NovelToon NovelToon
KAMAR TERLARANG

KAMAR TERLARANG

Status: tamat
Genre:Kutukan / Misteri / Horor / Rumahhantu / Iblis / Tamat
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: gilangboalang

Aryan, pemuda berusia 25 tahun, baru saja mendapatkan pekerjaan impiannya sebagai salah satu staf di sebuah hotel mewah, tempat yang seharusnya penuh dengan kemewahan dan pelayanan prima. Namun, di balik fasad megah hotel tanpa nama ini, tersembunyi sebuah rahasia kelam.
​Sejak hari pertamanya, Aryan mulai merasakan keanehan. Tatapan dingin dari staf senior, bisikan aneh di koridor sepi, dan yang paling mencolok: Kamar Terlarang. Semua staf diperingatkan untuk tidak pernah mendekati, apalagi memasuki kamar misterius itu.
​Rasa penasaran Aryan semakin membesar ketika ia mulai melihat sekilas sosok hantu lokal yang dikenal, Kuntilanak bergaun merah, sering muncul di sekitar sayap kamar terlarang. Sosok itu bukan hanya menampakkan diri, tetapi juga mencoba berkomunikasi, seolah meminta pertolongan atau memberikan peringatan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gilangboalang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PAGI DAN KORBAN BARU

Pagi itu, suasana di The Grand Elegance Residency seharusnya sudah kembali tenang setelah insiden bangkai tikus dan peringatan keras dari pemilik hotel. Aryan baru saja tiba. Ia bergegas menaruh tasnya di loker, hatinya dipenuhi tekad baru untuk memulai penyelidikan rahasia bersama Rima dan Dina.

​Ia berjalan ke area front desk dan melihat Rima sudah bersiap di posisinya. Aryan menghampiri Rima, mencoba menyapanya dengan kode bisikan mereka.

​"Pagi, Rima. Sudah ada informasi tentang rencananya?" bisik Aryan, berusaha terdengar santai.

​"Pagi, Yan. Belum ada. Kita tunggu jam istirahat," balas Rima, dengan mata tetap waspada.

​Tepat saat mereka berdua bertukar bisikan singkat, suasana hotel mendadak pecah oleh suara teriakan panik yang sangat keras.

​Teriakan itu berasal dari seorang pria, dan ia berlari terbirit-birit dari arah lift servis. Pria itu adalah salah satu teknisi yang ditugaskan untuk memeriksa panel listrik di sayap lama. Wajahnya pucat pasi, matanya terbelalak ketakutan.

​Pria itu berlari langsung menuju Nyonya Lia, yang saat itu sedang memeriksa jadwal harian.

​"Nyonya Lia! Mayat! Ada mayat di sana!" lapor teknisi itu, suaranya putus-putus, terengah-engah.

​Seketika, lobi menjadi hening. Semua mata tertuju pada Nyonya Lia.

​"Tenang, Tuan. Mayat? Di mana? Jelaskan dengan benar!" perintah Nyonya Lia, meskipun raut wajahnya juga menunjukkan kejutan yang nyata, bercampur dengan kepanikan yang tersembunyi.

​"Lantai Tujuh, Nyonya! Lantai Tujuh! Pintu besinya terbuka sedikit, dan saya lihat... ada seseorang tergeletak di lorong! Darahnya banyak sekali!" lapor teknisi itu, ia terlihat hampir pingsan.

​Kata-kata itu mengguncang semua yang ada di lobi. Lantai Tujuh. Korban. Darah.

​Nyonya Lia mengambil napas tajam. Ia segera menghubungi keamanan dan Bu Indah, lalu dengan langkah cepat dan tegas, ia menuju lift servis. Beberapa staf senior, termasuk Dina dan beberapa petugas keamanan, bergegas mengikutinya.

​Aryan dan Rima saling pandang. Teror yang mereka rasakan semalam kembali menghantam. Mereka tidak perlu diperintah. Ini adalah kesempatan, atau mungkin keharusan, bagi mereka untuk mengumpulkan bukti.

​Meskipun takut, Aryan menarik lengan Rima dan mereka berdua berjalan cepat menyusul rombongan itu, bukan melalui lift, tetapi melalui tangga darurat yang familier. Mereka ingin tiba tanpa menarik perhatian dan melihat langsung lokasi kejadian.

​Mereka mencapai Lantai Tujuh dan mendorong pintu besi yang sudah tak terkunci.

​Pemandangan di lorong Lantai Tujuh jauh lebih mengerikan daripada yang mereka bayangkan. Aroma amis darah dan bau busuk menyeruak, membuat Aryan segera menutup hidung dan mulutnya.

​Di tengah lorong yang berdebu dan gelap itu, tergeletak tubuh seorang pria. Pria itu mengenakan seragam kerja biasa, mungkin salah satu kontraktor yang sedang diperintahkan Bu Indah untuk bekerja.

​Nyonya Lia sudah berada di dekat tubuh itu, ekspresinya kini tidak lagi berpura-pura tenang.

​Aryan dan Rima mendekat perlahan, langkah mereka gemetar.

​Apa yang mereka lihat adalah pemandangan yang tidak mungkin dilakukan oleh pembunuh manusia biasa.

​Korban itu tergeletak dengan posisi aneh, tetapi yang paling mengerikan adalah kondisi tubuhnya. Bagian kulit wajahnya sudah tidak ada, seperti dikupas paksa. Lengan dan kakinya terlihat memar parah, dan yang paling membuat Aryan dan Rima mual adalah kondisi tangan korban. Semua jari-jari tangannya tampak hilang, kulitnya terkelupas, dan darahnya menyebar di lantai.

​Korban itu seperti disiksa atau dimutilasi, bukan untuk dibunuh, melainkan untuk dihilangkan identitasnya.

​"Ya Tuhan..." bisik Rima, tangannya menutup mulut, matanya terbelalak melihat kengerian itu.

​Aryan segera memalingkan wajah. Ia merasakan isi perutnya bergejolak. Darah itu nyata, bau busuk itu nyata, dan mutilasi itu hanya bisa dilakukan oleh sesuatu yang bukan manusia.

​Kulit, rambut, dan jari-jari hilang agar tidak bisa terdeteksi.

​Aryan segera menarik lengan Rima ke sudut lorong yang agak tersembunyi, menjauh dari kerumunan petugas keamanan dan staf yang mulai berdatangan.

​"Rima, kamu lihat itu? Itu... itu bukan kerjaan manusia," bisik Aryan, suaranya tercekat. "Tidak mungkin. Ini di luar nalar. Ini bukan cuma ritual sajen lagi, Rima. Hantu itu sudah membunuh. Dia membunuh teknisi itu."

​"Aku tahu, Yan. Aku tahu," balas Rima, matanya berkaca-kaca. "Dan lihat, korban itu dikuliti. Itu untuk menghilangkan sidik jari, untuk menghilangkan DNA. Mereka tidak mau dia terdeteksi."

​Aryan memandang ke arah Kamar 5, pintu yang menjadi fokus ritual Nyonya Lia dan Bu Indah. Ia meyakinkan dirinya, ini adalah bukti final. Semua penjelasan ilmiah Bima sudah runtuh. Bangkai tikus hanyalah pemanasan. Kematian mengerikan ini adalah penegasan.

​"Ini ada hubungannya dengan Bu Indah, Rima," tegas Aryan, nadanya kini dipenuhi ketakutan dan tekad. "Bu Indah yang mengirimnya ke sini, atau hantu itu membunuhnya untuk melindungi rahasianya. Kita harus segera bertindak. Kita tidak aman di hotel ini. Kita harus mengungkap ini sebelum kita menjadi korban berikutnya!"

​Rima mengangguk. Wajahnya yang pucat menunjukkan ketakutan ekstrem, namun matanya memancarkan keseriusan yang sama. Mereka adalah saksi dari kejahatan yang tidak hanya melibatkan manusia, tetapi juga entitas supranatural. Pagi itu, di Lorong Lantai Tujuh yang berlumuran darah, mereka bersumpah dalam hati untuk mengungkap rahasia Kamar Terlarang.

Lorong Lantai Tujuh kini menjadi pusat perhatian. Tak lama setelah penemuan mengerikan itu, sirene mobil polisi meraung-raung di luar The Grand Elegance Residency. Beberapa petugas kepolisian dan tim forensik segera memasuki hotel, langsung menuju lift servis dan Lantai Tujuh. Kedatangan pihak berwajib ini segera merusak citra mewah dan eksklusif hotel.

​Nyonya Lia, dengan ketenangan luar biasa yang hanya bisa dimiliki oleh seseorang yang terbiasa menangani krisis atau, yang lebih mengkhawatirkan, menyembunyikan kejahatan, mendampingi petugas kepolisian. Ia memberikan keterangan awal yang terukur.

​"Lantai ini adalah area terlarang, Komandan," jelas Nyonya Lia, suaranya terdengar meyakinkan. "Kami sedang melakukan renovasi besar-besaran. Kami sudah memperingatkan semua staf dan kontraktor untuk tidak mendekat karena bahaya listrik dan struktur. Korban, saya yakin, melanggar prosedur keselamatan itu."

​Nyonya Lia bersikeras bahwa pihak hotel sama sekali tidak tahu menahu mengenai identitas korban yang dimutilasi kulit dan jari-jarinya itu. Ia dengan tenang menjelaskan bahwa korban pasti adalah salah satu kontraktor yang sedang bekerja, meskipun dia tidak tahu nama persisnya karena database kontraktor dipegang langsung oleh Bu Indah. Ia berhasil mengalihkan fokus dari keanehan Lantai Tujuh ke masalah prosedur keselamatan dan renovasi.

​Polisi segera memasang garis polisi tebal di depan pintu Lantai Tujuh, menyegel seluruh area itu untuk penyelidikan. Jenazah korban dibawa keluar dalam kantong jenazah hitam, menciptakan pemandangan yang sangat kontras dengan kemewahan lobi. Jenazah itu dibawa untuk autopsi, sebuah proses yang, Aryan dan Rima yakin, tidak akan menghasilkan identifikasi yang jelas karena mutilasi yang dilakukan oleh Kuntilanak bergaun merah itu.

​Selama proses investigasi berlangsung, karyawan lain diminta untuk kembali bertugas seperti biasa, seolah-olah penemuan mayat yang dimutilasi adalah insiden harian yang wajar. Aryan, Rima, dan Dina, meskipun trauma, berusaha keras untuk tampil normal. Mereka kembali menyambut tamu, melayani permintaan, dan bertukar pandang penuh makna saat Nyonya Lia dengan tenang mengawasi proses polisi di Lantai Tujuh. Mereka tahu, kejahatan ini ada hubungannya dengan bos mereka, dan ketenangan Nyonya Lia hanyalah topeng.

​Waktu berlalu perlahan, dipenuhi ketegangan dan bisikan ketakutan di antara staf yang lain. Tepat menjelang jam pulang shift sore, Nyonya Lia kembali ke front desk dengan pengumuman penting.

​Semua staf dikumpulkan sebentar di lobi.

​"Perhatian, semua," ujar Nyonya Lia, suaranya tenang namun ada nada ketegasan yang mutlak. "Mengingat insiden tragis hari ini, dan untuk memfasilitasi penyelidikan polisi serta mencegah terulangnya insiden yang tidak menyenangkan, manajemen memutuskan untuk menutup hotel ini sementara waktu."

​Semua staf terkejut. Hotel ditutup? Itu berarti kehilangan pemasukan.

​"Penutupan sementara ini berlaku mulai besok. Kalian semua tidak perlu masuk kerja untuk tujuh hari ke depan," lanjut Nyonya Lia. "Kami akan menghubungi kalian segera setelah hotel dibuka kembali. Gaji dan tunjangan kalian selama penutupan ini akan tetap dibayarkan penuh. Silakan manfaatkan waktu ini untuk beristirahat."

​Staf lain mengangguk lega. Dibayar penuh tanpa bekerja selama seminggu adalah rezeki tak terduga. Namun, bagi Aryan, Rima, dan Dina, pengumuman ini justru terasa seperti alarm bahaya.

​Hotel ditutup? Kenapa? Untuk membersihkan kamar? Atau untuk membersihkan bukti dan membuat mereka bertiga diam?

​Jeda tujuh hari ini memberikan waktu kepada Bu Indah dan Nyonya Lia untuk menutupi jejak, menyembunyikan ritual, dan mungkin, mencari tahu siapa yang memergoki mereka. Ini adalah jeda yang sangat berbahaya.

​Waktu pulang pun tiba. Aryan, Rima, dan Dina bergerak cepat menuju loker, menghindari kontak dengan staf lain. Mereka tahu, waktu mereka sangat terbatas.

​Mereka bertiga bertemu di luar hotel, jauh dari pandangan Nyonya Lia dan petugas keamanan.

​"Tujuh hari," bisik Aryan, wajahnya tegang. "Mereka menutup hotel untuk menutupi jejak, Din. Mereka akan buat Lantai Tujuh jadi steril total."

​"Kita harus segera bertindak," balas Dina, yang kini tampak lebih berani. "Aku enggak percaya mereka. Tujuh hari ini bisa jadi waktu buat mereka mencari tahu siapa yang memutus rantai gembok di Lantai Tujuh."

​Rima menimpali. "Kita harus segera menyusun rencana penyelidikan kita. Aku sudah cari beberapa info tentang kasus tahun 2007. Kita harus segera bertemu dan menganalisisnya."

​Aryan mengambil keputusan cepat. "Baik. Jangan tunda lagi. Malam ini juga. Kita harus bertemu di tempat yang aman dan kita bisa bicara leluasa."

​"Rumahku," usul Dina. "Ibuku dan Tono percaya aku cuma halusinasi. Mereka tidak akan curiga. Kita bisa bicara di kamarku. Malam ini juga, sepuluh malam, di rumahku. Kita susun rencana."

​Aryan dan Rima mengangguk. Mereka sepakat. Malam ini, mereka akan bertemu di rumah Dina. Waktu tujuh hari yang diberikan oleh manajemen hotel bukan lagi liburan, melainkan tenggat waktu kritis untuk mengungkap misteri Kuntilanak bergaun merah di Lantai Tujuh sebelum mereka menjadi korban berikutnya. Mereka berpisah dengan cepat, berjanji untuk bertemu lagi, membawa serta semua keberanian dan rasa takut yang mereka miliki.

1
Nur Bahagia
harus nya lapor ke polisi.. bukan malah mendatangi nyonya lia dan indah
Nur Bahagia
Bima mencurigakan.. jangan2 dia tau tentang rahasia hotel itu🤔
Nur Bahagia
dan mencari masalah 😏
Nur Bahagia
jangan kepoo.. Nanti celaka kamu
Nur Bahagia
proses recruitment rahasia.. mencurigakan
Nur Bahagia
kenapa nunggu nya harus di trotoar.. ga manusiawi bangat 🤨
Nur Bahagia
padahal malah lebih nikmat lho kalo makan langsung dari bungkus nya 🤭
Nur Bahagia
aplikasi apaan kak Thor? 🤔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!