NovelToon NovelToon
TAK AKAN KUKEMBALI PADAMU

TAK AKAN KUKEMBALI PADAMU

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Janda / Cerai / Obsesi / Penyesalan Suami
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Lucia Davidson hidup dalam ilusi pernikahan yang indah hingga enam bulan kemudian semua kebenaran runtuh. Samuel, pria yang ia percaya sebagai suami sekaligus cintanya, ternyata hanya menikahinya demi balas dendam pada ayah Lucia. Dalam sekejap, ayah Lucia dipenjara hingga mengakhiri hidupnya, ibunya hancur lalu pergi meninggalkan Lucia, dan seluruh harta keluarganya direbut.

Ketika hidupnya sudah luluh lantak, Samuel bahkan tega menggugat cerai. Lucia jatuh ke titik terendah, sendirian, tanpa keluarga dan tanpa harta. Namun di tengah kehancuran itu, takdir memertemukan Lucia dengan Evan Williams, mantan pacar Lucia saat kuliah dulu.

Saat Lucia mulai menata hidupnya, bayangan masa lalu kembali menghantuinya. Samuel, sang mantan suami yang pernah menghancurkan segalanya, justru ingin kembali dengan mengatakan kalau Samuel tidak bisa hidup tanpa Lucia.

Apakah Lucia akan kembali pada Samuel atau dia memilih cinta lama yang terkubur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 12. KETAKUTAN

Lucia menggenggam ponselnya erat-erat, hampir seperti pegangan hidup satu-satunya. Cahaya neon halte yang putih pucat membuat wajahnya terlihat semakin pucat. Ia bisa merasakan detak jantungnya di ujung jari, berdentum-dentum keras seakan hendak meledak.

Dari kejauhan, sosok itu masih berdiri. Tidak mendekat, tapi juga tidak pergi. Tubuh tinggi dengan hoodie gelap, wajahnya tertelan bayangan. Hanya siluetnya yang terlihat jelas, tegap dan penuh ancaman.

Lucia menunduk, pura-pura memeriksa ponsel, seakan ingin meyakinkan dirinya bahwa ia sedang tidak sendirian. Suara Evan masih terdengar di telinganya, menjadi jangkar yang menahan dirinya dari ketakutan yang siap menelan.

"Aku sudah dekat, Lucy. Tinggal dua lampu merah lagi. Aku ingin kamu tetap di bawah cahaya. Jangan pergi ke tempat gelap. Mengerti?" kata Evan di seberang telepon.

"Iya," jawab Lucia lirih, hampir tidak terdengar.

Pria paruh baya di sebelahnya menoleh lagi, tampak resah. "Kau baik-baik saja, Miss?" tanyanya dengan suara rendah, sopan tapi penuh tanda tanya.

Lucia mendongak sejenak, bibirnya bergetar. Ia ingin berkata sesuatu, tapi takut suaranya pecah. "A-aku ... tidak apa-apa, Sir."

Namun tubuhnya yang gemetar jelas menunjukkan hal sebaliknya. Wanita muda di sebelahnya ikut memperhatikan, matanya menatap curiga ke arah pepohonan di seberang jalan. Ia pun melihat sosok misterius itu.

"Sepertinya ada yang aneh," bisik wanita muda itu pada pria paruh baya. "Dia berdiri saja di sana ... seperti sedang mengawasi."

Lucia mendengar bisikan itu, dan tubuhnya semakin menegang. Napasnya tercekat.

Waktu berjalan lambat. Mobil-mobil lewat, cahaya lampu mereka menyapu trotoar, tapi tak ada satu pun yang berhenti. Setiap detik terasa seperti pisau yang menggores tipis-tipis kulitnya, meninggalkan rasa perih tak kasat mata.

Dan kemudian, sosok itu mulai melangkah.

Lucia hampir menjatuhkan ponselnya. Matanya melebar, napasnya tersengal. "Evan ... dia bergerak ... dia mendekat," suaranya pecah, penuh panik.

Evan hampir menghantam setir. "Lucy! Dengarkan aku. Jangan lari. Tetap di halte, jangan tinggalkan cahaya. Aku sudah hampir sampai!"

Lucia ingin berlari, ingin kabur sejauh mungkin. Tapi kakinya terpaku. Tubuhnya seakan membeku. Ia hanya bisa menatap sosok itu yang perlahan keluar dari bayangan, melangkah mendekat dengan langkah berat namun pasti.

Pria paruh baya berdiri dari bangku halte, mencoba menegakkan tubuhnya.

"Hei! Kau ada urusan apa di sini?" suara pria paruh baya itu lantang, berusaha terdengar berani meski ada getar di ujungnya.

Wanita muda itu segera berdiri juga, mendekat ke sisi Lucia, seolah ingin melindungi.

Sosok itu berhenti, hanya beberapa meter dari mereka. Wajahnya masih tidak terlihat jelas, tertutup bayangan hoodie. Tapi Lucia bisa merasakan tatapannya. Tatapan yang menusuk, tatapan yang membuat tubuhnya bergetar hebat.

Dan pada saat itu, deru mesin mobil terdengar dari kejauhan. Lampu depan menembus jalanan, semakin lama semakin dekat.

Lucia mengenali mobil itu. Jantungnya yang hampir runtuh mendadak dipenuhi harapan.

"Evan," ucapnya, hampir seperti doa.

Mobil hitam itu berhenti mendadak di depan halte. Pintu terbuka dengan cepat, dan dari dalamnya keluar Evan. Wajahnya menegang, matanya tajam, tubuhnya penuh energi tegang yang siap meledak.

"Lucy!" serunya, berlari ke arahnya.

Lucia hampir terisak lega. Ia langsung berdiri, tubuhnya gemetar hebat, namun matanya hanya tertuju pada Evan.

Sosok misterius itu tidak bergerak. Ia hanya menatap Evan yang kini berdiri di depan Lucia, tubuhnya sedikit merunduk seolah bersiap menghadang.

"Apa maumu?" suara Evan dalam dan penuh ancaman. "Jika kau berani menyentuhnya, aku pastikan kau menyesal."

Beberapa detik keheningan terasa panjang. Hanya suara mobil lewat yang mengisi udara. Lalu sosok itu tertawa lirih, suara yang berat dan mengerikan, sebelum akhirnya berbalik. Ia melangkah pergi perlahan, menelan dirinya kembali ke dalam bayangan pepohonan, lalu menghilang.

Evan tidak mengendurkan kewaspadaannya. Matanya mengikuti setiap langkah hingga benar-benar hilang. Baru kemudian ia menoleh pada Lucia.

"Lucy, kau baik-baik saja?" tanyanya, suaranya bergetar, berbeda dari ketenangan biasanya.

Lucia tidak bisa menjawab. Tubuhnya langsung jatuh ke pelukan Evan, tangisnya pecah, seluruh ketegangan yang ia tahan akhirnya runtuh.

Evan memeluknya erat, seolah tidak akan pernah melepaskan lagi. "Sst ... sudah, aku di sini. Tidak ada yang akan menyakitimu selama aku ada. You safe, Lucy."

Pelukan Evan begitu erat, hangat sekaligus penuh kegelisahan. Lucia menangis di dadanya, tangis yang pecah setelah sekian menit ia menahan rasa takut yang hampir melumpuhkan. Bahunya bergetar, napasnya tersengal, dan jemarinya mencengkeram jas Evan seolah takut pria itu menghilang.

Evan menutup mata sejenak, merasakan setiap getaran tubuh Lucia. Ada kemarahan yang membara dalam dirinya, bukan pada Lucia, tapi pada bayangan hitam yang berani menakutinya. Juga pada dirinya sendiri, karena terlambat datang, karena membiarkan gadis itu mengalami teror seorang diri.

"It's okay, kau aman sekarang," bisiknya pelan, mencoba meredakan tangis Lucia. "Aku janji, tidak ada yang akan menyakitimu selagi aku ada."

Lucia perlahan mengangkat wajah, matanya merah, pipinya basah oleh air mata. Sorot matanya penuh ketakutan, tapi juga kelegaan.

"E-Evan ... aku benar-benar takut tadi, aku kira aku tidak akan bisa sampai ke halte," ucap Lucia dengan suara terputus-putus.

Evan mengusap pipi Lucia dengan lembut, menghapus sisa air mata. "Aku tahu. Kau sudah sangat berani, Lucia. Kau lakukan yang terbaik, dan kau selamat."

Wanita muda dan pria paruh baya yang tadi berada di halte masih berdiri di sana, keduanya menatap dengan bingung sekaligus lega.

Pria itu berdehem kecil, lalu berkata, "Syukurlah kau datang tepat waktu. Gadis ini tampaknya hampir pingsan ketakutan."

Evan menoleh, memberi anggukan singkat penuh rasa terima kasih. $Terima kasih sudah menemaninya. Aku akan mengurus sisanya."

Wanita muda itu tersenyum tipis, menepuk bahu Lucia sebelum beranjak. "Hati-hati, ya. Dunia malam tidak selalu ramah."

Mereka berdua kemudian pergi meninggalkan halte, menyisakan Evan dan Lucia di bawah cahaya neon yang masih bergetar samar.

Evan menunduk, menatap Lucia. "Ayo, masuk ke mobil. Kau butuh duduk, butuh aman."

Lucia hanya mengangguk, masih terlalu lemah untuk berkata-kata. Evan membimbingnya perlahan, seolah setiap langkah gadis itu terbuat dari kaca yang rapuh. Ia membukakan pintu mobil, menuntunnya masuk, lalu segera masuk ke kursi pengemudi.

Begitu pintu tertutup, dunia luar seakan teredam. Hanya suara napas keduanya yang terdengar di dalam kabin.

Lucia masih memeluk tasnya erat-erat, matanya menatap kosong ke depan. Evan meliriknya, lalu mengulurkan tangan, menggenggam jemari Lucia yang dingin.

"Aku ingin kau tahu satu hal," ucapnya perlahan, suaranya tegas tapi lembut. "Aku tidak akan pernah membiarkan hal seperti ini terjadi padamu lagi. Apa pun yang terjadi, aku akan selalu datang untukmu. Ingat itu."

Lucia menoleh, menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Evan, aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau kau tidak datang."

"Jangan pikirkan itu," potong Evan cepat, matanya serius. "Yang penting sekarang adalah kau selamat."

Mesin mobil dinyalakan, suara halusnya mengisi keheningan. Evan membawa mobil meluncur perlahan keluar dari area halte. Tangannya tetap menggenggam tangan Lucia di atas pangkuan, seakan enggan melepaskannya walau hanya sebentar.

Lampu-lampu kota berkelebat di jendela, tapi suasana di dalam mobil terasa hening, penuh dengan emosi yang sulit dijelaskan.

Setelah beberapa menit, Lucia akhirnya membuka suara. "Evan, menurutmu siapa dia? Orang itu ... kenapa dia mengikutiku?"

"Aku tidak tahu. Tapi aku tidak suka caranya menatapmu. Itu bukan kebetulan, Lucia. Dia mengikutimu dengan tujuan," kata Evan seraya menghela napas dalam, tatapannya lurus ke jalanan.

Kata-kata itu membuat bulu kuduk Lucia kembali meremang. Ia meremas tangan Evan lebih erat. "Jangan-jangan, dia masih akan kembali?"

Evan menoleh sekilas, matanya tajam. "Kalau dia berani kembali, dia akan berhadapan denganku. Dan aku janji dia tidak akan bisa menyentuhmu."

Lucia terdiam, membiarkan kata-kata itu mengalir ke hatinya. Ada rasa aman yang tumbuh dari cara Evan berbicara, tegas, penuh keyakinan. Tapi di balik itu, ada juga rasa takut yang belum sepenuhnya hilang.

Malam terus berjalan. Mobil melaju melewati jalanan Los Angeles yang tak pernah benar-benar sepi. Di dalam kabin mobil, dua jiwa yang tadi dipisahkan oleh ketakutan kini kembali bertemu dalam diam yang penuh makna.

Lucia akhirnya bersandar, kepalanya perlahan jatuh ke sisi jendela. Merasa lega walau masih ada sisa ketakutan dan gemetar di dirinya.

"Terima kasih, Evan," bisik Lucia pelan, hampir tak terdengar.

Evan menoleh, menatap wajahnya yang lelah. Senyum kecil muncul di sudut bibirnya. "Istirahatlah. Aku akan membawamu pulang dengan aman."

Dan di saat itu, Evan sadar, ketakutan terbesar dalam hidupnya bukanlah menghadapi musuh atau ancaman, melainkan kehilangan Lucia.

1
Ir
kemarin di cere, sekarang di cariin lagi, karep mu ki piye samsul hmm
Archiemorarty: Tahu, sebel kali sama si Samsul ini /Smug/
total 1 replies
Miss Typo
semoga apapun niat Samuel ke Lucia semua gagal total
Miss Typo
semangat Lucia
Ir
yeuhhh kocak, amnesia lu samsul
Archiemorarty: Hahaha 🤣
total 1 replies
Ir
kak aku baca Deren dari awal lidah ku belit bacanya Daren terus tauu
Archiemorarty: Awalnya namanya maunya Darren, malah takut aku hany kebelit nulisnya ntar 🤣
total 1 replies
Ma Em
Evan , Clara dan Derren tolong lindungi Lucia dari Samuel takut Samuel akan mencelakai Lucia.
Ariany Sudjana
benar kata Evand, jangan buru-buru untuk menghadapi Samuel, karena prioritas utama sekarang kondisinya Lucia, yang sangat terpuruk. untuk menghadapi Samuel harus dengan perhitungan matang
Archiemorarty: Benar, gitu2 si samsul itu ular licik
total 1 replies
Ir
seharus nya jangan takut Lucu injek aja lehernya si samsul, trus si Evan suruh pegangin
Archiemorarty: astaga, barbar sekali ya /Facepalm/
total 1 replies
Ma Em
Semangat Lucia sekarang sdh ada Evan yg akan melindungi dari siapa saja orang yg akan menyakitimu , jgn sampai kamu terpengaruh dgn hadirnya Samuel , biarkan dia menyesal akan bat dari perbuatannya sendiri , semoga Lucia dan Evan selalu bahagia .
Archiemorarty: Setuju itu /Determined/
total 1 replies
Ir
penyesalan itu emang datang nya di akhir samsul, kali di depan namanya pendaftaran 😆
Miss Typo
keluar dari RS nikah ya 😁
Ir
bucin terooooossss 😏
Archiemorarty: Cieee...iri cieeee /Chuckle/
total 1 replies
Miss Typo
berharap sih segera nikah mereka berdua 😁
Ir
nyari laki kaya Rion, Dante, Davian sama Evan di mana sih, laki² yg semua aku di rayakan di cintai secara ugal²an, yg mau berusaha keras untuk kesejahteraan wanita nya, bukan yg kita mulai sama² dari Nol terus 😌😌
Archiemorarty: Mereka ada kok..di dunia fiksi aja tapi /Cry/
total 1 replies
Ariany Sudjana
Evand benar Lucia, kamu tidak sendiri lagi, ada Evand yang jadi tameng.
Ir
ini kalo kata orang Indonesia, sakit perut bukannya priksa ke dokter malah cuma bilang magh kronis, magh kronis, mag kronis tok 😏
Archiemorarty: Sebel soalnya /Smug/
total 3 replies
Miss Typo
itu karna pola hidup Lucia selama ini kali ya, atau karna pikiran juga.
Alhamdulillah operasi berhasil, semoga Lucia cepat pulih
Archiemorarty: Betul sekali
total 1 replies
Miss Typo
apalagi ini thor,,, kenapa masalah blm juga usai, msh ada trs masalah dlm kehidupan Lucia, kpn Lucia akan bahagia bersama Evan? 😭
Miss Typo: huaaaaaa pasti aku nangis mulu bacanya 😭🫣
total 2 replies
Miss Typo
berharap secepatnya mereka berdua menikah 😁
Miss Typo
apakah mereka berdua akan sampai menikah suatu saat nanti?????
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!