Luna Arindya, pemanah profesional dari dunia modern, meninggal tragis dalam sebuah kompetisi internasional. Saat membuka mata, ia mendapati dirinya berada di dalam novel fantasi yang pernah ia baca—dan menempati tubuh Putri Keempat Kekaisaran Awan. Putri yang lemah, tak dianggap, hidupnya penuh penghinaan, dan dalam cerita asli berakhir tragis sebagai persembahan untuk Kaisar Kegelapan.
Kaisar Kegelapan—penguasa misterius yang jarang menampakkan diri—terkenal dingin, kejam, dan membenci semua wanita. Konon, tak satu pun wanita yang mendekatinya bisa bertahan hidup lebih dari tiga hari. Ia tak tertarik pada cinta, tak percaya pada kelembutan, dan menganggap wanita hanyalah sumber masalah.
Namun semua berubah ketika pengantin yang dikirim ke istananya bukan gadis lemah seperti yang ia bayangkan. Luna, dengan keberanian dan tatapan tajam khas seorang pemanah, menolak tunduk padanya. Alih-alih menangis atau memohon, gadis itu berani menantang, mengomentari, bahkan mengolok-olok
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 keputusan
Di Kekaisaran Kegelapan
Kaisar Kegelapan berdiri di balkon istananya yang menjulang tinggi, jubah hitam berkilau di bawah cahaya bulan darah. Utusannya baru saja selesai menyampaikan kabar terbaru: Putri Keempat benar-benar menantang istana dengan permintaan nikah.
“Dia benar-benar berbeda,” bisik sang Kaisar. Matanya menyipit, bukan karena amarah, melainkan rasa penasaran yang makin menelan hatinya.
Salah satu jenderalnya memberanikan diri angkat bicara.
“Yang Mulia… mungkinkah ini jebakan dari Kekaisaran Awan? Jika Putri itu benar-benar ingin menikah, bisa saja hanya untuk memata-matai.”
Tatapan sang Kaisar menusuk, membuat jenderal itu segera menunduk ketakutan.
“Jebakan atau bukan… aku tidak peduli.” Suaranya berat dan dingin, namun bibirnya melengkung samar.
“Kalau dia berani melangkah ke sarang kegelapan dengan kakinya sendiri… maka dialah satu-satunya wanita yang layak duduk di sisiku.”
Kabar yang Mengguncang Dua Negeri
Rakyat mulai bersuara. Ada yang mengagumi keberanian Rui Zhi Han, menyebutnya putri yang rela mengorbankan diri demi kedamaian. Ada pula yang mengutuk, menuduhnya gila karena ingin bersatu dengan iblis.
Namun di tengah semua bisikan itu, nama Rui Zhi Han makin meninggi, melampaui batas istana.
---
Malam sebelum Keputusan Kaisar Ruyan
Kaisar Ruyan duduk sendirian di ruang kerjanya. Gulungan memorial para pejabat menumpuk di hadapannya, sebagian besar meminta agar pernikahan itu ditolak. Namun hatinya dilanda keraguan.
“Rui Zhi Han…” bisiknya. “Apa yang sebenarnya kau rencanakan? Apakah kau benar-benar memilih jalan yang akan menjauhkanmu dariku selamanya?”
Tangan tuanya gemetar, namun akhirnya ia menutup matanya dengan berat.
“Jika itu yang kau inginkan… aku akan mengirimkanmu ke sana. Tapi ingatlah, putriku… kau bukan hanya membawa namamu sendiri. Kau membawa nasib seluruh negeri ini.”
...----------------...
Keesokan Harinya – Balairung Agung
Balairung dipenuhi pejabat, selir, dan para pangeran. Semua menunggu keputusan yang akan menentukan masa depan negeri. Kaisar Ruyan duduk di singgasana emasnya, wajahnya lebih muram dari biasanya.
“Dengar keputusan Kaisar!” seru pejabat tinggi yang berdiri di sisi.
Balairung hening.
“Permintaan Putri Keempat… akan dikabulkan. Rui Zhi Han akan dikirim sebagai pengantin resmi menuju Kekaisaran Kegelapan.”
“APA?!” seruan panik terdengar dari berbagai arah. Para pangeran langsung bersuara protes.
“Yang Mulia! Itu sama saja menyerahkan negeri ini pada iblis!” seru Pangeran Kedua.
“Benar! Bagaimana jika Putri Keempat dijadikan alat untuk menghancurkan kita?!” tambah Pangeran Ketiga.
Namun Kaisar Ruyan mengangkat tangannya, menghentikan kegaduhan. Suaranya tegas, tapi samar terdengar getir.
“Keputusan sudah dibuat. Demi menjaga hubungan dua negeri… dan demi kehendak Putri Keempat sendiri.”
Semua terdiam, meski wajah-wajah tak puas masih jelas terlihat.
Di antara kerumunan, Rui Zhi Han berdiri anggun, wajahnya tanpa ekspresi. Hanya seulas senyum samar yang melintas di bibirnya.
“Akhirnya… permainan babak baru dimulai,” bisiknya pelan, cukup hanya untuk dirinya sendiri dan Lan Mei yang berdiri di belakangnya.
---
Istana mendadak sibuk. Dalam beberapa hari, persiapan dilakukan dengan tergesa namun penuh kemegahan. Rombongan pengantin kerajaan harus membawa persembahan dan hadiah agung agar tak mempermalukan nama Kekaisaran Awan.
Ratusan peti persembahan berisi emas, batu giok, kain sutra, dan rempah-rempah dikumpulkan. Namun yang paling mencolok adalah kereta phoenix putih berhias giok yang disiapkan khusus untuk Rui.
Lan Mei, sang pelayan setia, sibuk mengatur semua detail. Meski tangannya sibuk, wajahnya penuh kekhawatiran.
“Putri… benarkah anda yakin dengan ini? Istana Kegelapan bukan tempat yang ramah. Mereka bilang, di sana langit selalu diliputi kabut hitam, dan manusia bisa kehilangan jiwanya hanya dengan memandang Kaisarnya terlalu lama.”
Rui Zhi Han hanya menatap cermin, merapikan rambut panjangnya dengan tenang.
“Lan Mei, bukankah aku sudah bilang? Justru di sanalah aku bisa hidup… bukan sekadar bertahan.”
“Tapi…” Lan Mei menggigit bibirnya, suaranya bergetar. “Aku takut kehilangan nona. Aku satu-satunya yang tahu betapa nona sebenarnya tidak diinginkan di sini… dan kini justru mereka mengirim nona ke tempat yang lebih berbahaya…”
Rui tersenyum, mengangkat dagu Lan Mei agar menatapnya.
“Kalau begitu, ikutlah bersamaku. Jangan lepaskan tanganku, apa pun yang terjadi. Kau dan aku akan menginjak tanah asing itu bersama-sama.”
Lan Mei menunduk, matanya berkaca-kaca, lalu mengangguk tegas.
Malam Sebelum Keberangkatan
Rui berdiri di halaman kediamannya, menatap bulan yang tampak pucat di langit. Angin malam berembus lembut, membawa aroma bunga plum.
“Langit yang sama, tapi sebentar lagi aku akan menatapnya dari negeri yang berbeda,” gumamnya.
Yu Zhi, harimau putih kecil yang berwujud mungil, muncul di sampingnya.
“Nona, aku merasakan sesuatu. Ada orang-orang yang tidak ingin kau benar-benar sampai ke istana kegelapan.”
Rui meliriknya tanpa terkejut. “Tentu saja. Jika aku tiba di sana, keseimbangan kekuasaan akan berubah. Mereka pasti mencoba menghentikanku sebelum aku melangkah keluar dari negeri ini.”
“Jadi… apa kau punya rencana?” tanya Yu Zhi.
Senyum Rui melebar, matanya berkilau dingin.
“Rencana? Tentu saja. Biarkan mereka mencoba. Aku akan memperlihatkan… betapa salahnya meremehkan aku.”
---
Di Istana Kegelapan
Kaisar Kegelapan berdiri di ruang singgasananya, dikelilingi pilar hitam yang menjulang. Seorang pengawal berlutut, melaporkan kabar terbaru.
“Yang Mulia, utusan Kekaisaran Awan telah berangkat membawa sang Putri. Mereka diperkirakan tiba dalam waktu tujuh hari.”
Senyum samar muncul di wajah Kaisar.
“Tujuh hari…” suaranya berat, bergetar dengan kekuatan yang membuat ruangan terasa dingin.
“Baiklah. Aku akan menunggu… pengantin yang berani menantang dunia ini.”
Matanya berkilat merah, seperti bara api yang tak bisa padam.
----
Keesokan harinya, iring-iringan pengantin berangkat dari gerbang utama Kekaisaran Awan. Genderang berbunyi pelan, bendera-bendera berkibar, dan rakyat berkerumun menyaksikan keberangkatan Putri Keempat yang disebut-sebut berani menantang takdir.
Kereta phoenix putih berhias giok melaju perlahan, diiringi barisan prajurit dan pengawal bersenjata lengkap. Rui Zhi Han duduk anggun di dalamnya, wajahnya tenang, sementara Lan Mei duduk di sisinya dengan waspada.
Namun jauh di atas bukit yang mengawasi jalur perjalanan itu, bayangan-bayangan hitam sudah bergerak. Puluhan pembunuh bayaran berwajah bengis mengintai, mata mereka merah karena ramuan khusus yang memungkinkan mereka membunuh tanpa belas kasihan.
“Target keluar dari gerbang. Tunggu sampai iring-iringan melewati Hutan Seribu Bambu,” bisik salah satu pemimpin mereka. “Kita akan habisi Putri itu sebelum sempat mendekati perbatasan.”
Semua mengangguk. Namun yang mereka tidak sadari—jebakan justru telah dipasang, bukan oleh mereka, melainkan oleh gadis yang mereka incar.
bersambung