NovelToon NovelToon
Balas Dendam Si Pecundang

Balas Dendam Si Pecundang

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Identitas Tersembunyi / Dendam Kesumat / Persaingan Mafia / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: nurliana

kehilangan bukan lah kesalahan ku, tetapi alasan kehilangan aku membutuhkan itu, apa alasan mu membunuh ayah ku? kenapa begitu banyak konspirasi dan rahasia di dalam dirimu?, hidup ku hampa karena semua masalah yang datang pada ku, sampai aku memutuskan untuk balas dendam atas kematian ayah ku, tetapi semua rahasia mu terbongkar, tujuan ku hanya satu, yaitu balas dendam, bukan jatuh cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bayang-bayang rasa

Sore itu, langit tampak mendung seolah mencerminkan suasana hati Tama. Ia berjalan di samping Amira, namun sejak tadi diam membisu. Biasanya, Tama selalu banyak bercerita—tertawa atau menggoda Amira. Namun kali ini berbeda.

“Apakah ada masalah?” tanya Amira lembut, menatap sahabatnya dengan raut cemas. “Aku nggak akan memaksa, kalau kamu belum siap bercerita.”

Tama tetap diam. Langkahnya berat, seolah pikirannya tengah diisi oleh sesuatu yang sangat rumit.

“Tama?” panggil Amira sekali lagi, suaranya nyaris berbisik.

Langkah keduanya terhenti saat sebuah suara yang familiar terdengar.

“Zelena?” gumam Tama lirih, matanya menangkap sosok Zelena yang sedang berbincang santai dengan Leon di depan sebuah mobil hitam.

Tanpa menunggu lebih lama, Tama segera menghampiri mereka. Tatapannya tajam, langkahnya cepat. Ada kegelisahan yang terlihat jelas di wajahnya.

“Zelena!” panggilnya dengan suara lantang agar gadis itu menoleh padanya, bukan terus memandang Leon.

Zelena spontan menoleh ke arah suara itu. “Tama?” ujarnya sedikit bingung melihat seseorang berlari mendekatinya.

Kini Tama berdiri tepat di hadapan Zelena dan Leon.

“Kamu pulang sama siapa?” tanyanya, menatap Leon dengan pandangan penuh ketidakpercayaan.

Zelena melirik Leon sejenak sebelum menjawab, “Aku pulang sama dia. Temannya Kak Kenzo. Amira mana?”

Tama menoleh ke belakang. “Ada. Dia lagi jalan ke sini.” Lalu, ia kembali menatap Zelena. “Kamu nggak mau pulang bareng kita aja?”

Terdengar seperti ajakan biasa, namun nada suaranya mengandung maksud lain—keengganan untuk membiarkan Leon membawa Zelena pergi.

Leon membalas tatapan Tama dengan tenang. “Maaf, untuk sekarang, Zelena akan pulang bersama saya. Kak Kenzo sudah berpesan begitu.”

Tak lama, Amira akhirnya sampai di tempat mereka. “Kak Aksara!” serunya ceria, menyapa Leon dengan nama yang dikenalnya saat mereka pertama kali berkenalan.

Leon tersenyum singkat. “Ya.”

Amira melirik Tama dan Zelena bergantian. Wajahnya menyiratkan kebingungan. “Kalian kenapa? Kok kayak canggung gitu?”

Zelena buru-buru mengalihkan perhatian. “Aku mau pulang dulu. Harus ke rumah sakit...”

Tama langsung bereaksi. “Kamu sakit? Kenapa nggak bilang dari tadi, Zel? Siapa yang sakit? Sakit apa?” Wajahnya panik dan suara khawatirnya terdengar tulus.

Leon dan Amira hanya bisa menatap keduanya dalam diam. Entah kenapa, seolah ada sesuatu yang belum mereka pahami antara Zelena dan Tama.

“Yang sakit ayahku, Tama. Kalau kalian mau datang ke rumah, aku nggak keberatan, kok,” kata Zelena, menatap kedua sahabatnya.

Amira segera menarik lengan Tama. “Ayo pulang dulu, ganti baju, baru ke rumah sakit.”

Leon mengangguk sambil tersenyum canggung. “Iya, lebih baik begitu. Nanti kalau sudah siap, kalian bisa menyusul.”

Zelena langsung masuk ke dalam mobil. Ia bahkan tidak berpamitan, seolah merasa canggung dan tidak nyaman. Leon menyusul masuk dan menyalakan mesin. Amira dan Tama hanya bisa saling pandang, sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang.

Di Dalam Mobil

Suasana di dalam mobil terasa hening. Zelena duduk dengan gelisah, matanya menatap kosong ke luar jendela.

Leon akhirnya bicara. “Kenapa? Ada yang mengganggu pikiranmu?”

Zelena menoleh, matanya tajam menatap Leon. “Kenapa Kakak bilang ke mereka kalau nama Kakak itu Aksara?”

Leon sedikit terkejut, namun mencoba tenang. “Itu nama panggilan waktu Kakak kerja di tempat lama. Cuma nama samaran.”

Zelena terdiam, membuat Leon bertanya-tanya apakah jawabannya kurang memuaskan. Tapi tiba-tiba, Zelena menatapnya dalam-dalam.

“Memang bisa ya, Kak? Kita menikah... tapi nggak saling cinta? Jangankan cinta, rasa suka aja nggak ada...”

Leon menarik napas dalam. “Zel... nggak perlu mikir sejauh itu. Kita jalanin aja dulu. Ini juga keinginan ayahmu, kan?”

“Tapi... kalau aku nanti benar-benar jatuh cinta sama Kakak, Kakak mau terima aku?” suaranya nyaris bergetar, matanya berkaca-kaca.

Leon terdiam sejenak, lalu berkata dengan nada rendah, “Kalau kamu tahu siapa aku sebenarnya, kamu nggak akan bisa suka... apalagi jatuh cinta.”

Zelena diam. Kata-kata itu terlalu berat untuk dicerna.

Di Depan Rumah Ahmad

Zelena turun dari mobil dan memandang ke arah pagar. Di sana berdiri seorang pria paruh baya asing.

“Kak, ada orang,” ujarnya kepada Leon yang masih di dalam mobil.

Leon menoleh. Saat melihat siapa pria itu, ekspresinya berubah kaku.

“Itu... Paman Alex,” bisiknya dalam hati.

“Kamu masuk aja dulu, ganti baju. Kakak akan menyusul nanti,” ucap Leon lembut.

Zelena menurut. Leon lalu menghampiri Alex dan mengajaknya ke tempat sepi, di samping rumah, jauh dari kamera CCTV dan jangkauan orang lain.

“Sejak kapan Paman datang?” bisiknya khawatir.

“Kalian sudah bertunangan?” tanya Alex cepat.

Leon mengangguk. “Iya, kemarin. Semua sesuai rencana, kan?”

Alex tidak ingin membocorkan sesuatu yang lebih dalam. “Ya. Jangan pikirkan hal lain dulu. Fokus pada rencana kita.”

Leon menyerahkan secarik kertas. “Ini alamat rumah rahasia saya. Nggak ada yang tahu, selain saya. Paman bisa tinggal di sana. Saya dan Zelena akan pindah ke rumah baru.”

Alex mengangguk. “Nanti malam, saya akan ke sana.”

Di Dalam Rumah

Arman melihat Zelena yang turun dari tangga dengan pakaian rapi. Cantik.

“Zelena? Mau ke mana?” tanyanya sambil tersenyum.

Zelena sedikit gugup. “Ke rumah sakit, Mas. Mau lihat Ayah.”

Arman menawarkan bantuan. “Mau Mas antar?”

Zelena ragu. Tapi Leon tak kunjung kembali, dan ia takut terlambat.

“Boleh, Mas,” jawabnya akhirnya.

*

*

*

Lobi Rumah Sakit

Sesampainya di rumah sakit, Zelena menatap Arman. “Mas, aku masuk sendiri aja ya.”

Arman tersenyum. “Sekalian, Mas juga mau kasih berkas buat Ayah kamu. Kita bareng aja, ya.”

Saat mereka hendak masuk, Amira dan Tama tiba.

“Mas Arman!” seru Amira.

“Iya, kalian datang juga?” sahut Arman ramah.

“Iya, Mas. Mau jenguk Ayahnya Zelena,” jawab Tama.

Zelena menatap mereka dan tersenyum tipis. “Maaf ya, aku nggak bisa main habis ini. Aku ada janji lain.”

“Dengan Kak Aksara?” celetuk Amira cepat, membuat Zelena terkejut.

“Aksara?” gumam Arman dalam hati. “Kenapa nama itu terdengar sangat familiar?”

Zelena panik. “Iya... iya...” katanya cepat, berusaha menghentikan Amira agar tak berkata lebih jauh.

Tama lalu berkata lirih, “Zelena, aku mau bicara sebentar.”

Tanpa menjawab, Zelena membiarkan tangannya digenggam Tama dan mengikutinya.

 

Lorong Menuju Ruang Rawat

Tama berhenti di depan pintu kamar. Dengan wajah serius dan napas memburu, ia berkata:

“Ayo nikah, Zel.”

Zelena membelalakkan mata. “Apa?! Kita masih sekolah, Tama! Dan kita cuma teman. Nggak sepantasnya teman menyimpan rasa, apalagi menikah.”

Tama menghela napas. “Kalau begitu... jawab ini saja. Kamu mau jadi pacarku?”

Zelena hanya terdiam. Namun sebelum sempat menjawab, suara pintu terbuka terdengar.

Mereka menoleh. Leon berdiri di sana, membawa kantong berisi makanan dan baju ganti.

“Lanjutkan saja,” ucap Leon tenang, sebelum melangkah masuk.

Zelena panik. Di dalam ruangan ada Amira. Kalau Amira melihat Leon sekarang, semuanya bisa terbongkar.

Saat kaki kanan Leon hendak masuk, Zelena dengan cepat menarik tangannya. “Bisa kita bicara sebentar?” pintanya cepat.

Leon terdiam, bingung. Tapi ia mengikuti Zelena.

Zelena menyerahkan barang yang dibawa Leon ke Tama. “Tolong masukin ke dalam ya, Tama. Aku harus bicara sama Kak Aksara”

Mereka berdua pun berjalan menjauh, meninggalkan lorong yang mulai terasa sesak oleh perasaan dan rahasia yang belum tersampaikan.

Hai teman-teman, selamat membaca karya aku ya, semoga kalian suka dan enjoy, jangan lupa like kalau kalian suka sama cerita nya, share juga ke teman-teman kalian yang suka membaca novel, dan nantikan setiap bab yang bakal terus update,

salam hangat author, Untuk lebih lanjut lagi, kalian bisa ke Ig viola.13.22.26

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!