NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Dewa Asura

Reinkarnasi Dewa Asura

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Raja Tentara/Dewa Perang / Fantasi Timur / Balas Dendam
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mumun arch

Dikhianati oleh murid yang paling ia percayai, Asura, sang Dewa Perang, kehilangan segalanya. Tubuhnya musnah, kekuatannya hilang, dan namanya dihapus dari dunia para Dewa. Namun, amarah dan dendamnya terlalu kuat untuk mati.

Ribuan tahun kemudian, ia terlahir kembali di dunia fantasi yang penuh sihir dan makhluk mistis bukan lagi sebagai Dewa yang ditakuti, melainkan seorang bocah miskin bernama Wang Lin.

Dalam tubuh lemah dan tanpa kekuatan, Wang Lin harus belajar hidup sebagai manusia biasa. Tapi jauh di dalam dirinya, api merah Dewa Asura masih menyala menunggu saatnya untuk bangkit.

“Kau boleh menghancurkan tubuhku, tapi tidak kehendakku.”

“Aku akan membalas semuanya, bahkan jika harus menantang langit sekali lagi.”

Antara dendam dan kehidupan barunya, Wang Lin perlahan menemukan arti kekuatan sejati dan mungkin... sedikit kehangatan yang dulu tak pernah ia miliki.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mumun arch, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertempuran Di Atas Langit

Langit pecah.

Cahaya emas dan merah bertabrakan di udara, menciptakan badai yang mengguncang seluruh lembah. Raga menutupi wajahnya, sementara tubuh Wang Lin perlahan terangkat ke udara, diselimuti dua aura berbeda, merah menyala dan putih lembut.

“Inilah wujud sejati Asura yang hidup sebagai manusia,” gumamnya pelan.

Utusan Langit pertama melesat turun, membawa tombak bercahaya yang memekakkan telinga.

“Langit tidak memberi kesempatan kedua, makhluk terkutuk!”

Tombak itu menghantam udara, menciptakan ledakan besar. Tapi Wang Lin hanya mengangkat tangan dan dengan satu gerakan, api merah dari tubuhnya berubah menjadi perisai transparan.

Dentuman keras menggema.

Gelombang panas menyapu lereng gunung, membuat batu-batu beterbangan.

Raga berteriak, “Wang Lin! Mereka terlalu kuat!”

“Aku tahu,” jawabnya singkat, suaranya tenang. “Tapi aku sudah berhenti melarikan diri.”

Utusan kedua muncul dari belakang, menebas dengan pedang bercahaya biru. Wang Lin memutar tubuh, menangkis serangan itu dengan tangan kosong. Seketika, api menyelimuti pedang sang utusan, membuatnya meleleh dalam sekejap.

“Kau... tidak mungkin!” seru sang utusan.

“Aku sudah mati sekali,” jawab Wang Lin dingin. “Tidak ada yang lebih menakutkan dari kehilangan jiwamu sendiri.”

Langit semakin gelap. Awan hitam menumpuk, dan suara guntur tak henti-henti.

Utusan ketiga menatap mereka dari atas, mengangkat tangannya.

“Formasi Langit Suci...Aktifkan!”

Cahaya keemasan muncul membentuk lingkaran raksasa di udara. Dari lingkaran itu turun ribuan panah cahaya, hujan energi yang bisa memusnahkan gunung dalam sekejap.

Raga menatap langit dengan wajah pucat.

 “Kita tidak akan selamat dari ini!”

Tapi Wang Lin menatap lurus ke depan.

Api merah di matanya berkobar, dan suaranya bergetar pelan namun pasti.

“Tidak semua api membakar. Ada juga api yang melindungi.”

Ia menepuk bahu Raga, tersenyum samar.

“Pergilah, Raga. Ini bukan pertempuranmu.”

Raga menggeleng keras. “Aku tidak akan meninggalkanmu! Aku... aku berhutang hidup padamu!”

“Dan aku membayarnya dengan kesempatanmu untuk tetap hidup.”

“Tidak!”

Namun sebelum Raga bisa berkata lebih jauh, Wang Lin membentuk lingkaran merah di tanah. Seketika tubuh Raga diselimuti cahaya dan terdorong menjauh, tercebur ke dalam jurang aman di sisi gunung.

Raga berteriak putus asa.

“Wang Lin!!!”

Wang Lin berdiri sendirian di tengah badai cahaya.

Pakaian putihnya berkibar, rambut hitamnya terbakar di ujung, namun matanya bersinar tajam.

“Langit selalu menuduh Dewa Asura membawa kehancuran... tapi kalian lupa tanpa api, dunia takkan pernah lahir.”

Ia mengangkat tangan ke atas.

Api merah membentuk naga raksasa di langit, melahap hujan panah cahaya satu per satu. Setiap benturan menciptakan kilatan emas dan merah yang menari di udara seperti dua dunia yang beradu kekuatan.

Utusan Langit keempat berteriak, “Dia menolak hukum alam! Hancurkan dia sekarang!”

Namun suara Wang Lin justru semakin tenang di tengah kekacauan itu.

“Hukum alam? Hukum yang hanya berpihak pada mereka yang berkuasa? Kalau begitu, aku akan menulis ulang hukum itu... dengan apiku sendiri.”

Ledakan terakhir terjadi.

Langit benar-benar terbuka, memperlihatkan celah hitam di antara awan tempat energi murni dunia keluar seperti badai.

Raga yang masih di bawah menatap langit itu dengan mata membulat.

“Dia... dia melawan Langit itu sendiri...”

Dan dari balik cahaya merah yang menyala, sosok Wang Lin tampak perlahan lenyap, terbawa badai energi yang tak bisa dijelaskan. Namun sebelum semuanya hilang, suaranya menggema di seluruh gunung:

“Selama api ini masih ada... Dewa Asura tidak pernah mati.”

Langit tertutup kembali.

Sunyi.

Yang tersisa hanyalah debu, dan jejak nyala api kecil di tengah bebatuan api yang tetap hidup, seolah menunggu waktunya untuk menyala lagi.

Kabut belum sepenuhnya sirna.

Sisa-sisa energi pertempuran masih bergetar di udara, membentuk kilatan cahaya merah samar yang tak kunjung padam. Di bawah lereng, Raga berlari dengan tubuh penuh luka, napasnya tersengal.

“Wang Lin... jangan mati... jangan tinggalkan aku begitu saja...”

Ia berhenti tepat di bawah tebing tempat api itu terakhir kali terlihat. Tanah di sekitarnya retak, dan udara panas membuat matanya berair. Tapi di tengah semua itu, ia melihat nyala kecil berwarna merah lembut.

Raga mendekat pelan, lututnya bergetar.

* “Api ini... milikmu, kan?”*

Saat jarinya hampir menyentuh api itu, cahaya merah menyebar perlahan, lalu berubah menjadi bentuk samar wajah Wang Lin, tenang, tersenyum tipis.

“Raga...” suara itu terdengar seperti bisikan dari angin.

“Jangan tangisi apa yang harus terjadi. Aku tidak hilang… aku hanya berpindah.”

Raga terisak, menatap langit yang kini kembali tenang.

 “Tapi kau... kau berkorban sendirian!”

Wajah cahaya itu perlahan memudar.

“Dewa Asura tidak pernah benar-benar pergi. Selama dunia masih punya amarah dan harapan... api itu akan tetap menyala.”

Setelah kata-kata itu hilang, api merah itu menembus tanah, menyatu dengan bumi.

Raga menatap kosong ke arah langit.

 “Aku bersumpah... aku akan menemukanmu lagi, Wang Lin. Entah di dunia ini... atau dunia berikutnya.”

 

Beberapa hari kemudian, langit di seluruh negeri berubah warna. Fenomena aneh terjadi, matahari tampak merah saat terbit, dan setiap kali malam tiba, kilatan api kecil terlihat di langit, seolah dunia sedang berduka sekaligus menunggu kebangkitan sesuatu.

Para pendeta di kuil Langit Suci mulai gelisah.

* “Energi Asura belum hilang…”*

“Langit gagal menahannya sepenuhnya.”

Sementara itu, jauh di tempat lain, di sebuah hutan sunyi di timur, di antara kabut lembut, seorang anak lelaki kecil ditemukan tak sadarkan diri oleh seorang pengembara tua.

Tubuhnya kotor, tapi anehnya, di dada kirinya berdenyut cahaya merah samar, seperti bara api yang belum padam.

Pengembara itu mengangkat anak itu perlahan dan bergumam,

“Huh... luka yang aneh. Tapi... matanya... seolah menyimpan sesuatu.”

Anak itu tiba-tiba membuka mata merah keemasan.

Sekejap, angin berhenti berhembus, dan dunia terasa sunyi.

“Aku... di mana ini?”

Suaranya pelan, namun dalam intonasinya ada kekuatan yang tersembunyi  kekuatan yang pernah menentang Langit itu sendiri.

Pengembara itu tersenyum samar.

“Kau di dunia manusia, Nak. Dunia yang mungkin sedang menunggu seseorang seperti dirimu.”

Anak itu memandangi langit dengan tatapan kosong, lalu berbisik:

"Langit... kali ini, aku akan hidup seperti manusia.”

Namun di balik matanya, kilatan merah itu berdenyut lagi seolah api Asura belum selesai bercerita.

Pagi itu, kabut tipis masih menyelimuti hutan timur. Burung-burung baru saja bernyanyi, dan embun masih menggantung di dedaunan. Anak kecil itu yang kini memulai hidup barunya terbangun di gubuk sederhana milik sang pengembara tua.

Ia menatap langit-langit bambu di atas kepalanya dan mengerjap perlahan.

“Tempat apa ini...?”

Pintu kayu terbuka. Lelaki tua berjanggut putih masuk sambil membawa mangkuk kayu berisi bubur hangat.

“Akhirnya bangun juga, bocah kecil yang penuh misteri,” katanya sambil tertawa kecil.

Anak itu duduk pelan. “Siapa kau?”

“Aku hanya orang tua yang tersesat di dunia,” jawabnya santai. “Kau boleh panggil aku Kakek Ran.”

Anak itu menatap bubur di tangannya, lalu bertanya pelan, “Dan aku... siapa?”

Ran menatapnya tajam sejenak, lalu tersenyum samar.

“Itu... hanya kau yang bisa menjawab.”

Anak itu menunduk, mencoba mengingat. Tapi begitu matanya terpejam, yang muncul hanyalah kilatan merah dan suara bisikan aneh di telinganya.

“Api Asura tidak padam…”

Ia menggigil.

* “Hei, kau baik-baik saja?”* tanya Kakek Ran.

Anak itu menarik napas panjang dan memaksakan senyum.

* “Aku... aku tidak tahu kenapa, tapi dadaku terasa berat. Seperti ada sesuatu yang tidur di dalam sana.”*

Ran mengangguk pelan. “Kadang, beberapa jiwa terlahir membawa kenangan masa lalu yang tak sepenuhnya hilang. Tapi jangan terlalu dipikirkan, Nak. Dunia manusia bukan tempat untuk terus menatap ke belakang.”

Anak itu menatap Kakek Ran, matanya jernih tapi menyimpan kilatan merah samar.

“Kalau begitu... mulai hari ini aku akan hidup seperti manusia. Aku ingin tahu... bagaimana rasanya benar-benar hidup.”

Kakek Ran tersenyum lebar. “Bagus! Dunia manusia tidak seindah yang kau kira, tapi juga tidak seburuk itu. Asal kau kuat, dunia akan menunduk padamu.”

Anak itu menatap tangannya. Dalam sekejap, bara merah kecil muncul di ujung jari hangat, bukan membakar. Ia terkejut, tapi juga merasa tenang.

“Entah kenapa... api ini terasa seperti bagian dari diriku.”

Ran hanya tersenyum tipis, pura-pura tidak kaget.

“Heh, sepertinya aku menemukan anak ajaib.”

Anak itu menatap api kecil itu lagi, lalu berbisik pelan, hampir tak terdengar:

“Kalau dunia ini memberiku kesempatan kedua... aku akan memastikan api ini digunakan untuk melindungi, bukan menghancurkan.”

1
Nanik S
Ceritanya kurang Hidup
Nanik S
Lanjutkan
Nanik S
Asura terkenal sebagai penghancur
Nanik S
Kata... oky dan kata Dong.. jangan dipakai
Nanik S
Lanhua apakah juga seorang oengikut Asura dimasa lalu
Nanik S
NEXT
Nanik S
Inginya Wang Lin hidup tenang tapi sebagi mantan Dewa perusak tentu saja diburu
Nanik S
Apakah Mei Lin akan berjalan bersama Asura
Nanik S
Lanjutkan 👍👍
Nanik S
Wang Kin apakah akan ke Lembah Neraka
Nanik S
Mantap jika bisa tentukan takdirnya sendiri
Nanik S
Bakar saja para dewa yang sok suci
Nanik S
Sudah berusaha jadi manusia malah masih diburu... Dewa Sialan
Nanik S
Tidak akan perang tapi kalau mereka datang harus dihadapi
Nanik S
Laaanjut
Nanik S
Wang Lin
Nanik S
Dendam yang tetap membuatnya masih hidup
Nanik S
Bakar saja pengikut Royan
Nanik S
Dewa pun bisa lapar 🤣🤣🤣 awal yang bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!