Dewi Ular Seosen 3
Angkasa seorang pemuda yang sudah tak lagi muda karena usianya mencapai 40 tahun, tetapi belum juga menikah dan memiliki sikap yang sangat dingin sedingin salju.
Ia tidak pernah tertarik pada gadis manapun. Entah apa yang membuatnya menutup hati.
Lalu tiba-tiba ia bertemu dengan seorang gadis yang berusia 17 tahun yang dalam waktu singkat dapat membuat hati sang pemuda luluh dan mencairkan hatinya yang beku.
Siapakah gadis itu? Apakah mereka memiliki kisah masa lalu, dan apa rahasia diantara keduanya tentang garis keturunan mereka?
ikuti kisah selanjutnya.
Namun jangan lupa baca novel sebelumnya biar gak bingung yang berjudul 'Jerat Cinta Dewi Ular, dan juga Dunia Kita berbeda, serta berkaitan dengan Mirna...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua belas
"Iya, Deh. Tapi hukuman saya kapan berakhirnya, Pak? Tekor saya tiap hari dua kali beliin Bapak kopi, itukan uang saku untuk sebulan." protesnya dengan wajah cemberut.
"Ya, sudah. Kalau gak mau beliin kopi, kamu bersihin ruangan saya," Angkasa seolah tak memberi celah bagi Dita untuk terlepas dari hukuman yang terkesan hanya akal-akalannya saja.
"Ya udah, Deh. Nyapu ruangan saja, ketimbang uang jajan saya habis." gadis itu masih cemberut.
Angkasa semakin gregetan, dan semakin salah tingkah jika terlalu lama bersama sang gadis.
"Ya sudah, mulai besok cepat datang, bersihkan ruangan saya."
Dita hanya mengangguk pasrah. Lalu berniat untuk pergi meninggalkan ruangan sang Dekan. Namun karena ceroboh, ia tanpa sengaja menyenggol unung sepatu milik Angkasa, hingga ia oleng dan tersungkur kedepan, namun tangan kekar itu bergegas menangkapnya.
"Aaawww," pekiknya
Tap
Tangan itu dengan sigap menahannya. Namun karena begitu sangat mendadak, keduanya justru oleng dan terjatuh kelantai dengan posisi Dita menimpa sang Dekan.
Hal yang paling sialnya, bibir keduanya saling beradu, dan membuat keduanya terdiam sejenak.
Sesaat waktu terasa terhenti. Lalu Angkasa bergegas membantu sang gadis untuk menyingkir dari atas tubunya, sebelum sesuatu dibalik sana akan terbangun, maka hal itu akan sangat memalukan baginya.
Tanpa sadar, deguban jantung keduanya memburu, gugup, dan saling terdiam. Tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut keduanya.
Gadis yang masih masa pubertas nan belia dan seorang pria dewasa dengan masa perubahan psikologis diusianya yang sangat matang tampak saling canggung.
Keduanya bertemu disaat perasaan tentang sebuah rasa pada ketertarikan dengan lawan jenis yang datang terlambat.
Dita merasa sangat gugup. Sentuhan pertama sang pria yang baru saja ia rasakan tanpa sengaja membuat hatinya seolah mendapatkan sebuah rasa yang berbeda tumbuh dengan begitu cepat.
Wajahnya bersemu merah. Itu adalah kecupan pertamanya, bahkan tanpa sengaja.
Kemudian ia dengan cepat merapikan pakaiannya, lalu bergegas pergi meninggalkan ruangan dengan dadanya yang bergemuruh.
Sikapnya yang selama ini terlalu tak acuh terhadap pria, bahkan sedikit ketus pada sang Dekan, berubah sekian derajat setelah peristiwa pagi ini.
Sepanjang jalan menyusuri koridor kampus menuju ruangannya, ia terlihat sangat gelisah, perasaan apa yang saat ini sedang tumbuh dihatinya.
Gadis itu memasuki ruangan kelas dengan tatapannya yang nanar, hingga sampai tak menyadari keberadaan Galuh dan Shasa yang menantinya didepan pintu.
Keduanya saling pandang, dan Galuh mengangkat kedua pundaknya, dengan isyarat ia juga tidak tahu apa yang terjadi pada Dita.
Mereka menghampiri sang gadis. Lalu menarik bangku kosong dan duduk didepan Dita yang saat ini masih terdiam seribu bahasa.
"Eh, Dit. Kamu kesambet apa?" tanya Shasa dengan rasa penasaran yang cukup besar.
"Kamu kena tambah hukuman lagi oleh Pak Dekan?" tanya Galuh yang juga ikut khawatir.
Dita masih terdiam, hingga saat Shasa mengguncang lengannya. "Dit!" ucapnya dengan sedikit keras.
"Hah!" Dita tergagap, lalu menatap keduanya.
"Kamu kenapa? Kamu diomelin sama Pak Dekan?" cecar Shasa.
Dita menggelengkan kepalanya. Ia tidak mungkin jujur untuk peristiwa barusan yang membuat jantungnya tak aman hingga saat ini.
"Terus?" desak Galuh.
"Oh, gak apa-apa. Hanya dapat hukuman tambahan buat bersihin ruangannya, sebab aku nolak untuk beliin kopi, ntar habis uang sakuku," jawab Dita. Hal itu ia lakukan agar kedua sahabatnya tidak lagi banyak bertanya.
Saat bersamaan, Kavita dan ketiga rekannya memasuki ruangan kelas. Hal itu membuat perhatian Shasa dab juga Galuh teralihkan.
Terlihat Kavita menatap Dita dengan sinis. Sejujurnya ia merasa penasaran, mengapa Dita terlihat biasa saja, tidak mengalami hal yang mencurigakan.
Mahasiswa lainnya sudah memasuki ruangan, sebab hari ini ada mata kuliah managemen keuangan, dan dua tambahan mahasiswa lain yang mengambil mata kuliah tersebut juga memasuki kelas dan pandangan mereka tertuju pada Kavita yang menghampiri Dita dengan wajah angkuh.
Gadis itu menarik pundak Galuh untuk menyingkir dari kursi. Ia memiliki urusan yang belum selesai dengan Dita yang ia anggap sulit untuk diintimidasi.
"Siapa yang mengantarmu pulang?" tanyanya dengan penuh selidik dan nada penuh penekanan.
"Bukan urusanmu!" jawab Dita dengan senyum sinis. Ingin rasanya ia meninju wajah Kavita hingga bonyok, namun mencoba bertahan agar tidak melakukan kekerasan tersebut, jika tak ingin mendapatkan huluman tambahan.
Clara dan Novi datang menghampiri, sedangkan Jenifer memilih untuk diam dikursinya.
Novi menarik Shasa untuk pergi dan membuat gadis itu menyingkir dari tempatnya.
Kavita yang mendapatkan jawaban ketus dari Dita tampak geram. Ia tak suka jika diremehkan. "Jangan sok jagoan, dan aku bisa membuatmu menderita dalam sekejap saja!" ancamnya. Pandangannya menatap tajam pada sang lawan.
"Katakan, siapa yang mengantarmu pulang!" gadis itu menekankan nada bicaranya.
"Bu-kan urusanmu!" jawab Dita tak ingin kalah.
"Sialan!" Novi ingin melayangkan tamparannya pada Dita, lalu Galuh menangkapnya. "Sudah! Kalian ini rebutin apaan, sih!" ucapnya dengan hardikan
Novi menarik tangannya kasar agar Galuh melepaskannya.
Pemusa itu melepaskannya dengan kasar, hingga membuat Novi tergeser dari tempatnya dan memasang wajah masam.
"Vit, aku mau ngomong sama kamu tentang masalah camping, waktunya dicepatkan dan minggu depan semua data harus sudah terkumpul, agar dapat mengamodasikan dana dan pengadaan bus." pemuda itu mengalihkan perhatian gadis sialan tersebut.
Seketika wajah Kavita berubah drastis. Sepertinya ia mendapatkan rencana yang akan lebih besar.
"Heeem, baiklah. Aku tertarik dengan hal ini." gadis itu beranjak dari duduknya, meskipun ia masih penasaran tentang Dita yang sapat pulang dengan selamat malam tadi, namun apakah gadis itu akan selamat dari jebakannya dialam liar?
Kavita meninggalkan Dita, dan dikuti para kacungnya, sedangkan Galuh mengekor dari belakang.
Mereka menuju keluar kelas, duduk dikursi taman dibawah sebatang pohon nan rindang. "Sepertinya kita memerlukan dua bus saja." gadis itu memberikan data yang dimilikinya kepada Galuh.
Pemuda itu memeriksanya. "Baiklah, aku akan melaporkannya pada Pak Angkasa, dan dana yang akan kita gunakan akan dirapatkan siang ini, harap kamu hadir," pesan Galuh pada Kavita.
Gadis itu terdiam sejenak. Itu tandanya ia akan bertemu dengan Angkasa saat rapat. Ia sudah mencari cara untuk membuat pria tersebut tertarik padanya, namun semuanya seperti tidak dianggap.
"Aku ingin jika nanti keberangkatan Dita berada satu bus dengan kita." ucap Kavita dengan wajah yang penuh api dendam.
"Itu diluar kewenanganku." Galuh beranjak bangkit setelah mengotak-atik ponselnya.
"Sudah, ya." ia berlalu begitu saja. Sedangkan Novi langsung duduk didepan Kavita. "Apa perlu kita bawa racun sianida untuk ditaruh dikopi Dita?" sarannya dengan antusias.
Keempatnya saling pandang. " Terlalu mencolok. Kita cari cara lainnya." gadis itu beranjak dari tempatnya.
aduhh knp g di jelasin sih kannksihan dita nya klo kek gtu ya kann
Dia itu klu gak salah yg tinggal di rumah kosong yg dekat dg rumah orang tua nya Satria yaa , kak ❓🤔