Semua ini tentang Lucyana Putri Chandra yang pernah disakiti, dihancurkan, dan ditinggalkan.
Tapi muncul seseorang dengan segala spontanitas dan ketulusannya.
Apakah Lucyana berani jatuh cinta lagi?
Kali ini pada seorang Sadewa Nugraha Abimanyu yang jauh lebih muda darinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jemiiima__, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HAH??! NIKAH??!
Waktu menunjukkan pukul satu dini hari.
Detri memapah Lucy yang sudah mabuk, langkahnya limbung sambil terus mengomel gak jelas.
“Udah, udah duduk dulu lo sini,” ujar Detri, menuntun temannya ke bangku di pinggir bar. Ia menatap layar ponsel, gelisah menunggu seseorang datang menjemput.
Dari kejauhan, sepasang mata memperhatikan mereka.
Andika.
Pria itu baru saja melangkah keluar dari kerumunan, niatnya hendak mendekati Lucy. Tapi sebelum sempat, sebuah mobil berhenti di depan bar.
Dewa keluar dari dalam mobil dengan ekspresi setengah ngantuk. Begitu melihat Detri melambaikan tangan, ia langsung menghampiri.
Andika yang melihat pemandangan itu mendesis pelan.
"Sial!"
Langkahnya terhenti. Ia hanya berdiri di kegelapan, matanya tak lepas dari sosok pria yang kini mengangkat tubuh Lucy ke dalam mobil.
Siapa dia? Gue belum pernah liat sebelumnya, pikirnya tajam, rahangnya mengeras.
Mobil Dewa melaju pelan menembus jalanan malam. Lampu kota berpendar samar di kaca depan, sementara dari kursi penumpang, Lucy mulai meracau dengan mata setengah tertutup.
“Kok lo sih yang nganterin gue?” suaranya serak tapi keras. “Detri mana? Detrriiiiii!!”
Lucy tiba-tiba mencondongkan badan dan gedor-gedor kaca mobil dengan panik.
Dewa hampir ngerem mendadak. “Astaga—woi, woi! Diem hei!, bahaya tau!” katanya sambil meraih tangan Lucy, berusaha menenangkan.
Lucy spontan menepis dan menyilangkan tangan di dada, “Eits! Jangan sentuh gue! Bukan muhrim!” katanya dengan nada setengah sadar tapi penuh keyakinan.
Dewa menatapnya sebentar, antara jengkel dan pengen ketawa. “Iya, iya, enggak, sorry. ” gumamnya pelan sambil kembali fokus ke jalan.
Beberapa detik kemudian, Lucy mulai tenang. Kepala miring ke jendela, napasnya pelan— tepar total.
Dewa menoleh sekilas, menghela napas pasrah, lalu tersenyum kecil.
“Kelakuannya ada-ada aja… astaga,” katanya lirih, sebelum terus melajukan mobil ke arah apartemennya.
Subuh yang seharusnya tenang justru diisi dengan suara gaduh dari lorong apartemen Lucy.
Dewa menggendong Lucy di punggungnya, berusaha menahan agar perempuan itu nggak meronta.
“Lucy, diem kenapa sih! Astaga, lo berat banget sumpah,” gerutunya setengah napas. “Bodo amat lo lebih tua, kelakuan lo kek bocah baru nyoba alkohol!”
Lucy menepuk punggung Dewa pelan tapi nyolot, “Turunin gue! Lo mau bawa gue ke mana, hah?”
Suaranya naik satu oktaf, bikin Dewa refleks nengok kiri kanan takut ada tetangga yang keluar.
“Lucy! Malu ini subuh, anjir! Lo mau bikin gue dikira penculik, hah?” Dewa hampir putus asa tapi tetap melangkah ke lift.
Begitu pintu lift tertutup, Lucy tiba-tiba diam. Cuma sesekali nguap sambil sandarin dagu di bahu Dewa.
Dewa menghela napas lega. “Nah, gitu dong. Tenang, kan cantik. Dikit…”
Tapi ketenangan itu cuma bertahan sampai mereka berdiri di depan pintu apartemen.
“Kode pintunya berapa?” tanya Dewa.
Lucy nyengir setengah sadar. “Hmm… berapa yaa?”
Beberapa kali dia pencet angka random—beep, beep, denied.
Sampai akhirnya sistem pintu berbunyi nyaring: “Access blocked”
Dewa mendesah panjang, menatap langit-langit lorong. “Ya Tuhan… kenapa sih gue gak tidur aja tadi?”
Akhirnya dia duduk sebentar di depan pintu, keringat mulai membasahi leher dan kemejanya.
Lima menit kemudian, dia angkat Lucy lagi, balik ke mobil.
Begitu Lucy ditidurkan di kursi penumpang, Dewa menyeka peluhnya dengan kesal tapi juga pasrah.
“Sialan, Lucy… gue tarik omongan gue yang bilang suka sama lo ah.”
Tapi sambil menatap wajah Lucy yang tidur pulas, Dewa malah nyengir kecil.
“…ya, mungkin belum sepenuhnya gue tarik juga deh,” gumamnya sebelum menyalakan mesin mobil dan melaju ke rumahnya.
...****************...
Sementara di sisi lain kota Jakarta.
Seorang pria paruh baya duduk santai di ruang baca rumah besar bergaya minimalis. Halaman depan terlihat dari jendela besar yang terbuka sebagian.
Surat kabar terlipat rapi di tangannya, secangkir kopi hitam mengepul di meja kaca.
Di sebelahnya, seorang wanita paruh baya menatap dengan nada cemas.
“Pah, kamu gak ada niatan cari dia? Udah dua tahun dia gak pulang,” katanya pelan, seolah takut menyinggung.
Pria itu tak langsung menjawab. Ia hanya membalik halaman koran, pandangannya tenang namun tajam.
“Ngapain dicari? Dia yang memilih pergi dari sini.”
Sang istri menghela napas panjang.
“Kamu tuh gak ada khawatir-khawatirnya sama dia. Heran aku…”
Tanpa menunggu jawaban, wanita itu berdiri dan melangkah pergi dengan raut kecewa.
Begitu langkahnya menghilang di koridor, pria itu diam sesaat, lalu perlahan meraih ponsel di meja. Menghubungi seseorang.
“Ya, Tuan, ada yang bisa dibantu?” sahut suara di seberang.
"Cari Sadewa!" setelah suara di seberang menjawab,
“Baik, Tuan,” jawab suara itu sopan.
Setelah panggilan berakhir, pria itu kembali membuka korannya. Ia menyesap kopinya tenang, namun tatapan matanya menyimpan sesuatu—antara rindu yang ditolak dan penyesalan yang disembunyikan.
...****************...
Pagi itu, langit Bandung tampak cerah.
Sinar matahari menembus tirai tipis rumah kecil milik Dewa, menebarkan cahaya hangat yang memantul di dinding putih.
Dewa baru saja terbangun, masih setengah sadar, ketika suara ketukan keras dari luar kamarnya membuatnya menggeliat malas.
Tok tok tok!
“Permisi! Nak Sadewa! Tolong buka pintunya!” suara parau seseorang memanggil—keras, tegas, dan penuh urgensi.
Dewa mengucek mata, mendengus kecil. “Iya, iya, sebentar…” gumamnya seraya meraih kaos dan mengenakannya setengah hati. Belum sempat kaos itu terpasang sempurna, ia sudah membuka pintu.
Di depannya berdiri Pak RT dan dua orang hansip dengan wajah serius—antara curiga dan marah.
“Eh... ada apa, Pak? Rame amat pagi-pagi gini?” Dewa mencoba tersenyum, tapi senyum itu malah tampak canggung.
Pak RT menyilangkan tangan. “Kami dapat laporan, kamu bawa masuk perempuan subuh-subuh tadi. Bener begitu?”
Dewa langsung kaku, jantungnya berdentam panik. “Engg—engga, Pak! Saya gak bawa siapa-siapa kerumah!”
Belum sempat ia menutup pintu, tiba-tiba terdengar teriakan melengking dari dalam rumah:
“AAAAAAA! BAJU GUE DIMANA?!!”
Suara perempuan. Jelas. Lantang.
Dewa menatap Pak RT. Pak RT menatap Dewa. Hansip menatap satu sama lain.
Dalam hati Dewa cuma bisa mengumpat,
“Sial… habislah gue.”
Pak Mamat, hansip paling cerewet, menunjuk Dewa dengan gaya menuduh.
“Nah! Tuh, bohong kamu! Saya tadi subuh pas ronda berarti gak salah lihat. Kamu memang bawa masuk perempuan!”
Dewa langsung panik. “Sumpah, Pak! Ini gak seperti yang Bapak-bapak pikirkan!”
Tapi nasi sudah jadi bubur. Pak RT melangkah masuk tanpa izin, diikuti dua hansip yang tampak bersemangat seolah baru bongkar kasus besar. Begitu mereka melihat ke dalam—pakaian wanita berserakan di lantai.
Pak Romli, hansip satunya, langsung berseru, “Lah! Ini apa? Baju perempuan di mana-mana! Gak bisa dibiarkan! Ini mah jelas, melakukan hal tak senonoh!”
Dewa menepuk jidat, dalam hati.
“Ini baju kok bisa nyebar di situ semua sih, ah anjing… makin ruwet aja.”
Pak RT menggeleng kecewa. “Kamu udah bikin malu komplek saya, Dewa.”
“Demi Tuhan, Pak, saya gak ngapa-ngapain!” Dewa hampir menangis.
Tapi Pak RT malah menatap tegas. “Saya gak mau tahu. Kamu tanggung jawab, atau saya lapor polisi!”
Sementara itu, Pak Mamat sibuk mengangkat ponsel, merekam dari berbagai sudut.
“Buat bukti nih, Pak RT,” katanya
Dewa semakin bingung, “Tanggung jawab apaan maksudnya, Pak?”
Pak RT menatap lurus, nada suaranya tegas tapi dramatis
“Kalian menikah di sini, sekarang juga. Atau video ini saya viralkan, terus saya lapor polisi.”
Dewa melongo, nyaris jatuh saking syoknya.
“HAH?! APA?! NIKAH?!”
...----------------...
JEDER!
Kira-kira Dewa bakalan nikahin Lucy gak yaa??
Kalau iya, Lucy mau juga gak ya??
Dewa juga di cari siapa tuh kira-kira?
Pantengin terus ya , kisah Lucy - Dewa 😍
Terimakasih untuk pembaca yang sudah bertahan sampai sejauh ini, jangan bosan-bosan yaa 💕
Jangan lupa vote like dan komentar sebanyak-banyaknya ✨✨😘
See you!