NovelToon NovelToon
Kehidupan Kedua Si Pelatih Taekwondo

Kehidupan Kedua Si Pelatih Taekwondo

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Berondong / Time Travel / Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Amanda Ricarlo

Dara sebagai pelatih Taekwondo yang hidupnya sial karena selalu diteror rentenir ulah Ayahnya yang selalu ngutang. Tiba-tiba Dara Akan berpindah jiwa raga ke Tubuh Gadis Remaja yang menjatuhkan dirinya di Atas Jembatan Jalan Raya dan menimpa Dara yang berusaha menyelamatkan Gadis itu dari bawah.

Bagaimana Kelanjutannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amanda Ricarlo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rencana Awal

Suasana kelas saat itu terasa tenang namun penuh kesibukan. Deretan meja dipenuhi buku dan lembaran kertas yang ditulisi angka-angka dan catatan. Para siswa tampak tenggelam dalam dunia mereka masing-masing, sibuk mengerjakan tugas yang baru saja diberikan oleh guru. Pensil-pensil beradu dengan kertas, terdengar suara gesekan halus yang ritmis. Bahkan Lesham yang biasanya sulit untuk diam lama, kali ini duduk manis menunduk serius menatap buku di hadapannya.

Ia menghela napas, lalu bergumam pelan sambil mengernyitkan dahi. “Kenapa pelajaran anak zaman sekarang begitu rumit? Padahal aku pernah sekolah dulu, rasanya tidak serumit ini,” keluhnya lirih, disertai decakan kesal.

Namun ketenangan itu buyar ketika pintu kelas terbuka, menampilkan dua siswi yang masuk tanpa mengetuk atau meminta izin. Langkah mereka mantap, sorot mata tajam, seolah mereka datang bukan untuk belajar, melainkan membawa misi tertentu. Lesham yang tengah memutar pena di jarinya spontan melirik, matanya mengikuti pergerakan dua gadis itu.

Salah satu dari mereka, berambut panjang tergerai rapi namun tatapannya dingin, berhenti tepat di depan meja Lesham. “Hei, kau ikut denganku sekarang,” ucapnya singkat tanpa memberi ruang untuk bertanya.

Sebelum Lesham sempat memberikan jawaban, kedua siswi itu sudah berjalan keluar kelas. Lesham mengangkat alis, merasa aneh namun sedikit beruntung karena bisa terbebas dari tugas untuk sementara. “Oh? Aku? Memangnya ada apa?” tanyanya setengah bercanda, meski tak ada jawaban.

Beberapa menit kemudian, Lesham menyadari ia dibawa ke atap sekolah. Angin sore bertiup, membawa aroma dedaunan basah dari taman di bawah sana. Namun yang membuat suasana terasa tegang bukanlah udara, melainkan belasan pasang mata yang kini mengelilinginya. Sebagian siswa, sebagian siswi, semuanya menatapnya dengan wajah tengil dan senyum mengejek.

Dari kerumunan itu, seorang gadis melangkah maju. Lesham langsung mengenalinya. “Oh? Bukankah kau Evelyn? Yang waktu itu di toilet itu, kan? Wah, senang sekali bertemu denganmu lagi,” ujarnya dengan nada riang, seolah mereka teman lama yang baru saja reuni.

Evelyn berjalan pelan, langkahnya teratur, mendekat sampai jarak mereka hanya beberapa meter. “Ponselmu,” ucapnya singkat, tatapannya tak lepas dari wajah Lesham.

Lesham mengedipkan mata, menampilkan ekspresi bingung. “Eh? Memangnya untuk apa? Apa aku melakukan kesalahan?”

Evelyn sedikit membungkuk, menurunkan posisinya agar sejajar dengan Lesham yang masih duduk di bangku panjang atap sekolah. Suaranya terdengar lembut, hampir seperti bisikan, namun mata yang menatapnya memancarkan ancaman yang jelas. “Kau tuli? Berikan ponselmu sekarang.”

Meski begitu, Lesham tetap tak menunjukkan rasa gentar. Dalam hatinya, ia sudah menebak Evelyn mungkin mengira dirinya masih seperti ‘Lesham yang dulu’. Sosok yang mudah dipermainkan. Baiklah, pikirnya, untuk saat ini ia akan mengikuti alur permainan anak ini.

“Oh, ponsel? Ah… aku tahu. Kau pasti ingin bertukar nomor denganku, ya? Baiklah, ini ponselnya,” ujarnya sambil tersenyum tipis, menyerahkan telepon genggamnya pada Evelyn.

Evelyn menerima ponsel itu tanpa senyum, lalu dengan cepat membuka galeri, memeriksa riwayat pesan, dan aplikasi-aplikasi di dalamnya. Hasilnya nihil, tidak ada yang ia cari. Hanya beberapa foto santai Lesham didalam galerinya, kebanyakan berupa potret diri dengan ekspresi konyol.

Tanpa peringatan, Evelyn melemparkan ponsel itu kembali. Refleks, Lesham menangkapnya sebelum sempat membentur lantai beton. “Hei! Kenapa kau melempar ponselku? Untung saja aku cepat menangkapnya. Kalau tidak, ponsel ini bisa rusak,” protesnya sambil memasang wajah cemberut.

Evelyn menyibak rambutnya dengan gerakan kesal, seolah frustrasi. Lesham masih melanjutkan dengan ekspresi pura-pura sedih. “Memangnya kau sedang mencari apa? Ponselku tidak berisi hal aneh. Aku kira kau ingin bertukar nomor denganku, tapi ternyata tidak.”

Alih-alih menjawab, Evelyn malah memalingkan wajah. “Pergi dari sini. Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi,” katanya tegas.

Lesham berdiri perlahan, menepuk celananya untuk membersihkan debu. “Hanya itu saja? Aku kira kalian mau mengajakku bergabung. Kalian ini satu kelompok, kan? Bolehkah aku ikut?” tanyanya sambil tersenyum polos.

Bentakan Evelyn pun meledak. “Aku bilang pergi, sialan!”

Lesham mengangkat kedua tangannya, mundur selangkah demi selangkah sambil terkekeh kecil. “Wah, kau membuatku takut, Baiklah sampai jumpa lagi” ujarnya, lalu berbalik dan pergi meninggalkan atap.

Evelyn mengatur napas, mencoba meredam amarahnya. Salah satu anggota gengnya, seorang pemuda berjaket hitam bernama Rey, meliriknya. “Bagaimana ini, Bos? Di ponselnya tidak ada apa-apa. Apa kau yakin kita akan melepaskannya begitu saja?”

Tatapan Evelyn mengikuti punggung Lesham yang semakin menjauh, matanya menyipit penuh kecurigaan. “Tetap awasi dia. Aku yakin dia sedang merencanakan sesuatu,” ucapnya pelan namun penuh tekanan.

>>°°°<<

Di sisi lain, Lesham hampir tak mampu menahan tawa yang menggelitik tenggorokannya. Sejak awal, ia memang sudah merencanakan langkah ini dengan rapi. Punggungnya menempel pada dinding dingin di belakang gudang sekolah, satu tangan memegang ponsel erat-erat di telinga, sementara matanya waspada mengamati sekitar.

“Kai, kau punya dua ponsel, bukan?” bisiknya di sela hembusan napas, suaranya rendah melalui ponselnya.

Suara Kai terdengar dari seberang, sedikit ragu. “Bahkan aku punya 3 ponsel, Memangnya kenapa?”

“Aku pinjam salah satunya, sekarang,” jawab Lesham cepat, nadanya setengah perintah. “Aku yakin ponselku akan diperiksa oleh anak batu itu. Jadi, sebelum dia sempat bergerak, kau bawakan ponsel cadanganmu ke sini. Cepat.”

Terdengar suara Kai tertawa kecil di ujung sana, tapi ia tak membantah. “Oke, Tunggu sebentar"

"Cepat, Jangan lama-lama"

Mengingat Misi Pertama dirinya dengan Kai berjalan mulus, dirinya yakin Evelyn tidak akan menyerah begitu saja sebelum Dia menemukan apa yang diinginkannya.

Kini Lesham harus berhati-hati dalam bertindak kali ini.

Saat menuruni anak tangga, ia tidak lupa Mengirim pesan pada Kai. "Thanks Kai, misi pertama kita berhasil" Setelah selesai Lesham Tidak henti-hentinya tertawa kecil melihat ekspresi wajah Evelyn itu.

Dengan rasa puas, ia menuruni tangga lagi, menyelipkan ponsel ke saku, dan melangkah pergi dengan senyum kemenangan yang sulit disembunyikan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!