Malam itu sepasang suami istri yang baru saja melahirkan putri pertamanya di buat shock oleh kedatangan sesosok pria tampan berpenampilan serba putih. Bahkan rambut panjang nya pun begitu putih bersih. Tatapannya begitu tajam seolah mengunci tatapan pasangan suami istri itu agar tidak berpaling darinya.
“Si siapa kau?” Dengan tubuh bergetar pasangan suami istri itu terus berpelukan dan mencoba melindungi putri kecil mereka.
“Kalian tidak perlu tau siapa aku. Yang harus kalian lakukan adalah menjaga baik baik milikku. Dia mungkin anak kalian. Tapi dia tetap milikku sepenuhnya.” Jawab pria tampan berjubah putih itu penuh penekanan juga nada memerintah.
Setelah menjawab wujud tampan pria itu tiba tiba menghilang begitu saja menyisakan ketakutan pada sepasang suami istri tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nafsienaff, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 12
PRANNNNGGGGG !!
Doni dan Dewi di buat terkejut karena suara benda jatuh dan pecah dari arah dapur. Khawatir terjadi sesuatu pada Sita, keduanya pun langsung berlari menuju dapur untuk mengecek keadaan wanita itu.
“Sekali lagi kalian melakukan itu, aku tidak akan sungkan untuk meratakan seisi rumah ini !!”
Sita terduduk lemas di depan pecahan mangkuk kaca yang baru saja pecah. Wanita itu tidak menyangka Artha akan kembali muncul dengan tiba tiba di hadapannya. Artha bahkan mengancamnya dengan tatapan tajam serta bola mata yang berubah warna menjadi kuning ke emasan. Suaranya pun begitu menggelegar membuat rasa takut langsung menguasai Sita pagi ini.
“Ya ampun.. Ibu.. Ada apa?” Melihat istrinya terduduk lemas di lantai tepat di depan serpihan beling, Doni pun langsung menghampiri. Pria itu juga membantu istrinya untuk berdiri.
Sita tidak bisa berkata apa apa karena disana juga ada Dewi yang datang bersama Doni, ayahnya.
“Eng enggak, enggak papa yah. Ibu hanya sedikit lemas saja tadi.” Jawab Sita sedikit gagap.
“Ibu kalau lagi nggak enak badan jangan maksain buat ngerjain pekerjaan rumah dulu Bu..” Dewi menatap sedih pada ibunya. Sita memang sangat rajin mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. Wanita itu tidak pernah malas malasan jika pekerjaan rumah nya belum selesai semua.
“Nak, kamu bawa ibu ke depan yah.. Ini biar ayah yang beresin.”
“Eum.. Iya yah. Ayo bu..”
Dengan di papah oleh Dewi, Sita pun keluar dari dapur. Wanita itu tidak menyangka Artha akan tau rencanannya.
Setelah Dewi membawa Sita berlalu dari dapur, Artha kembali muncul. Pria itu muncul dengan penampilannya aslinya. Penampilan yang membuat Doni yakin bahwa Artha memang bukan manusia biasa.
“Ka kamu...” Doni tergagap. Sekarang dia tau kenapa istrinya sampai terdiam seperti orang linglung tadi.
“Selama ini aku tidak pernah mengganggu kalian. Aku hanya menjaga milikku. Tapi kalian berusaha menjauhkan aku dengan Dewi. Apa maksud kalian?” Dengan tatapan tajam Artha menatap Doni. Pria itu benar benar tidak bisa lagi menahan diri sekarang. Artha tidak akan membiarkan siapapun menjauhkan Dewi darinya. Karena dari awal Dewi adalah miliknya, dan sampai kapanpun juga bahkan selamanya Dewi adalah miliknya.
“Ka kami.. Kami hanya..” Doni tidak tau harus bagaimana. Dia tidak menyangka tindakan istrinya akan memancing amarah Artha. Padahal Doni berpikir apa yang dilakukan orang pintar itu pasti tidak benar benar berpengaruh.
“Katakan, siapa yang membuat pagar itu?” Artha bertanya dengan penuh penekanan. Pasalnya pagar yang dia hancurkan cukup kuat. Bahkan Artha harus menggunakan kekuatan yang tidak biasa dia gunakan hanya untuk menghancurkannya.
“Saya.. Saya tidak tau.” Jawab Doni. Doni berharap Artha tidak melakukan sesuatu yang bisa melukai istrinya.
“Kali ini kalian aku ampuni. Tapi jika sekali lagi kalian melakukannya, maka jangan salahkan aku kalau aku bertindak.”
Doni mengangguk paham. Doni tidak menyangka jika orang yang di bawa istrinya benar benar sakti. Padahal dari segi penampilan orang itu sangat meragukan.
Setelah memperingati Doni, Artha pun menghilang.
Doni menghela napas lega. Pria itu mengusap kasar wajahnya. Istrinya sudah membuat kesalahan yang hampir saja membuat Artha melukainya.
Tidak mungkin meninggalkan istrinya sendiri di rumah, Doni pun memutuskan untuk cuti hari ini. Pria itu bahkan tidak mengantar Dewi ke kampus. Namun bukan berarti Dewi berangkat sendiri. Doni menitipkan Dewi pada tetangga yang anaknya juga kuliah di kampus yang sama dengan Dewi.
“Sekarang ibu tau kan kenapa ayah nggak setuju dari awal dengan apa yang ibu lakukan?”
Sita hanya diam dengan tatapan lurus ke depan. Dia masih sangat shock saat melihat wujud naga putih besar yang seperti hendak melahapnya hidup hidup. Naga yang tidak lain adalah jelmaan dari Artha.
“Dewi itu anak kita yah.. Aku yang melahirkan nya. Aku yang bertaruh nyawa untuk nya. Aku yang lebih tau apa yang terbaik untuk Dewi..” Sita berucap lirih. Suaranya bergetar begitu juga dengan tubuhnya.
“Aku hanya takut Dewi kenapa napa. Mereka bukan manusia.” Lanjut nya.
Doni menghela napas berat. Meski apa yang di katakan istrinya benar, namun Doni tetap merasa istrinya tidak seharusnya melakukan hal demikian.
“Artha tidak seperti iblis itu Bu.. Ayah yakin.”
Sita menoleh cepat. Dia menatap tidak menyangka pada suaminya yang bisa begitu saja percaya pada sosok Artha.
“Apa yang membuat ayah begitu yakin? Artha itu pasti siluman yah... Dia naga besar yang sangat menyeramkan. Dia pasti mempunyai tujuan tertentu terus mendekati anak kita.” Sita tetap kukuh dengan penilaian nya terhadap Artha. Sebagai seorang ibu, waspada pada siapapun adalah bentuk dari perlindungan terhadap anak.
“Bu... Dari semua yang sudah terjadi harusnya ibu sudah bisa menyimpulkan. Sejak kecil Dewi selalu di tindas di sekolahnya. Dewi bahkan beberapa kali hendak di celakai temannya. Tapi apa yang terjadi? temannya yang terluka dan putri kita baik baik saja. Dewi juga selalu mengatakan tidak memukul. Dewi selalu bercerita teman temannya nakal tapi dia tidak pernah membalas. Kamu pikir siapa lagi yang melakukan itu kalau bukan Artha? Dan satu lagi, Artha masih tetap seperti saat datang menemui kita dulu kan?”
Sita menelan ludah mendengar ucapan panjang lebar suaminya. Dia membenarkan dalam hati apa yang suaminya katakan.
“Lalu, apa yang harus kita lakukan yah? Aku takut.. Aku takut Dewi kenapa napa...” Tangis Sita.
Doni yang tidak tega melihat istrinya menangis pun langsung memeluknya. Pria itu juga membisikan kata yang bertujuan untuk menenangkan istrinya yang sedang galau.
Sementara itu di jalan menuju kampus.
“Tumben kamu nggak di anterin sama ayah kamu?”
Dewi tersenyum kikuk. Dalam hati dia terus mengumpat kenapa ayahnya bisa mempunyai inisiatif menitipkan nya pada Marchel, tetangga yang juga sebagai teman sekampus Dewi.
“Eum.. Iya. Ayah sedang sedikit sibuk.” Jawab Dewi.
Marchel tersenyum dan mengangguk anggukkan kepalanya. Pria yang mengenakan kaos hitam lengan panjang yang lengannya di gulung sampai siku itu kemudian kembali fokus dengan jalanan yang di lewati nya.
“Kalau kamu nggak keberatan aku nggak masalah kok kalau harus antar jemput kamu. Toh kita satu kampus kan?”
Dewi tersenyum paksa.
“Hehe.. Nggak usah makasih. Aku nggak mau ngrepotin.” Jawab Dewi menolak.
Tanpa Dewi dan Marchel sadar Artha duduk di kursi belakang. Pria itu menatap kesal pada Marchel yang seperti nya memiliki perasaan lebih pada Dewi.
“Nggak ngrepotin kok. Kan kita tetangga. Rumah kita dekat. Terus ayah kamu juga kenal aku, kenal keluarga aku. Jadi kayaknya nggak buruk kalau kita berhubungan baik.” Senyum Marchel menatap Dewi sesaat.
Dewi hanya diam saja. Sejujurnya dia merasa tidak nyaman sekarang.
TBC