Farrah, gadis desa yang lugu, berhasil menaklukkan hati seorang Mafia kejam bernama Martin.
Kisah cinta mereka berawal ketika Martin tidak sengaja melihat Farrah menangis histeris di bandara, ia dipaksa ikut dengan seorang pria paruh baya sebagai ganti hutang ayahnya yang tidak bisa dibayar.
Meskipun saling mencintai, namun masalah besar yang dihadapi oleh Martin menjadi kendala dalam hubungan mereka.
Baca selengkapnya di novel ini >>>>>
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jasmoone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maafkan aku
Setelah menangkap Martin, anak buah Baskoro membawa Martin ke rumah saudaranya Baskoro yang ada di bali.
Setibanya di rumah saudaranya Baskoro, mereka mengurung Martin di ruang rahasia untuk sementara waktu.
Saudaranya Baskoro mengirim pesan singkat pada Baskoro, memberitahukan bahwa Martin telah berhasil ditangkap.
" Bas, misi sudah selesai, target sudah di tangan. " Tulis saudaranya Baskoro melalui pesan singkat.
Tak lupa ia mengirimkan photo Martin yang tengah meringkuk kesakitan di ruang rahasia itu.
" Bagus!. " Balas Baskoro.
Setelah mendapat kabar dari adiknya itu, Baskoro dan keluarga berniat mengadakan pesta untuk merayakan kemenangan.
Dengan semangat berapi-api, pria 63 tahun itu memberitahu anggota keluarga yang lainnya bahwa musuh yang ia anggap sangat berbahaya selama ini, telah berhasil ditaklukkan.
" Cecunguk kutup itu telah berhasil ditangkap, persiapkan pesta untuk merayakan kemenangan malam ini. " Ujar Baskoro sambil berjalan dengan tongkat kaki empatnya.
" Baik, Pa. " Jawab beberapa anak Baskoro.
Baskoro pun kemudian masuk ke dalam kamarnya, dengan bantuan tongkat kaki empatnya itu ia berjalan menghampiri cermin lebar yang menempel di dinding kamar itu.
Dengan tatapan tajam dan ekspresi wajah liciknya, Baskoro berdiri di depan cermin lembar itu.
" Sudah ku bilang, aku tidak pernah main-main Martin, sok-sokan mau ikut campur!. " Ucap Baskoro seraya memutar-mutar jenggotnya yang sudah terlihat memutih itu.
...***...
Sementara di villa, Farrah tengah bingung dan marah, menunggu Martin yang tak kunjung kembali di waktu yang sudah menjelang magrib.
Terlintas di benak Farrah, bahwa Martin telah menipunya. Ia berpikir Martin telah kabur meninggalkan dirinya, karena tidak ingin bertanggung jawab atas kehamilannya itu.
" Pembohong kau Martin!!!, semuanya omong kosong!. " Gumam Farrah sambil meremuk bantal.
Seketika Farrah teringat tentang candaan teman-teman Martin di telpon, saat Martin memperkenalkan dirinya pada teman-temannya waktu itu.
" Enggak salah lagi kecurigaanku, Kau penjahat Martin!!!. " Ucap Farrah dengan napas yang terlihat ngos-ngosan.
Farrah terlihat semakin setres, ia mencoba untuk menghubungi sang Ibu meskipun hal itu juga cukup berisiko baginya.
Beberapa kali ia mencoba menelpon sang ibu, namun ponsel Ibunya berada diluar jangkauan.
Mau menghubungi teman-temannya di kampung pun ia tidak punya keberanian, Farrah takut aibnya terbongkar.
Farrah pun akhirnya duduk sejenak di ruang makan, ia berpikir keras bagaimana ia akan menjalani hidup kedepannya.
...***...
Keesokan harinya, anak buah Baskoro berniat membawa Martin ke jakarta.
Namun dalam perjalanan, dengan segala tekad dan perjuangannya, Martin berhasil melarikan diri dari anak buah Baskoro itu.
Dengan peluru yang masih bersarang di tangan kirinya, Martin pun berusaha mencari tumpangan untuk menuju villa tempat tinggalnya dan Farrah itu.
" Farrah pasti sangat khawatir. " Gumamnya seraya berjalan menuju kerumunan orang yang ada di seberang jalan.
Setibanya di seberang jalan itu, Martin langsung meminta bantuan pria paruh baya yang kebetulan sedang duduk di atas motor, untuk mengantarnya ke alamat villa tempat ia dan Farrah tinggal itu.
Melihat kondisi Martin yang sangat memprihatinkan, pria paruh baya itu pun langsung mengiyakan permintaan Martin.
Namun na'asnya, dalam perjalanan Martin terjatuh dari motor hingga tak sadarkan diri karena tak kuat menahan sakit di tangannya.
Meskipun bukanlah salahnya, namun pria yang mengantar Martin itu tetap bertanggung jawab atas terjatuhnya Martin dari motornya itu.
Pria paruh baya itu pun dengan sigap melarikan Martin ke rumah sakit terdekat, untuk mendapatkan pertolongan.
Setibanya di rumah sakit, pria itu menceritakan kronologi terjatuhnya Martin pada dokter, setelah mendengar keterangan dari pria itu, dokter pun langsung melakukan tindakan pada Martin.
Setelah beberapa jam, peluru yang bersarang di tangan Martin pun akhirnya berhasil diangkat.
Tiga hari kemudian, kondisi Martin sudah semakin membaik, dokter pun akhirnya sudah memperbolehkan Martin untuk pulang.
Setelah mengurus semua pembayaran, Martin pun kembali meminta pria paruh baya itu untuk mengantarnya ke villa.
Pria paruh baya itu pun akhirnya mengantar Martin ke villa.
...***...
Setibanya di villa, Martin tampak terpukul karena mendapati Farrah ternyata tidak ada di villa.
Beberapa kali ia mengetuk pintu dan memanggil Farrah, namun tidak ada respon sama sekali.
Martin pun akhirnya membuka pintu villa itu menggunakan kunci cadangan yang sengaja ia simpan di tempat penyimpanan rahasia di sekitar pot bunga di samping villa.
Setelah mengecek semua ruangan di dalam villa itu, Martin tidak mendapati jejak kekerasan apa pun di sana.
Dengan demikian, ia berasumsi bahwa tidak adanya Farrah di villa bukan karena penculikan atau tindak kejahatan lainnya.
" Mungkin Farrah sedang mencariku di luar sana. " Gumam Martin seraya melihat ke arah tempat tidur.
Tak menunggu lama, Martin pun keluar dan memakai sepatu, ia berniat hendak mencari Farrah di luar sana.
Namun, Martin bingung ketika ia menyadari bahwa motornya sudah tidak ada lagi.
Ia pun langsung meraba kantong bajunya berniat hendak mengambil ponsel untuk mencari tempat sewa kendaraan di internet.
Namun ternyata ponselnya pun tidak ada di dalam kantong baju, ia semakin panik bagaimana ia bisa mengontak Farrah.
Martin tampak sedih atas hilangnya ponselnya itu, namun ia bersyukur karena dompet dan isinya masih tetap rapi di dalam kantong celana.
Martin pun akhir membeli ponsel baru di konter terdekat, setelah membeli ponsel Martin langsung mencoba menghubungi Farrah.
Namun nomor ponsel Farrah di luar jangkauan.
Martin pun tampak khawatir, ia mencoba menyusuri tempat sekitar, berharap Farrah ada di sana.
Waktu sudah menunjukan hampir pukul 5 sore, namun Martin tetap tidak menemukan Farrah di sekitar sana.
Dengan wajah yang tampak lelah dan sedih, Martin pun akhirnya kembali ke villa. Ia masih tetap berpikir positif tentang Farrah, ia memutuskan untuk menunggu kekasihnya itu di villa saja.
...***...
Singkat cerita, waktu sudah menunjukan pukul 9 malam, namun Farrah tidak kunjung kembali ke villa.
Martin semakin mencemaskan Farrah, namun nalurinya mengatakan untuk tetap berpikir positif.
Ia pun mencoba untuk berpikir positif sekali lagi, dengan segala doa dan harapan baiknya tentang Farrah, Martin pun membaringkan perlahan badannya ke sofa.
" Semoga nanti aku terjaga dari tidur, engkau sudah kembali. " Gumam Martin seraya meletakan tangannya ke atas bantal di sofa itu.
Martin pun tertidur pulas di sofa itu, setelah cukup lama tertidur Martin akhirnya terjaga karena suara burung berkicau ramai di samping villanya.
Martin akhirnya melemparkan pandangannya ke arah jam dinding, jarum jam menunjukan pukul 12 tepat.
" Farrah sudah pulang belum ya. " Gumamnya seraya menoleh ke arah kamar.
Betapa terkejutnya Martin ketika ia menoleh ke arah jendela, di luar tampak sangat terang.
Martin pun segera beranjak dan membuka jendela, ternyata matahari sudah sangat tinggi.
Ia baru menyadari bahwa dia bangun kesiangan.
" Hah, sekarang jam 12 siang! " Gumam Martin kaget.
Martin segera masuk ke kamar, berharap Farrah sudah pulang dan berada di kamar.
Namun rasa kecewa tak dapat dibendung lagi, ketika ia mendapati ternyata Farrah tidak ada di kamar.
" Kamu di mana Farrah?, apakah kau marah padaku?, jangan menyiksaku seperti ini! " ucapnya sambil melemparkan remot AC ke arah jendela.
Martin pun mencoba mencari catatan nomor ponsel Bagas di dalam dompetnya.
Setelah berhasil menemukan nomor ponsel Bagas, Martin langsung memberitahu Bagas tentang apa yang ia alami beberapa hari terakhir ini.
Ia juga meminta beberapa rekannya termasuk Bagas, untuk datang ke Bali dan membantunya mencari keberadaan Farrah.
Tanpa menunggu lama, Bagas dan beberapa rekannya pun terbang ke Bali.
mari saling dukung
dan semangat menulis 💪