NovelToon NovelToon
Om Duda Genit

Om Duda Genit

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Aurora Lune

Punya tetangga duda mapan itu biasa.
Tapi kalau tetangganya hobi gombal norak ala bapak-bapak, bikin satu kontrakan heboh, dan malah jadi bahan gosip se-RT… itu baru masalah.

Naya cuma ingin hidup tenang, tapi Arga si om genit jelas nggak kasih dia kesempatan.
Pertanyaannya: sampai kapan Naya bisa bertahan menghadapi gangguan tetangga absurd itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora Lune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Si Ratu Telat Mulai Tobat?

Setelah selesai sarapan, Nayla menaruh piring dan gelas bekas makannya ke wastafel. Dengan cekatan ia mencucinya sambil bersenandung kecil. Lagu receh yang tadi pagi sempat ia nyanyikan kembali keluar dari bibirnya, kali ini dengan nada yang lebih santai.

“Abang pilih yang mana… perawan atau janda~” gumamnya sambil bergoyang kecil ke kanan dan kiri, membuat busa sabun di tangannya hampir muncrat. Ia cepat-cepat membilas piring itu sebelum benar-benar jadi konser tunggal di dapur.

Usai memastikan semua peralatan makan bersih dan kering, ia menggantungkan spons, lalu mengelap tangannya dengan handuk kecil yang tergantung di dekat wastafel. “Beres!” serunya puas, bahkan memberi tepukan kecil ke kedua tangannya seperti chef profesional yang baru saja menutup dapur.

Dengan langkah ringan, Nayla melangkah kembali ke kamarnya. Begitu masuk, matanya langsung tertuju ke cermin besar di sudut ruangan. Ia berdiri tegak, memperhatikan pantulan dirinya dengan seksama. Rambutnya sedikit kusut karena angin kipas, jadi dengan telaten ia merapikannya menggunakan jari, lalu mengambil sisir.

Setelah itu, ia membuka laci meja rias, mengeluarkan liptint, dan mengoleskannya perlahan ke bibir. “Hmm, fresh banget,” gumamnya sambil memonyongkan bibir ke depan, memeriksa hasilnya dari berbagai angle.

“Oke… perfect!” ucap Nayla dengan penuh percaya diri. Ia lalu memberi gaya peace sign di depan cermin, menundukkan kepala sedikit ala selebgram, kemudian ngakak sendiri. “Ya ampun, gue norak banget.”

Tanpa membuang waktu, ia mengambil tas nya dari gantungan di belakang pintu. Sebelum berangkat, ia membuka resleting tasnya dan mengecek isinya satu per satu. “Dompet, ada… ponsel, ada… charger, ada… buku catatan, ada… oh, parfum kecil juga ada. Siap tempur!” serunya sambil mengangguk puas.

Ia lalu mengayunkan tas itu ke bahunya, melirik sebentar ke cermin untuk terakhir kalinya. “Nayla siap menaklukkan dunia eh, maksudnya kampus,” ujarnya dramatis. Ia bahkan sempat mengangkat tangan ke udara, seolah menyemangati dirinya sendiri.

Begitu Nayla melangkah keluar rumah, udara pagi yang masih segar langsung menyambutnya. Sinar matahari menembus sela-sela pepohonan, membuat jalan kompleks perumahan terlihat hangat. Di depan rumahnya, seorang driver ojol sudah menunggu dengan motor yang terparkir rapi. Helm hijau khas ojol tergantung di spion, sementara bapak driver itu tampak sibuk menunduk, jemarinya lincah mengetik sesuatu di ponsel.

“Maaf lama ya, Pak!” seru Nayla sambil setengah berlari kecil, napasnya sedikit terengah karena terburu-buru.

Driver itu langsung mendongak dan tersenyum ramah. “Enggak kok, Neng. Saya juga baru nyampe,” jawabnya santai sambil menaruh ponselnya di saku jaket.

Nayla mengembuskan napas lega. “Syukurlah, saya kira udah nunggu lama.”

“Tenang aja. Ayo, biar nggak telat ke kampus,” ucap si bapak sambil meraih helm cadangan dan menyerahkannya pada Nayla.

“Siap, Pak!” Nayla menerima helm itu dengan cepat, lalu memakainya. Ia sempat mengatur poni di depan kaca helm, memastikan tetap rapi. Setelah itu, ia menarik talinya kencang, lalu menepuk tas di bahunya. “Aman, nih.”

“Udah siap, Neng?” tanya driver itu lagi, sekadar memastikan.

“Siap banget! Gaskeun, Pak!” jawab Nayla sambil terkekeh, membuat si bapak ojol ikut tertawa kecil.

Tak lama kemudian, mesin motor menyala. Bapak ojol memutar gas perlahan, lalu motor melaju meninggalkan halaman rumah Nayla. Jalanan kompleks yang rapi dan sunyi pagi itu mereka lalui dengan santai. Rambut Nayla yang sebagian keluar dari helm berkibar terkena angin. Ia menunduk sebentar, melihat notifikasi ponsel di tangannya, lalu tersenyum kecil.

“Semoga aja hari ini adem-ayem…” gumam Nayla dalam hati, meski entah kenapa perasaan aneh muncul begitu motor melintas melewati rumah megah milik Arga. Ia buru-buru mengalihkan pandangan, pura-pura fokus pada jalanan depan.

Tak lama kemudian, motor yang ditumpangi Nayla berhenti mulus tepat di depan gerbang kampus. Suasana pagi itu begitu hidup; mahasiswa dengan tas punggung melintas tergesa-gesa menuju kelas, ada yang masih sempat jajan di kantin depan, sementara beberapa kelompok lain bercengkerama riang di bawah rindangnya pepohonan. Suara obrolan bercampur dengan deru motor dan klakson mobil, menciptakan hiruk pikuk khas kampus di pagi hari.

“Udah sampai, Neng,” ucap bapak ojol itu sambil menoleh ramah.

“Iya, Pak. Ini ongkosnya,” jawab Nayla sambil buru-buru merogoh dompet kecil dari tasnya. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang, lalu menyerahkannya dengan senyum tulus.

Sang driver menerima sambil mengangguk sopan. “Makasih, Neng. Hati-hati ya kuliahnya. Semoga ilmunya lancar.”

Nayla tersenyum lebih lebar. “Amin. Makasih juga, Pak. Semoga rezekinya lancar narik hari ini.”

“Doain aja, Neng,” balas si driver dengan senyum hangat sebelum melaju pergi, meninggalkan Nayla yang berdiri di depan gerbang.

Ia melepas helm dengan hati-hati, menata rambutnya yang sedikit berantakan, lalu mengembuskan napas panjang. Matanya menatap bangunan kampus yang sudah ramai dengan mahasiswa. Ada rasa familiar sekaligus semangat baru yang tumbuh di dadanya.

“Yuk, hari ini harus produktif!” gumam Nayla penuh motivasi sambil mengepalkan tangannya kecil-kecil. Ia kemudian mengayunkan langkah ke dalam, menembus keramaian pagi itu dengan wajah yang bersemangat.

Baru saja Nayla hendak melangkah masuk ke gerbang kampus, tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil namanya dengan nada ceria dan cukup keras, membuat beberapa mahasiswa yang lewat ikut menoleh.

“Naylaaa!”

Nayla spontan berhenti dan menoleh dengan alis sedikit terangkat. Matanya langsung menemukan sosok Mita, sahabat dekatnya, yang sedang berlari kecil sambil melambaikan tangan. Rambut Mita sedikit berantakan karena tertiup angin, namun senyum lebarnya sama sekali tidak luntur, bahkan justru membuat wajahnya terlihat makin cerah.

“La! Gue kira lo telat lagi,” seru Mita begitu sampai di hadapan Nayla. Ia menunduk sebentar, menepuk-nepuk dadanya sendiri yang naik-turun, setengah terengah-engah karena setengah berlari dari arah parkiran.

Nayla terkekeh kecil sambil menggeleng. “Enggak dong. Hari ini gue rajin, berangkat lebih pagi.”

Mita langsung membelalakkan mata, ekspresinya dramatis seakan baru mendengar berita besar. “Wah, luar biasa. Sejak kapan Nayla yang terkenal ‘si ratu telat’ bisa jadi rajin gini? Apa jangan-jangan lo lagi semangat kuliah karena ada seseorang?” godanya sambil menaikkan alis nakal.

Nayla refleks mendengus, wajahnya sedikit memerah karena jengah. “Eh, apaan sih!” protesnya sambil memukul pelan lengan Mita.

Mita malah makin cekikikan. “Ih, bener kan! Kalau bukan karena cowok, nggak mungkin lo bisa niat bangun lebih pagi. Ayolah, cerita sama sahabat tercinta ini.”

Nayla menahan tawa, berusaha tetap cuek, lalu menoleh ke arah gerbang. “Udah ah, jangan halu. Gue cuma pengen nggak buru-buru aja. Ayo, kita masuk, nanti malah beneran telat gara-gara ngobrol di sini terus.”

1
Lembayung Senja
ceritanya mulai seru... semangat buat novelnya.....😍
Jen Nina
Jangan berhenti menulis!
Yusuf Muman
Ini salah satu cerita terbaik yang pernah aku baca, mantap! 👌
Yuri/Yuriko
Bikin baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!