menyuruhnya menyembunyikannya di tempat yang hanya dia tahu. Jika kau menyakitinya, dia tidak akan pernah memberitahumu. Dan dia sudah mengirimkan dead man's switch ke jaringan berita. Jika dia menghilang, Daftar Hitam akan bocor lagi."

Bargas: (Menggeram) "Kau berani mengancam Komandan Jaya? Dia akan membunuhmu."

Arya: "Dia sudah mencoba. Tapi dia butuh buku itu lebih dari dia butuh kematianku. Berikan teleponnya pada Dion."

Hening. Lalu, suara isak tangis yang tertahan.

Dion: (Suara lemah, ketakutan) "Arya... jangan dengarkan dia! Jangan berikan buku itu! Aku baik-baik saja!"

Terdengar suara pukulan keras di seberang telepon.

BUK!

Dion mengerang.

Bargas: (Mengambil alih telepon) "Dia tidak baik-baik saja, bocah. Ini ultimatum: Kau punya waktu sampai tengah malam. Bawa buku itu ke markas utama Sarana Biru. Datang sendiri. Dan jangan beritahu polisi. Jika kau berani muncul bersama gadis itu, atau ada polisi, kami akan mengirim potongan-potongan tubuh temanmu kembali ke bengkelnya."

Arya: "Aku akan datang. Tapi aku butuh bukti hidup."

Bargas: "Kau akan melihatnya saat kau datang. Jangan coba-coba lari. Kami melacak ponsel ini. Dan kami akan menemukan gadis itu."

Bargas menutup telepon.

Arya menurunkan ponselnya. Maya sudah tahu apa yang terjadi.

Maya: "Arya... Dion... mereka menyiksanya."

Arya: "Ya. Dan sekarang dia adalah kelemahan kita."

Maya: "Kau tidak akan pergi ke Sarana Biru, kan? Itu bunuh diri!"

Arya: "Aku harus pergi. Aku membuat pilihan untuk menggunakan dia. Aku harus memperbaikinya. Dan Sarana Biru adalah satu-satunya tempat di Kota Cakra Manggala yang Komandan Jaya paling jaga. Itu adalah target dengan nilai tertinggi."

Maya: "Kau mau menyerahkan dirimu dan buku itu?"

Arya: "Aku akan menyerahkan diriku. Tapi buku itu akan aku jadikan senjata pamungkas. Aku butuh kamu, Maya, untuk membuat rencana ini berhasil."

Di dalam kegelapan lembap Bunker B-12, Arya duduk di lantai beton yang dingin, didampingi Maya. Telepon dari Bargas telah memberikan mereka target, tetapi menciptakan dilema besar.

Maya: "Arya, kita punya waktu sampai tengah malam. Itu sekitar 15 jam. Kita tidak bisa menghabiskan waktu merangkak dalam selokan lagi."

Arya: "Kita tidak punya waktu untuk mencari, Maya. Dion menyembunyikan Daftar Hitam di tempat yang hanya dia tahu. Ini adalah Guardrail terakhirnya. Dan sekarang dia tidak bisa memberitahu kita."

Maya: "Tapi kau harus membawanya ke Sarana Biru! Kau tidak bisa datang tanpa buku itu! Bargas akan membunuhmu dan Dion seketika!"

Arya: "Aku tahu." Arya memejamkan mata, memikirkan Dion. "Dion adalah seorang paranoid yang sangat loyal. Dia pasti menyembunyikannya di tempat yang dekat dengannya, tetapi tidak jelas."

Maya: "Bengkelnya? Dia pasti menyembunyikannya di sana, di tempat aman yang kau perintahkan!"

Arya: "Aku sudah memeriksa tempat yang jelas di bengkel. Dion tidak bodoh. Dia pasti memilih tempat yang konyol, atau terlalu jelas hingga tidak ada yang menduganya. Pikirkan Dion. Apa yang paling dia cintai?"

Maya: "Selain motor bututnya? Keluarga. Dan masa kecilnya."

Arya: "Masa kecilnya... Benar! Dia selalu bercerita tentang tempat persembunyiannya saat Ayahnya marah." Arya tiba-tiba teringat. "Dia selalu bilang dia bersembunyi di 'jantung besi' bengkel."

Maya: "Jantung besi? Apa itu?"

Arya: "Mesin giling tua. Mesin giling besi yang ada di sudut bengkelnya. Itu adalah peninggalan kakeknya. Itu berat, besar, dan selalu dikunci."

Maya: "Tapi bagaimana kita bisa membukanya? Itu pasti terkunci ganda!"

Arya: "Kita tidak perlu membukanya. Kita hanya butuh... bagian dari mesin itu." Arya memindai sekeliling bunker. "Aku butuh obeng dan kunci pas. Cepat, Maya. Kita kembali ke bengkel. Tapi kali ini, kita masuk dan keluar dalam lima menit."

Rencana Infiltrasi Sarana Biru (Aksi Cepat)

Mereka bergerak cepat. Arya yang tertatih-tatih, didukung Maya, kembali ke Bengkel Sinar Harapan melalui jalur tikus yang berbeda, menghindari jalan utama Kota Cakra Manggala. Bengkel itu sepi, tetapi udara dipenuhi ketegangan.

Di sudut bengkel, di bawah cahaya redup yang ditinggalkan Dion, berdiri mesin giling besi tua. Arya segera mengidentifikasi titik lemahnya.

Arya: "Dion pernah bilang. Jika Ayahnya menguncinya, dia akan menggunakan 'gigi kelima'. Itu adalah bagian yang rapuh."

Arya dan Maya bekerja bersama. Menggunakan obeng dan kunci pas yang mereka temukan di bunker, Arya membuka pelat inspeksi kecil di samping mesin giling. Di dalamnya, ada rongga kecil.

Maya: "Aku melihatnya! Dibungkus plastik hitam!"

Maya menarik bungkusan itu. Di dalamnya, 'Daftar Hitam' yang asli, kering, dan aman.

Arya: (Menghela napas lega) "Berhasil. Sekarang, Sarana Biru."

Maya: "Aku ikut."

Arya: "Tidak. Kau harus pergi ke Dermaga B-12 sekarang. Aku akan pergi sendiri."

Maya: "Aku tidak akan meninggalkanmu! Kita melakukan ini bersama-sama!"

Arya: "Dengar aku, Maya. Sarana Biru adalah benteng Komandan Jaya. Aku akan datang dengan buku ini. Bargas akan membawaku ke Komandan Jaya. Aku akan menukarku dengan Dion."

Maya: "Lalu?"

Arya: "Saat aku di sana, aku akan 'melepaskan' buku itu. Aku akan memastikan buku itu ada di Komandan Jaya. Begitu Komandan Jaya memegang buku itu, dead man's switch Dion akan aktif. Itu adalah rencana cadangan."

Maya: "Tapi jika dia membunuhmu, Komandan Jaya tetap menang!"

Arya: "Itu tidak akan terjadi. Aku akan menukar Dion dengan buku itu, dan saat aku pergi, aku akan meninggalkan kejutan kecil yang aku tahu ada di Sarana Biru." Arya menyeringai tipis, ingatan masa depan datang. "Ada sebuah tangki propana tua di ruang utilitas di sebelah kantor Komandan Jaya. Aku akan menggunakannya. Kau tunggu aku di dermaga, Maya. Jika aku tidak muncul sampai jam 01:00 pagi, kau tahu apa yang harus kau lakukan: kabur dari Kota Cakra Manggala selamanya."

Arya mencium kening Maya. Dia menyerahkan uang tunai dan kartu ATM padanya. Dia hanya membawa Daftar Hitam asli dan tekadnya.

Malam telah larut di Kota Cakra Manggala. Pukul 23:00, Arya, sendirian, berdiri di depan kompleks gudang logistik raksasa yang dikenal sebagai Sarana Biru—markas utama Komandan Jaya dan benteng Naga Hitam.

Arya tidak menyelinap. Ia berjalan pincang, dengan Daftar Hitam tersembunyi di balik jaketnya. Ia ingin mereka tahu ia datang.

Di gerbang utama, dua preman besar bersenjata menghentikannya.

Preman 1: "Berhenti. Siapa kau?"

Arya: (Mendongak, suaranya tenang meskipun terluka) "Aku kurir. Bargas menunggu kiriman dariku. Katakan padanya, Arya Satria sudah datang."

Kedua preman itu terkejut. Mereka telah mencari Arya di seluruh Cakra Manggala. Salah satu preman segera menelepon.

Lima menit kemudian, gerbang baja besar itu terbuka. Di dalamnya, Bargas berdiri, wajahnya dingin dan penuh kemenangan.

Bargas: "Kau berani datang, bocah. Aku menghargai nyalimu. Tapi ini adalah akhir dari permainanmu."

Arya: (Menatap lurus, to the point) "Di mana Dion? Aku ingin melihatnya sekarang."

Bargas memberi isyarat. Dua preman menyeret Dion dari balik kontainer. Wajah Dion memar, matanya bengkak, tetapi ia masih hidup.

Dion: (Batuk darah, suaranya lemah) "Arya... kenapa kau datang? Lari!"

Arya: "Diam, Dion." Arya menatap Bargas. "Dia hidup. Bagus. Sekarang, tukar."

Bargas: "Tidak secepat itu. Berikan bukunya dulu."

Arya: "Tidak. Aku berikan buku itu setelah Dion aman di luar gerbang. Kau pikir aku bodoh? Kau akan membunuhku segera setelah kau mendapatkan buku ini."

Bargas tersenyum dingin. Bargas: "Kau pintar. Tapi kau bukan penentu di sini."

Arya: "Aku penentunya, karena aku tahu lokasi tangki propana tua di ruang utilitas di sebelah kantor Komandan Jaya. Aku hanya perlu satu sentuhan kecil dengan korek api, dan seluruh Sarana Biru ini akan menjadi kembang api untuk Komandan Jaya. Kau dapat buku itu, tapi kau kehilangan bentengmu."

Ancaman itu menghantam Bargas. Ruang utilitas itu adalah rahasia lama Sarana Biru.

Bargas: (Berubah tegang) "Bawa Dion ke mobil! Lepaskan kunciannya di luar gerbang! Cepat!"

Keputusan cepat Bargas membuktikan betapa bernilainya informasi Arya. Para preman menyeret Dion ke mobil dan membawanya keluar dari gerbang.

Bargas: (Menatap Arya dengan penuh ancaman) "Dion sudah pergi. Sekarang, buku itu. Dan kau ikut denganku menemui Komandan Jaya."

Arya mengeluarkan Daftar Hitam asli. Ia membiarkan Bargas mencengkeram lengannya yang terluka dan menyeretnya ke dalam markas.

Mereka melewati lorong-lorong berdebu yang dipenuhi tumpukan kotak. Akhirnya, mereka mencapai kantor Komandan Jaya.

Di dalamnya, Komandan Jaya duduk di balik meja baja, wajahnya mengeras, penuh amarah yang tertahan.

Komandan Jaya: "Kau berani menipuku, bocah. Kau membuatku tampak bodoh di depan seluruh Cakra Manggala."

Arya: (Melempar buku itu ke meja) "Aku tidak menipumu. Aku menawar. Bukumu ada di sana. Sekarang, biarkan aku pergi."

Komandan Jaya mengambil buku itu, memindai halaman-halamannya. Ini adalah buku yang asli.

Komandan Jaya: (Tertawa sinis) "Bagus. Kau telah melayani tujuanmu, Arya. Sekarang, Bargas, urus dia. Buat ini lama dan menyakitkan."

Bargas: "Dengan senang hati, Bos."

Saat Bargas mendekat, Arya menunjuk ke sebuah vas bunga murah di samping meja Komandan Jaya.

Arya: "Sebelum kau melakukannya, Komandan. Periksa dulu vas itu. Ada kartu SD di dalamnya."

Komandan Jaya, terkejut dengan detail yang tidak terduga, melirik vas itu.

Komandan Jaya: "Apa isinya?"

Arya: (Senyum tipis, penuh kemenangan) "Itu adalah seluruh backup Daftar Hitam yang sudah dikirim ke semua kontak musuhmu. Itu akan aktif dalam lima menit. Kecuali kau membunuh Bargas, kau akan menjadi orang mati dalam beberapa jam."

1
Calliope
Duh, hati jadi bahagia setelah selesai baca karya ini!
andremnm: makasih🙏🙏
total 1 replies
Deqku
Aku jatuh cinta dengan ceritamu, tolong update sekarang juga!
andremnm: makasih ya
total 1 replies
tae Yeon
Terlalu emosional, sampai menangis.
andremnm: makasih 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!