NovelToon NovelToon
女将军的命运之幕 ( Tirai Takdir Sang Jenderal Wanita )

女将军的命运之幕 ( Tirai Takdir Sang Jenderal Wanita )

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Keluarga / Raja Tentara/Dewa Perang / Ahli Bela Diri Kuno / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:533
Nilai: 5
Nama Author: Syifa Fha

Di bawah rembulan yang dingin, seorang jenderal berdiri tegak, pedangnya berkilauan memantulkan cahaya. Bukan hanya musuh di medan perang yang harus ia hadapi, tetapi juga takdir yang telah digariskan untuknya. Terjebak antara kehormatan dan cinta, antara tugas dan keinginan, ia harus memilih jalan yang akan menentukan nasibnya—dan mungkin juga seluruh kerajaannya. Siapakah sebenarnya sosok jenderal ini, dan pengorbanan apa yang bersedia ia lakukan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syifa Fha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12

Kakek Liu menatap Xin Lan dengan tatapan lembut yang tak lekang oleh waktu, senyumnya merekah seolah mentari pagi yang menghangatkan. "Bayi kecilku... bayi kecilku sudah dewasa," gumamnya haru, matanya berkaca-kaca. "Xiao mei, lihatlah! Aku menemukan putrimu," serunya sambil mencubit pipi Xin Lan dengan gemas.

Yu Zhang, yang sedari tadi waspada, segera menepis tangan Kakek Liu dengan lembut. "Kakek, Hentikan.Dia bukan cucu mu," ucapnya khawatir.

Seketika, ekspresi Kakek Liu berubah drastis. Senyumnya lenyap, digantikan raut wajah serius dan tajam. Matanya menyorot Yu Zhang dengan intensitas yang membuat bulu kuduk meremang. "Siapa namamu, bocah Sekte Teratai?" tanyanya dengan nada dingin.

Yu Zhang sedikit terkejut dengan perubahan sikap Kakek Liu yang tiba-tiba. "A... aku Yu Zhang," jawabnya gugup.

Kakek Liu menyipitkan matanya, meneliti Yu Zhang dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Seorang bocah dari Sekte Teratai... Apa yang membuatmu bisa dekat dengan cucu kesayangan ku?" tanyanya sinis.

Yu Zhang terdiam sejenak, mencoba mencerna pertanyaan Kakek Liu. "Kakek apa yang kau bicarakan?! aku dan Xin Lan hanya rekan," jawabnya jujur.

Kakek Liu tertawa sinis. "Jangan berbohong padaku bocah,Semua orang di dunia persilatan itu pengecut yang bersembunyi di balik racun dan manipulatif aku tidak ingin cucuku yang menggemaskan ini berhubungan dengan orang seperti mu."

Yu Zhang semakin bingung dengan arah pembicaraan Kakek Liu. "Kakek, sungguh, aku tidak punya hubungan apapun dengannya,Aku dan Xin Lan sama sama ingin pergi ke wilayah Tiandu, Hanya tujuan yang sama." jelasnya.

Kakek Liu tidak menghiraukan penjelasan Yu Zhang. Ia malah mulai berbicara sendiri, matanya menerawang jauh seolah melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat orang lain. "Kota Mingyue... 18 tahun yang lalu... malam yang penuh darah dan air mata... keluarga Feng dibantai tanpa ampun..."

Suara Kakek Liu bergetar, emosi yang bercampur aduk terpancar dari setiap kata yang diucapkannya. "Feng Tianming... kepala keluarga Feng yang gagah berani... istrinya, adalah Nyonya Liu Mei lan putriku yang anggun dan lembut... dan putri mereka, Feng Xin Lan, bayi kecil yang baru lahir ke dunia..."

Saat Yu Zhang mendengar kata 'Feng' disebut bersamaan dengan nama Xin Lan, jantungnya berdegup kencang. Perasaan aneh menyelimutinya, seolah merasa ada benang tak terlihat yang menghubungkannya dengan tragedi yang diceritakan Kakek Liu.

Yu zhang mulai curiga ia merasa cerita yang diceritakan kakek Liu barusan Mungkin ada kaitannya dengan tragedi pembantaian di wilayah kekaisaran Tiandu yang pernah ia dengar saat berjaga di perbatasan.

Kakek Liu terdiam sejenak, air mata mulai mengalir di pipinya yang keriput. "Semua dibantai... tidak ada yang selamat... kecuali..." Kakek Liu menoleh ke arah Xin Lan, matanya memancarkan harapan yang membara. "Tapi syukurlah,Aku bisa bertemu kembali dengan cucuku."

Yu Zhang menatap Xin Lan, lalu kembali menatap Kakek Liu. Ia mulai mempertimbangkan kemungkinan bahwa Xin Lan mungkin memiliki hubungan dengan keluarga Feng yang tragis itu.

Yu zhang masih penasaran dengan hubungan antara kakek Liu dan Xin Lan.

"Kakek," ucap Yu Zhang dengan hati-hati, "apakah Kakek yakin bahwa Xin Lan adalah putri keluarga Feng? Apakah Kakek memiliki bukti?" tanyanya.

Kakek Liu tidak menjawab. Ia terus menatap Xin Lan dengan tatapan yang sulit diartikan.

Kakek Liu tidak bercerita lagi, tapi tiba-tiba ia kemudian keluar sambil tertawa. Tawa itu terdengar hampa dan menyayat hati.

Beberapa saat kemudian, Xin Lan perlahan membuka matanya. Kepalanya terasa berat dan pandangannya masih buram. Ia mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk.

"Xin Lan, kau sudah sadar?" suara Yu Zhang terdengar khawatir. Ia segera menghampiri Xin Lan dan membantunya untuk duduk bersandar di dinding.

"Yu Zhang... apa yang terjadi?" tanya Xin Lan lemah, suaranya serak.

Yu Zhang tersenyum lembut. "Kau pingsan tadi. Jangan khawatir, kau sudah aman sekarang," jawabnya menenangkan.

Yu Zhang hendak membuka percakapan tentang latar belakang Xin Lan, tentang nama Feng yang terucap dari bibir Kakek Liu. Namun, melihat Xin Lan yang baru saja siuman, wajahnya masih pucat dan tubuhnya lemah, ia mengurungkan niatnya. Bukan waktu yang tepat untuk membebani pikirannya dengan hal-hal yang belum jelas.

"Dimana Kakek Liu?" bisik Xin Lan, suaranya nyaris tak terdengar.

"Dia sudah keluar," jawab Yu Zhang, berusaha menyembunyikan kekhawatiran dalam nadanya.

"Bagus! Sebaiknya kita segera pergi dari sini," ucap Xin Lan, matanya memancarkan tekad yang kuat. Meskipun tubuhnya lemah, instingnya mengatakan bahwa mereka harus menjauh dari tempat ini secepat mungkin.

Keduanya bergegas menuju pintu keluar gubuk. Yu Zhang meraih gagang pintu dan membukanya dengan perlahan. Namun, begitu pintu terbuka, mereka langsung berhadapan dengan sosok yang paling ingin mereka hindari: Kakek Liu.

Kakek Liu berdiri di depan pintu, senyum aneh menghiasi wajahnya. Matanya yang tadinya kosong kini memancarkan kilatan kegilaan dan kekuatan yang menakutkan.

"Mau kemana kalian berdua?" tanya Kakek Liu dengan nada riang, seolah tidak terjadi apa-apa. "Kakek baru saja ingin mengajak kalian bermain."

Yu Zhang memasang kuda-kuda, siap melindungi Xin Lan. Ia tahu bahwa Kakek Liu bukanlah lawan yang bisa diremehkan.

"Kakek, kami tidak ingin bermain denganmu," jawab Yu Zhang tegas. "Biarkan kami pergi."

Kakek Liu tertawa terbahak-bahak. "Pergi? Tidak semudah itu, bocah. aku tidak bisa membiarkanmu membawa cucuku pergi." Kakek Liu menatap Xin Lan dengan tatapan intens.

Xin Lan, meskipun masih lemah, menunjukkan ketenangannya. Ia tahu bahwa mereka tidak bisa melarikan diri begitu saja. Otaknya berputar cepat, mencari cara untuk keluar dari situasi ini.

"Apa yang kau inginkan, Kakek?" tanya Xin Lan dengan nada tenang, berusaha mengulur waktu.

Kakek Liu menyeringai. "Aku hanya ingin bermain denganmu, cucuku."

"Dan jika aku menolak?" tanya Xin Lan.

Kakek Liu mengangkat bahunya. "Kalau begitu, aku tidak punya pilihan selain membuat kalian berdua tinggal di sini bersama kakek!. Tapi, aku yakin kau tidak ingin itu terjadi, kan?"

Xin Lan terdiam sejenak, menimbang pilihannya. Ia tahu bahwa melawan Kakek Liu adalah pilihan yang sangat berbahaya. Tapi, ia juga tahu bahwa melarikan diri bukanlah pilihan yang realistis.

"Baiklah," ucap Xin Lan akhirnya, "aku akan bermain denganmu. Tapi, dengan satu syarat."

"Syarat?" Kakek Liu mengangkat alisnya. "Apa itu?"

"Jika aku berhasil mengalahkanmu dalam satu dupa, kau harus membiarkan kami pergi," jawab Xin Lan.

Kakek Liu tertawa terbahak-bahak. "Mengalahkanku dalam satu dupa? aish....,aku jadi teringat dengan Xiaomei ku dulu saat ia seusiamu dia terlalu percaya diri Sama seperti mu, cucuku. Tapi, baiklah, aku setuju. Jika kau berhasil mengalahkanku dalam satu dupa, aku akan membiarkan kalian pergi. Tapi, jika kau gagal, kau harus mengakuiku sebagai kakekmu!."

Xin Lan menelan ludah. Ia tahu bahwa ia telah mengambil risiko besar. Tapi, ia tidak punya pilihan lain. Ia harus melindungi dirinya dan Yu Zhang.

"Baiklah," ucap Xin Lan dengan nada mantap. "Aku terima tantanganmu."

Kakek Liu menyeringai. "Bagus. Mari kita mulai permainannya." Ia kemudian mengambil dupa dari sakunya dan menyalakannya. "Waktumu dimulai sekarang."

Xin Lan menarik napas dalam-dalam dan memejamkan matanya. Ia harus menyusun strategi dengan cepat. Ia tahu bahwa ia tidak bisa mengalahkan Kakek Liu dengan kekuatan fisik. Ia harus menggunakan otaknya, kecerdasannya, dan semua pengetahuannya tentang seni bela diri untuk menemukan kelemahan Kakek Liu dan mengalahkannya dalam waktu yang sangat singkat. Pertarungan ini bukan hanya tentang hidup dan mati, tapi juga tentang mengungkap kebenaran tentang masa lalunya.

Di tengah sengitnya pertarungan, Kakek Liu tertegun. Senyum getir terukir di wajahnya saat melihat Xin Lan, namun bayangan masa lalu tiba-tiba menyeruak. Wajah Xin Lan seolah bertransformasi, berganti menjadi wajah Liu Mei Lan, putrinya tercinta.

Waktu seakan melambat. Kakek Liu terlempar ke masa lalu, ke saat-saat indah saat ia berlatih pedang bersama Mei Lan kecilnya. Usia Mei Lan saat itu mungkin sebaya dengan Xin Lan sekarang.

"Teknik apa yang kau gunakan itu, Xiao mei?" tanya Kakek Liu sambil tersenyum.

"Ah! Ini teknik Tarian Naga yang diajarkan Kakak Tianming, Ayah!" jawab Mei Lan kecil dengan riang.

Kakek Liu terkejut mendengar nama itu. "Tianming? Dasar kau anak nakal! Dia itu pangeran! Kenapa kau sembarangan menyebut namanya! Seharusnya kau memanggilnya Tuan Muda Feng!" Kakek Liu menarik pelan telinga putrinya, namun matanya memancarkan kasih sayang.

"Tapi,Kakak Tian ming yang menyuruhku memanggilnya dengan nama itu."

Mei Lan cemberut .

"Hohoho...,Gadis kecil ayah sudah dewasa rupanya." Mei lan merasa geli sekaligus kesal karena digoda ayahnya. Tak lama kemudian, tawa mereka berdua pecah, memenuhi udara dengan kebahagiaan sederhana.

Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama. Kenangan pahit menyusul, menghantam Kakek Liu dengan kekuatan yang sama seperti serangan Xin Lan di hadapannya.

Tragedi Pembantaian yang dilakukan Feng yan di keluarga Feng.

"Ayah..." Suara Liu Mei Lan bergetar. Wajahnya pucat pasi, matanya sembab karena menangis menahan sakit. Di gendongannya, seorang bayi mungil tertidur lelap.

Kakek Liu menatap putrinya dengan tatapan terluka. Ia tahu apa yang akan terjadi. Ia tahu keputusan berat yang harus diambil Mei Lan.

"Xiao mei..." ucap Kakek Liu dengan suara serak.

Mei Lan memeluk bayinya erat-erat. Air matanya jatuh membasahi pipi sang bayi. "Aku... aku tidak bisa membesarkannya, Ayah. Aku tidak bisa melindunginya dari dunia ini, Tolong bawa dia pergi."

Kakek Liu mendekat dan mengusap air mata putrinya. "Xiaomei ,Tidak ..Ayah akan membawa kalian berdua Ayah,"

Mei Lan menyerahkan bayinya kepada Kakek Liu. Tangannya gemetar, hatinya hancur berkeping-keping. "Namanya Xin Lan, Ayah. Mohon... mohon jaga dia baik-baik, Tolong beri tahu kak Tianming."

Kakek Liu menerima Xin Lan dalam gendongannya. Ia menatap cucunya dengan tatapan penuh kasih sayang. "Tidak Xiao mei!."

Mei Lan menatap Kakek Liu dan Xin Lan untuk terakhir kalinya. Air matanya terus mengalir tanpa henti. "Selamat tinggal, Ayah. Selamat tinggal, Xin Lan."

Dengan langkah berat, Liu mei Lan hanya tersenyum melihat Kakek Liu dan Xin Lan pergi melewati reruntuhan bangunan yang terbakar dalam kesunyian malam. Kakek Liu mendekap Xin Lan erat-erat, merasakan kehangatan tubuh mungil itu. Ia tahu, hidupnya telah berubah selamanya. Ia harus menjadi ayah sekaligus kakek bagi Xin Lan. Ia harus melindunginya dari bahaya yang mengintai.

 

Kakek Liu tersentak kembali ke masa kini. Pertarungan dengan Xin Lan masih berlangsung. Namun, pikirannya melayang jauh ke masa lalu. Ia melihat Xin Lan bukan hanya sebagai seorang lawan, tetapi juga sebagai cucunya.

Kakek Liu meneteskan air mata haru. Di tengah sengitnya pertarungan, ia memperhatikan Xin Lan dengan seksama. Ada kemiripan yang nyata dengan Mei Lan, putrinya. Namun, ada juga sesuatu yang berbeda. Matanya yang tajam ,Sifat keras kepala, dan pantang menyerah yang terlihat pada Xin Lan, mungkin itu diturunkan dari ayahnya, Pangeran ketujuh Feng Tianming.

Rasa sakit dan kerinduan bercampur aduk dengan kebahagiaan yang tak terhingga. Ia ingin memeluk Xin Lan, mengatakan betapa ia mencintainya. Mengatakan betapa bangganya ia memiliki cucu seperti Xin Lan.

Dengan sekuat tenaga, Kakek Liu mengenyahkan kenangan masa lalu. Ia harus fokus pada pertarungan di hadapannya. Ia harus melindungi Xin Lan, meskipun itu berarti ia harus melawannya. Ia harus memastikan bahwa Xin Lan akan selamat, dan mewarisi semua yang ia miliki.

Tiba-tiba, di tengah keharuan yang menyelimuti, mata Kakek Liu yang tajam menangkap sebuah celah kecil dalam gerakan Xin Lan. Insting seorang petarung sejati langsung mengambil alih. Dengan kecepatan kilat, ia menyentuh titik syaraf tertentu di tubuh Xin Lan, membuat gadis itu jatuh tersungkur dengan ringisan kesakitan.

Tanpa memberi Xin Lan kesempatan untuk memulihkan diri, Kakek Liu memaksanya berdiri. Ia terus menyerang titik-titik syaraf di tubuh Xin Lan, membuatnya merasa seperti tubuhnya dialiri arus panas dan dingin yang saling berlawanan. Sensasi itu menyiksa, namun anehnya, juga memicu sesuatu di dalam dirinya.

"Apa yang anda lakukan?!" seru Yu Zhang dari pinggir arena, suaranya penuh kekhawatiran.

Kakek Liu tidak mengindahkan seruan Yu Zhang. Wajahnya tampak serius dan fokus. "Diamlah! Aku sedang fokus."

Xin Lan merasa tersiksa dengan efek dari serangan Kakek Liu. Namun, di saat yang sama, beberapa siluet ingatan asing mulai bermunculan di benaknya. Potongan-potongan memori yang selama ini terkubur dalam, kini perlahan-lahan muncul ke permukaan.

 

(Suara Liu Mei Lan, lirih namun penuh cinta) "Ayah, berjanjilah padaku. Lindungi Xin Lan. Jauhkan dia dari bahaya."

(Suara Kakek Liu, penuh tekad) "Aku berjanji, Xiao mei,Aku akan menjaganya dengan nyawaku sendiri."

(Adegan Kakek Liu melarikan diri di tengah malam, menggendong Xin Lan yang masih bayi. Mereka dikejar oleh sekelompok orang bersenjata. Kakek Liu berlari sekuat tenaga, melompati pagar dan menerobos hutan belantara.)

(Suara Kakek Liu, terengah-engah) "Kita harus selamat, Xin Lan. Kita harus bertahan."

(Adegan kilas balik yang lebih jelas. Liu Mei Lan berdiri di hadapan seorang pria berwajah dingin dan angkuh. Pria itu adalah Feng Yan, pangeran yang dulu mencintai Mei Lan.)

(Suara Feng Yan, dingin dan menusuk) "Kau telah mengkhianatiku, Mei Lan. Kau telah memilih untuk melarikan diri dengan anak haram itu. Sekarang, kau harus membayar akibatnya."

(Feng Yan menghunuskan pedangnya. Liu Mei Lan menutup matanya, pasrah pada takdirnya. Sebuah kilatan cahaya membelah udara...)

 

Xin Lan tersentak kaget. Ingatan-ingatan itu begitu kuat dan nyata, seolah-olah ia sendiri yang mengalaminya. Ia merasakan sakitnya kehilangan seorang ibu, pahitnya pengkhianatan, dan getirnya pelarian.

"Ibu..." Gumam Xin Lan, air matanya mengalir deras.

1
Syaifudin Fudin
Sederhana namun dalam
RinSantorski
Jalan cerita hebat.
·Laius Wytte🔮·
Thor, aku sudah tidak sabar untuk baca kelanjutannya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!