Menikah sekali seumur hidup hingga sesurga menjadi impian untuk setiap orang. Tapi karena berawal dari perjodohan, semua itu hanya sebatas impian bagi Maryam.
Di hari pertama pernikahannya, Maryam dan Ibrahim telah sepakat untuk menjalani pernikahan ini selama setahun. Bukan tanpa alasan Maryam mengajukan hal itu, dia sadar diri jika kehadirannya sebagai istri bagi seorang Ibrahim jauh dari kata dikehendaki.
Maryam dapat melihat ketidaknyamanan yang dialami Ibrahim menikah dengannya. Oleh karena itu, sebelum semuanya lebih jauh, Inayah mengajukan agar mereka bertahan untuk satu tahun ke depan dalam pernikahan itu.
Bagaimana kelanjutan pernikahan mereka selanjutnya?
Ikuti kisah Maryam dan Ibra di novel terbaru "Mantan Terindah".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesan
"Bra, kamu sakit apa? Yang dulu kambuh lagi? Mau aku buatkan bubur?"
Maryam membeku, menatap nanar Tasya, yang datang dan langsung memburu suaminya dengan rentetan pertanyaan yang membuat hatinya teriris.
"Yang dulu kambuh lagi? dibuatkan bubur? Berarti ..." batin Maryam, pikirannya bergejolak membayangkan kebersamaan antara suami dan mantannya di masa lalu.
"Kenapa hatiku berasa sakit ya?" tanyanya dalam hati.
Semua orang diam mendengar rentetan pertanyaan Tasya pada Ibra, begitu pula Maryam yang penasaran ingin melihat seperti apa respon suaminya.
"Aku tidak apa-apa, silakan duduk, kamu tamu di sini." jawab Ibra dengan wajah datar dan suara yang biasa saja namun tidak tegas juga.
"Tasya!" kali ini Sabrina yang menegur, dia tidak tahan melihat tingkah sahabatnya yang menurutnya sangat berlebihan.
"Apa?" Tasya yang masih berdiri di samping Ibra menoleh mendengar namanya dipanggil.
"Kamu tidak perlu khawatir, Ibra sudah ada istrinya yang mengurusnya dengan baik." Sabrina menoleh pada Maryam yang masih diam seribu bahasa, tatapannya masih tertuju pada Tasya.
"Oh maaf, aku hanya panik mendengar Ibra sakit. Saat di Mesir dulu kalau Ibra sakit aku selalu ..."
"Cukup Tasya." sentak Ibra yang tidak mau mendengar Tasya berbicara lebih banyak lagi tentang masa lalu. Sekilas dia melirik Maryam yang masih bungkam.
Ada perasaan tidak enak yang dirasakan Ibra terhadap Maryam karena kedatangan Tasya.
"Tolong ambilkan aku air hangat." Ibra beralih pada Maryam dengan berkata lembut. Dia meraih satu tangan istrinya itu dan meremasnya lembut.
"Hah, Maryam menunduk melihat tangannya yang digenggam Ibra di atas pangkuannya "
"Iya baik Kang." Maryam hendak beranjak namun Ibra menahannya tanpa melepaskan genggaman tangannya.
"Ini Tasya, dia temanku juga sama seperti mereka." Ibra mengedarkan pandangan pada semua teman-temannya.
"Oh, Mbak Tasya saya Maryam silakan duduk, mau makan siang bersama? Sebentar ya." Maryam melepaskan genggaman tangan suaminya dengan paksa, berbalik menuju dapur.
Semua orang terdengar menghembuskan nafasnya selepas kepergian Maryam.
"Tasya, aku harap kamu dapat menjaga batasanmu. Aku sudah beristri." ucap Ibra tegas menatap Tasya tajam.
"Aku hanya mengkhawatirkanmu, Bra."
"Kami juga mengkhawatirkan Ibra, makanya kami datang ke sini menjenguknya. Tapi tidak berlebihan juga." Liani menimpali, dia mengakui sikap Tasya yang menurutnya berlebihan apalagi di hadapan Maryam. Liani yakin Maryam pasti tersinggung bahkan sakit hati melihat ada wanita lain yang bersikap perhatian terhadap suaminya.
"Maaf maaf, aku hanya khawatir saja."
"Ini Kang." Maryam datang menyodorkan segelas air hangat sesuai permintaan suaminya.
"Terima kasih." balas Ibra dengan tatapan lembut.
Makan siang pun kembali berlanjut dengan bertambah anggota baru. Tanpa canggung Tasya duduk di kursi kosong yang tepat berada di antara Malik dan Ibra. Sekilas Ibra melirik sang istri yang ada di sebelah kanannya, namun Maryam fokus pada makanan yang ada di piringnya.
Suasana ruang makan semakin tidak nyaman saat dengan sengaja Tasya mendekatkan mangkuk berisi soto ke depan Ibra. Di saat semua orang geram, Maryam hanya melirik sekilas mangkuk itu dengan ujung matanya lalu kembali fokus makan tanpa peduli sekitar.
Puding buah buatan Maryam tadi pagi sudah terhidang bersama salad buah sebagai makanan penutup siang ini. Lagi-lagi Sabrina berekspresi heboh menanggapi puding buah buatan Maryam.
"Mar, kayaknya kamu cocok deh kalau buka bisnis kuliner, semua masakan kaku uenaknya poollll ..." puji Sabrina apa adanya.
"Iya Mbak, Alhamdulillah sekarang juga mulai menerima pesanan kecil-kecilan." jawab Maryam jujur, membuat Ibra yang sedang mengobrol dengan sahabat-sahabat laki-lakinya menoleh. Dia tidak tahu kalau selama ini istrinya juga menerima pesanan makanan.
"Oya? Seriusan?" tanya Sabrina meyakinkan.
"Iya Mbak."
"Apa aja biasanya pesanan yang kamu terima?" Liani menimpali dia pun sama penasarannya dengan Sabrina, sedangkan Tasya sejak berpindah tempat ke ruang tengah dia tak lagi bersuara. Namun Maryam tahu jika wanita masa lalu suaminya itu sesekali ketahuan tengah memandangi suaminya.
"Kalau yang pernah seperti nasi box, snack box, kue ulang tahun, bolu, puding yang seperti itulah Mbak." Maryam terkekeh di akhir ucapannya, sebenarnya dia tidak mau menunjukan aktivitasnya pada sahabat-sahabat suaminya itu. Tapi entah mengapa sejak kedatangan Tasya dia ingin sedikit menunjukkan sesuatu di hadapan perempuan yang berprofesi sebagai dosen di salah satu universitas di Bandung itu.
Kebersamaan mereka berakhir selepas kumandang adzan ashar, Ibra pun mengajak mereka salat berjamaah di musala yang ada di rumahnya.
"Terima kasih atas kunjungannya, maaf jika ada yang tidak berkenan dalam penerimaannya ya Mbak, Mas." Maryam bertutur santun, walau bagaimana pun mereka adalah sahabat-sahabat suaminya yang seharusnya diistimewakan.
"Kami yang seharusnya berterima kasih, terima kasih atas jamuannya yang begitu lezat dan berkesan dan mohon maaf karena sudah merepotkan." Liani yang menjawab, keduanya pun bersalaman dan tak lupa bercipika cipiki bergiliran.
"Titip Ibra dulu ya." bisik Tasya saat keduanya tengah saling berpelukan, Maryam sempat tersentak namun akhirnya hanya menganggukan kepala pelan dengan seulas senyuman di wajahnya.
Entahlah harus mengartikan apa Maryam dari pesan wanita masa lalu suaminya itu. Hanya saja mulai saat ini dia harus semakin menguatkan kembali hatinya dengan berbagai kemungkinan yang akan terjadi dengan rumah tangganya.
makin nyut2tan hati ini,gmn ibra perasaan mu stlh tau semua yg kau lakukan tak dpt d sembunyikan dr istri,krn perasaan istri itu sangat peka.....
maryam semangat😭💪