NovelToon NovelToon
Hadiah Terakhir Dari Ayah

Hadiah Terakhir Dari Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:974
Nilai: 5
Nama Author: GoodHand

Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.

Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.

Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.

Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12. Chef

"Raden Ayu, kamu masak apa?." Tanya Raden Mas Mahesa pada istrinya yang nampak sibuk di dapur bersama pekerja yang biasa memasak untuk mereka.

"Oh, ini tadi Raden Madana dan Raden Ajeng kesini, nganter daging sapi sama Iga dan minta di buatin Iga bakar juga rawon. Mereka mau makan malam di sini." Jawab Anaya.

"Kok mereka gak izin sama aku dulu? Mana nyuruh istriku yang masak lagi. Aku aja jarang di masakin." Gerutu Raden Mas Mahesa.

"Raden Mas marah sama Raden Madana dan Raden Ajeng, atau memang sengaja mau nyindir aku, karna jarang masak buat Raden Mas? Kan Raden Mas yang ngelarang aku sering - sering masak." Sinis Anaya yang malah mengomeli suaminya.

"Bukan nyindir kamu, Raden Ayu. Ya aku marah sama dua adikku itu lah, enak saja nyuruh - nyuruh istriku masak. Aku saja rela jarang makan masakanmu karna eman - eman kalau kamu turun ke dapur." Jawab Raden Mas Mahesa sambil memeluk istrinya dari belakang.

"Aku kira Raden Mas gak suka masakanku." Sahut Anaya.

"Mana ada? Masakanmu itu enak, Raden Ayu. Tapi aku takut kamu capek kalau harus masak setiap hari, jadi sengaja aku eman - eman istriku ini." Ujar Raden Mas Mahesa.

"Cuma masak gini, gak capek lah Raden Mas. Apa lagi ada yang bantuin, bukan aku kerjakan semuanya sendiri." Jawab Anaya yang masih sibuk mengolesi Iga dengan bumbu bakar buatannya.

"Yasudah. Kalo gitu masakin makanan untukku kalau kamu gak sibuk ya, Raden Ayu." Pinta Raden Mas Mahesa sambil mengecupi puncak kepala istrinya.

"Tapi ingat, jangan sampai kecapekan apa lagi sampai terluka. Aku ratakan dengan tanah dapur ini nanti kalau sampai bikin kamu terluka." Imbuh Raden Mas Mahesa.

Anaya tertawa geli mendengar ucapan suaminya. Tak hanya Anaya, beberapa pekerja yang ada di sana pun turut tersenyum mendengar kata - kata Raden Mas Mahesa.

"Yasudah, Raden Mas tunggu di depan saja. Aku susah mau bergerak kalau Raden Mas memelukku seperti ini. Lagi pula emang Raden Mas gak malu di lihatin mereka?."

"Kenapa malu? Mereka juga tau kalo suami istri itu bagaimana tingkahnya." Jawab Raden Mas Mahesa.

"Astaghfirullah Raden Mas!. Bilang saja kalau ingin di temani." Gemas Anaya karna Raden Mas Mahesa makin menempel seperti lem. Bahkan Raden Mas Mahesa terus mengikuti pergerakan Anaya yang jadi tidak bisa leluasa.

"Mbak, tolong lanjutkan ya. Hanya tinggal di bakar sampai matang. Sesekali di oles dengan bumbunya." Titah Anaya pada salah satu pekerja yang ada di dapur.

"Njih, Raden Ayu." Jawab si pekerja yang langsung mengambil alih pekerjaan Anaya.

Raden Mas Mahesa sendiri tampak tersenyum puas karna Anaya mengerti keinginannya.

"Tunggu di taman samping sebentar, aku buatkan kopi dulu untuk Raden Mas." Ujar Anaya.

"Sendiko dawuh, Raden Ayu. (Siap jalankan perintah, Raden Ayu.)" Jawab Raden Mas Mahesa yang kemudian pergi lebih dulu menuju ke taman samping.

Di dapur, Anaya kembali sibuk membuatkan suaminya kopi, lalu menghangatkan cake yang tadi pagi ia buat. Tak butuh waktu lama, ia kemudian menghampiri suaminya.

"Waahh, kamu yang buat cake ini, Raden Ayu?." Tanya Raden Mas Mahesa yang langsung menyomot sepotong cake coklat buatan istrinya.

"Iya, sengaja mau buatkan untuk Ibu." Jawab Anaya.

"Sudah di antar ke Ibu?."

"Sudah, tadi sekalian di bawa Raden Ajeng dan Raden Madana." Jawab Anaya yang menyeruput teh bunga telang.

"Enak, Raden Ayu. Emang beda ya kalo lulusan chef yang masak." Goda Raden Mas Mahesa.

"Raden Mas tau, aku pernah sekolah chef?." Tanya Anaya.

"Tau dong! Ayah Suteja pernah cerita kalau kamu pernah sekolah chef selama satu tahun di Australi." Jawab Raden Mas Mahesa.

"Kenapa kamu sekolah chef juga, Raden Ayu?." Tanya Raden Mas Mahesa.

"Untuk mengisi waktu saja. Waktu itu aku baru wisuda dan belum bekerja. Jadi aku ambil sekolah chef untuk menambah wawasan. Awalnya hanya iseng, eeh ketagihan." Jawab Anaya.

"Alhamdulillah, aku tinggal dapat enaknya. Matur sembah nuwun, Ayah Suteja." Ujar Raden Mas Mahesa yang membuat Anaya tersenyum.

Seperti yang di rencanakan, dua adik Raden Mas Mahesa pun berkunjung malam ini. Makanan pesanan mereka sudah siap, begitu juga dengan beberapa buah, desert dan cake buatan Anaya yang sudah tersusun rapi di ruang keluarga.

"Assalamualaiakum." Suara Raden Madana dan Raden Ajeng Meshwa hampir bersamaan.

"Waalaikumsalam." Jawab Raden Mas Mahesa yang sedang duduk di ruang keluarga sambil megerjakan pekerjaan di Tab.

"Eh, Raden Mas." Sapa Raden Ajeng Meshwa yang langsung menghampiri dan menyalami kakak tertuanya, begitupun dengan Raden Madana yang mengekor.

"Waah desert dan cake, pasti buatan Raden Ayu." Girang Raden Ajeng Meshwa melihat beberapa makanan buatan kakak iparnya.

"Kalian berdua ini, seenaknya nyuruh istriku masak." Omel Raden Mas Mahesa ketika bertemu dengan dua adiknya.

"Belum duduk, udah di omelin aja. Tamu loh kami ini, Raden Mas." Sahut Raden Madana.

"Tamu apa, tamu mana yang seenaknya nyuruh tuan rumah masak, pake nganterin bahan segala lagi. Aku saja gak pernah nyuruh Raden Ayu masak. Eman - eman, takut kegores pisau atau kecipratan minyak." Kata Raden Mas Mahesa yang membuat dua adiknya kicep.

"Kok gak duduk?." Tanya Raden Ayu yang baru bergabung.

"Suamimu tuh, Raden Ayu. Kami baru datang, sudah di omeli." Adu Raden Ajeng Meshwa dengan wajah memelas.

"Silahkan duduk, Raden Ajeng, Raden Madana. Sekalian silahkan di cicipi makanannya." Ujar Anaya.

"Kenapa sih, Raden Mas?." Tanya Anaya sambil menjawil pinggang suaminya.

"Gak apa - apa. Cuma mengingatkan dua orang ini." Jawab Raden Mas dengan santai.

"Jangan gitu Raden Mas. Aku gak apa - apa kok, justru senang kalau mereka mau sering makan di sini. Sekalian Romo dan Ibu juga kalau bisa." Kata Anaya.

"Tuh kan, Raden Mas denger sendiri. Raden Ayu aja gak keberatan." Timpal Raden Madana.

"Iya Raden Mas. Aku juga mau tiap hari makan masakannya Raden Ayu. Masakan Raden Ayu itu enak banget, apa lagi cakenya ini." Puji Raden Ajeng Meshwa sambil mencomot cake di atas meja.

"Gak boleh! Sesekali aja, jangan sering - sering. Nanti Raden Ayu capek." Larang Raden Mas Mahesa.

"Ya Allah, Raden Mas pelit banget sama adik sendiri. Raden Ayu, tolong bilangin Raden Mas jangan pelit - pelit dong." Keluh Raden Ajeng Meshwa.

"Tau tuh, punya istri pinter masak kok di nikmatin sendiri masakannya. Dasar Raden Mas pelit." Imbuh Raden Madana.

"Sudah - sudah. Ayo kita makan, nanti makanannya keburu dingin." Ajak Anaya.

Mereka berempat pun berjalan bersama menuju ke ruang makan. Raden Mas Mahesa dan kedua adiknya tampak begitu menikmati makan malam mereka. Mereka makan dengan lahap hingga makanan yang tersedia di atas meja tandas.

Setelah makan, mereka pun kembali berpindah ke ruang keluarga untuk mengobrol dan menikmati pencuci mulut disana.

"Alhamdulillah, kenyang banget. Berasa makan di resto bintang lima." Puji Raden Madana.

"Raden Ayu buka restoran aja. Pasti rame yang beli." Usul Raden Ajeng.

"Sip! Setuju! Sekalian buka bakery juga." Timpal Raden Madana.

"Jangan aneh - aneh ya, Raden Ajeng, Raden Madana. Kalo kalian mau kasih ide yang aneh - aneh untuk Raden Ayu, mending pulang saja." Sergah Raden Mas Mahesa sambil melirik ke arah adiknya.

"Jangan galak - galak sama adiknya. Raden Mas gak tau kan rasanya hidup sendiri karna gak punya saudara?. Beruntung Raden Mas punya Raden Madana dan Raden Ajeng Meshwa." Ujar Raden Ayu sambil menyuapkan puding ke mulut Raden Mas Mahesa.

Raden Madana dan Raden Ajeng Meshwa hanya bisa tersenyum meledek melihat Raden Mas Mahesa yang tak membantah ucapan Anaya.

1
FDS
Bagus, berlatar di desa. alurnya juga menarik
Codigo cereza
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
GoodHand: terima kasih
total 1 replies
riez onetwo
Mupeng
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!