NovelToon NovelToon
PESUGIHAN POCONG GUNUNG KAWI

PESUGIHAN POCONG GUNUNG KAWI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Menjadi Pengusaha / CEO / Tumbal / Iblis / Balas Dendam
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: triyan89

Rina hidup dalam gelimang harta setelah menikah dengan Aryan, pengusaha bakso yang mendadak kaya raya. Namun, kebahagiaan itu terkoyak setelah Rina diculik dan diselamatkan oleh Aryan dengan cara yang sangat mengerikan, menunjukkan kekuatan suaminya jauh melampaui batas manusia biasa. Rina mulai yakin, kesuksesan Aryan bersumber dari cara-cara gaib.
​Kecurigaan Rina didukung oleh Bu Ratih, ibu kandung Aryan, yang merasa ada hal mistis dan berbahaya di balik pintu kamar ritual yang selalu dikunci oleh Aryan. Di sisi lain, Azmi, seorang pemuda lulusan pesantren yang memiliki kemampuan melihat alam gaib, merasakan aura penderitaan yang sangat kuat di rumah Aryan. Azmi berhasil berkomunikasi dengan dua arwah penasaran—Qorin Pak Hari (ayah Aryan) dan Qorin Santi—yang mengungkapkan kebenaran mengerikan: Aryan telah menumbalkan ayah kandungnya sendiri demi perjanjian kekayaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triyan89, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 12

​Matahari mulai terbit dari arah timur, menandakan waktu pagi telah tiba.

Setelah Bu Ratih dan Rina keluar untuk berbelanja, Aryan segera masuk ke kamar ritualnya. Wajahnya yang biasa terlihat santun kini tampak keras dan dingin. Kebakaran kios di Depok adalah peringatan keras. Ia harus menunjukkan kekuatannya.

​Aryan segera menghubungi Jaka, orang kepercayaannya.

​“Jaka, kamu urus soal kebakaran kios di Depok,” perintah Aryan, suaranya pelan tetapi menusuk.

​“Baik, Mas. Saya yakin itu pasti kerjaan Broto. Saya sudah tahu tempat persembunyian si Jarwo dan teman-temannya, yang sudah membakar kios semalam,” jawab Jaka dengan nada siap.

​“Bagus. Saya nggak mau ada laporan ke polisi. Kita selesaikan masalah ini dengan cara kita,” perintah Aryan. “Cari Jarwo dan semua temannya. Beri mereka pelajaran keras. Buat mereka kapok seumur hidup, dan tidak berani lagi mengganggu usaha saya. Setelah itu, kamu temui Broto. Kasih dia pesan, kalau dia berani sentuh satu helai pun dari Bakso Bang Aryan, saya akan buat dia menyesal telah lahir ke dunia ini.”

​“Siap, Mas. Tapi Jarwo dan anak buahnya itu lumayan banyak, sekitar lima orang. Kami hanya bertiga,” kata Jaka.

​Aryan tersenyum tipis. “Kamu dan anak buahmu sudah saya bayar mahal. Saya yakin kalian bisa mengatasi lima preman kampung. Saya tunggu laporannya. Ingat, jangan kamu bunuh mereka, beri saja mereka pelajaran.”

​Aryan mengakhiri panggilan itu. Ia kembali memasang wajah santunnya, bersiap menyambut Rina pulang, seolah tidak ada apa-apa yang terjadi.

​Jaka, bersama dua anak buahnya yang bertubuh besar dan berpengalaman dalam hal kriminal, segera bergerak. Mereka adalah tim yang sudah lama bekerja untuk Aryan di belakang layar, mengurus masalah-masalah kotor.

​Setelah mengintai seharian, Jaka berhasil menemukan Jarwo dan keempat temannya sedang berkumpul di sebuah gudang tua yang menjadi markas mereka.

​Malam itu, Jaka, Bayu, dan Didi (dua anak buahnya) menyergap gudang itu.

​Jaka membuka pintu gudang dengan tendangan keras. "BRAK!"

​Jarwo dan keempat temannya yang sedang asyik bermain kartu langsung terkejut dan berdiri. Mereka melihat Jaka dan dua temannya masuk dengan wajah datar dan tatapan mengancam.

​“Siapa kalian?! Berani-beraninya masuk ke sini!” teriak Jarwo, mencoba terlihat berani meskipun lututnya gemetar setelah melihat Pocong malam itu.

​Jaka melangkah maju, ia masukkan tangannya ke saku jaket kulitnya. “Kenalin, gue Jaka. Kami datang untuk menagih hutang yang kalian buat semalam.”

​“Hutang apa?! Kami nggak punya hutang sama siapapun!” balas salah satu teman Jarwo.

​“Kalian sudah bakar kios Bos kami. Itu hutang yang mahal,” jawab Jaka, suaranya tenang. “Kami datang untuk membuat kalian beristirahat lama di rumah sakit.”

​Jarwo menyadari, orang-orang ini bukan preman biasa.

​“Serang! Habisi mereka!” teriak Jarwo.

​Pertarungan pun pecah. Lima preman melawan tiga orang dari tim Jaka.

​Jaka bergerak cepat. Ia menghindari pukulan Jarwo yang lambat, lalu dengan sigap menyikut perut Jarwo. "BUGH!" Jarwo terhuyung mundur, memegangi perutnya yang sakit.

​Bayu, yang bertubuh paling besar, berhadapan dengan dua preman sekaligus. Bayu seperti tembok. Ia menerima pukulan di bahunya, namun tidak goyah. Ia membalas dengan pukulan lurus ke wajah salah satu preman. “DUAK!” Pria itu langsung terhuyung dan jatuh ke tumpukan karung bekas.

​Didi, meskipun paling kecil, tapi ia sangat lincah. Ia menghadapi dua preman lain dengan teknik tendangan yang cepat. Ia melompat, menendang lutut salah satu preman, lalu memutar badan dan menendang wajah preman yang lain. "PLAK! BUGHH!" Kedua preman itu meringis kesakitan.

​Pertarungan itu berlangsung sengit dan cepat. Preman-preman Jarwo memang banyak, tetapi mereka tidak terlatih dan hanya mengandalkan emosi. Sementara Jaka dan timnya sangat lincah, dan tahu cara melumpuhkan lawan dengan cepat.

​Jarwo yang sudah terpojok, berusaha mengambil sebatang kayu di lantai. “Mati kalian!”

​Jaka segera menendang kayu itu sebelum sempat diayunkan. Lalu Jaka menangkap kerah baju Jarwo.

​“Cukup!” teriak Jaka dengan mata tajam.

​Dua teman Jarwo sudah terkapar lemas, dua lainnya hanya bisa meringis kesakitan.

​Jaka mendorong Jarwo hingga jatuh. Ia mendekat, lalu menginjak tangan Jarwo kuat-kuat, membuat Jarwo menjerit.

​“Ini baru awal, Jarwo. Bos saya itu orang baik, dia nggak suka urusan kotor. Tapi kalau dia diganggu, kami akan datang. Kami bukan preman kampung yang cuma bisa memukul seperti kalian. Kami bisa hapus kalian dari dunia tanpa jejak, dan Polisi tidak akan pernah tahu,” bisik Jaka dengan suara dingin.

​Wajah Jarwo pucat pasi. Ketakutan akibat teror Pocong semalam, kini bercampur dengan teror nyata dari Jaka.

​“Jangan, Bang! Saya mohon! Kami nggak akan ganggu Bakso Bang Aryan lagi! Kami janji!” pinta Jarwo sambil menahan sakit.

​Jaka melepaskan injakannya. “Bagus. Sekarang dengarkan baik-baik. Kami tahu Broto yang menyuruh kalian. Sekarang, kalian temui Broto. Katakan ke Broto, Aryan tahu segalanya. Kalau dia masih mau jadi pengusaha, suruh dia berhenti mengganggu kami. Kalau tidak, bukan hanya kios dan usahanya yang bakal hancur, tapi juga nyawanya. Paham?!”

​Jarwo dan teman-temannya mengangguk cepat, mereka sudah tidak sanggup lagi melawan.

​Jaka dan anak buahnya segera meninggalkan gudang itu, membiarkan para preman itu meringis kesakitan dan ketakutan. Mereka tahu, pesan itu sudah tersampaikan dengan sangat jelas.

​Setelah pertarungan itu, Jaka segera menghubungi Aryan.

​Jaka: Mas Aryan, sudah beres. Kami sudah ancam mereka. Jarwo dan teman-temannya sudah babak belur. Mereka sudah kapok.

​Aryan yang sedang menikmati teh bersama Rina di teras, tersenyum puas.

​Aryan: Kerja bagus, Jaka. Sekarang, Broto. Kita tunggu langkahnya. Kamu dan anak buahmu, awasi terus dia.

​Rina, yang melihat Aryan tersenyum setelah menerima telepon itu, semakin yakin bahwa suaminya menyimpan rahasia besar di balik topeng kesuksesan dan kesantunannya.

---

​Di dalam gudang tua yang gelap, Jarwo dan keempat temannya terkapar di lantai. Mereka kesakitan, bukan hanya karena pukulan Jaka dan anak buahnya, tetapi juga karena ketakutan dari ancaman Jaka. Mereka baru saja menyaksikan sendiri, betapa mengerikannya orang-orang suruhan Aryan. Ancaman nyata Jaka terasa jauh lebih menakutkan daripada pukulan.

​Jarwo bangkit perlahan, sambil memegangi rusuknya. Ia melihat ke luar gudang, teringat pada sosok Pocong yang ia lihat malam itu. Sekarang, ia telah dihajar oleh orang-orang suruhan Aryan. Jarwo tahu, ia berurusan dengan orang yang salah.

​“Gimana ini, Wo? Si Broto pasti marah kalau tahu kita gagal lagi,” ujar salah satu teman Jarwo, meringis kesakitan.

​“Marah? Kita bisa mati di tangan orangnya si Aryan kalau kita nggak nurutin omongan mereka!” balas Jarwo dengan suara parau. Ia memikirkan ancaman Jaka: “...kami bisa hapus kalian dari dunia tanpa jejak.”

​Jarwo benar-benar takut. Ia tidak ingin berurusan lagi dengan Bang Aryan, apalagi dengan urusan gaib yang melindungi mereka. Namun, ia juga tahu, ia tidak bisa lari dari Pak Broto.

​Akhirnya, Jarwo memutuskan. Ia harus menemui Pak Broto, apa pun risikonya. Lebih baik dimarahi Broto daripada menghilang tanpa jejak di tangan Jaka.

​Keesokan harinya, Jarwo dan dua temannya (yang masih bisa berjalan) menemui Pak Broto di markasnya.

​Pak Broto sedang menghitung pemasukan dari salah satu kios baksonya. Wajahnya langsung berubah muram saat melihat anak buahnya datang dengan kondisi babak belur.

​“Kalian kenapa?! Baru disuruh istirahat, sudah pada bonyok begini!” bentak Pak Broto.

​“Maaf, Bos. Ini bukan istirahat. Kami dihajar sama orang-orangnya Aryan,” lapor Jarwo, suaranya terdengar takut.

​Pak Broto menggebrak meja. “Apa?! Si brengsek itu berani main kasar sama anak buah gue?! Mana orangnya?! Nggak usah takut, gue yang urus mereka!”

​“Bukan itu masalahnya, Bos. Orang-orangnya si Aryan ini bukan preman biasa. Mereka kayak pembunuh bayaran,” ujar Jarwo. Ia menceritakan seluruh kejadian, termasuk ancaman Jaka.

​“Dia bilang, kita harus berhenti ganggu usahanya, Bos. Kalau nggak, nggak cuma kios yang hancur, tapi nyawa kita juga,” kata Jarwo, mencoba meyakinkan Pak Broto.

​Pak Broto mendengarkan dengan raut wajah yang semakin gelap. Ia mengambil sebatang rokok, menyalakannya, dan menghembuskan asap tebal.

​“Ancaman! Itu semua cuma gertakan anak kecil!” cibir Pak Broto. “Dia pikir, dengan bayar tukang pukul kelas kakap, gue bakal takut? Gue sudah puluhan tahun di bisnis ini, sudah biasa ketemu orang-orang besar!”

​Pak Broto tidak peduli dengan ancaman Jaka. Ia justru merasa semakin tertantang dan dihina. Bagaimana mungkin pengusaha bakso baru seperti Aryan bisa mengancam dirinya?

​“Kalian! Jangan jadi pengecut! Kalian makan gaji dari gue!” bentak Pak Broto kepada Jarwo dan temannya. “Lupakan soal ancaman itu! Sekarang, si Aryan sudah main kasar, gue akan balas lebih kasar!”

​Pak Broto kemudian berjalan mondar-mandir di ruangan itu, memikirkan rencana baru. Ia sudah tidak peduli dengan cara sabotase atau pemerasan. Sekarang, ia hanya punya satu tujuan, menyingkirkan Aryan sepenuhnya.

​“Dengar! Kalian diam dulu. Jangan bergerak. Gue akan cari cara lain. Cara yang lebih pasti untuk menghancurkan si Aryan sampai dia nggak bisa berdiri lagi!” kata Pak Broto dengan mata menyala-nyala.

​Jarwo dan teman-temannya hanya bisa menunduk pasrah. Mereka tahu, keinginan Broto untuk menghancurkan Aryan sudah berubah menjadi obsesi berbahaya. Mereka hanya berharap, mereka tidak terseret lebih jauh ke dalam perang mematikan ini.

1
Oriana
Kok susah sih thor update, udah nungguin banget nih 😒
bukan author: Masih review kak
total 1 replies
Dallana u-u
Gemes banget deh ceritanya!
bukan author: lanjutannya masih review kak
total 1 replies
cocondazo
Jalan cerita seru banget!
bukan author: lanjutannya masih review kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!