Dimanja Suami SMA

“Aqeela!” panggil seseorang dari belakang.

Qila dan Zayyan yang sedang makan di sebuah food court yang menyediakan makanan khas jepang, menengok ke arah sumber suara. Terlihat seorang laki-laki menghampiri mereka dengan senyuman yang mengembang.

“Boleh aku duduk di sini?” Zayyan spontan mengangguk.

“Apa kabar kamu, Qila?”

“Baik.”

“Kamu sedang cuti?”

“Iya.”

“Kamu ini, mentang-mentang sudah Pindahke timur tidak lagi menghubungi kami! Hanya Kiki yang kamu hubungi.” Qila hanya diam.

Ia bingung mau menjawab apa karena ia tidak terlalu dekat dengan laki-laki yang ada di depannya.

“Ini siapa?”

“Zayyan.” Jawab Qila.

“Hai Zayyan! Aku Saiku, teman kuliah Aqeela.” Saiku mengulurkan tangan dan Zayyan menyambutnya tanpa berkata apapun.

Entah mengapa, ia merasa tidak nyaman dengan Saiku yang mengakrabkan diri.

“Kalian habis ini mau ke mana?”

“Pulang.” Jawab Zayyan singkat.

“Ini baru jam 4. Ayo kita nonton dulu!”

“Kami baru saja dari sana.” Qila yang merasa nada suara ketus, menundukkan kepalanya sambil menyelesaikan makannya.

Saiku sendiri yang merasa tidak disambut Zayyan dengan baik, penasaran apa yang membuatnya dimusuhi.

“Ngomong-ngomong, apa kamu sepupu Qila? Karena setahuku, Qila anak Tunggal.”

“Aku suaminya.”

Deg!

Saiku membelalakkan matanya mendengar jawaban Zayyan. Apa iya, Zayyan suami Qila? Kenapa Qila tidak merespon apapun? Apa Zayyan tidak berbohong?

“Jangan bercanda! Aku tidak ada mendengar Qila menikah.” Elak Saiku.

“Memang! Karena kami belum mengumumkannya dan resepsinya rencana akan di gelar tahun depan.”

“Kenapa begitu?” Saiku masih belum menerima kenyataan.

“Mau bagaimana lagi? Kedua orang tua kami yang memutuskan, jadi kami ikut saja.”

“Kalian dijodohkan?”

“Tidak juga. Kedua orang tua kami saling kenal dan aku yang melamar Qila lebih dulu.” Dalam hati Zayyan sedang melakukan pembelaan.

Bukan ia melamar lebih dulu, tetapi ia yang menyanggupi pernikahan karena menyukai Qila lebih dulu. Sementara Qila tidak berkomentar untuk menghormati suaminya.

“Oh!”

Saiku merasa lemas. Perempuan yang ia sukai sejak awal kuliah, kini sudah berstatus istri orang. Jika saja ia punya keberanian, ia akan mengungkapkan perasaannya lebih dulu. Sayangnya, ia tidak berani melakukannya karena ia berasal dari panti asuhan.

Kedua orang tuanya meninggal dalam bencana banjir dan ia tumbuh besar di panti asuhan. Untuk bisa bersanding dengan Qila yang berasal dari keluarga yang menurutnya terhormat, ia harus berusaha keras agar bisa sepadan.

Terlalu fokus menyetarakan hingga membuatnya lupa kalau Qila adalah perempuan yang memiliki banyak peminat.

Saiku buru-buru menyelesaikan makanannya dan berpamitan. Ia sudah tidak memiliki wajah lagi di hadapan Qila. Lebih baik ia menjauh daripada merasakan sakit hati. Sebelum pergi, Saiku sempat mengucapkan selamat atas pernikahan Qila dan Zayyan.

“Siapa dia?” tanya Zayyan.

“Hanya teman kuliah.”

“Aku rasa dia menyukaimu.”

“Tidak tahu. Aku tidak terlalu akrab dengannya dan hanya sekedar tahu dan menyapa jika bertemu. Kiki yang lebih akrab karena setiap kami keluar, Saiku akan ikut dan bahkan masuk ke dalam kelompok penelitian.” Jujur Qila.

Mendengar penjelasan Qila, Zayyan tersenyum. Istrinya memang polos, sampai-sampai tidak sadar kalau pandangan yang Saiku berikan adalah pandangan suka dan kagum. Tapi juga berbahaya!

Dengan sikap Qila yang seperti ini, sudah pasti banyak laki-laki yang menyukainya. Itu artinya, Zayyan harus menyiapkan diri untuk merasa cemburu setiap kali mereka berpapasan dengan laki-laki yang menyukai istrinya.

Setelah makan, keduanya singgah ke sebuah wahana permainan. Di sana, Qila dan Zayyan memainkan berbagai wahana layaknya anak muda yang menikmati waktu. Setelah puas dengan wahana yang seru, kini keduanya mencoba peruntungan di mesin capit.

Zayyan memilih mesin dengan boneka tupai yang mengenakan penutup kepala. Di percobaan pertama, boneka langsung terlepas saatcapit akan dinaikkan. Percobaan kedua, gagal saat mesin baru akan berjalan. Dan di percobaan ketiga, barulah Zayyan bisa mendapatkan boneka yang ia inginkan.

“Bagus tidak?” tanya Zayyan yang menyerahkan boneka kepada sang istri.

“Bagus! Bulunya sangat lembut.”

“Mau yang lain lagi?”

“Sepertinya isi kartunya habis.”

“Isi lagi!” tawa Zayyan seraya menggandeng tangan Qila menuju kasir.

Total boneka yang mereka dapatkan sebanyak 3 boneka, dengan menghabiskan tiket 200 ribu rupiah dalam 10 kali percobaan. Qila hanya menggelengkan kepalanya melihat antusias Zayyan yang ingin mendapatkan boneka untuknya.

Setelah itu, mereka membeli boba dan keluar dari pusat perbelanjaan. Mereka singgah di masjid untuk melaksanakan sholat ashar karena tidak sempat jika menunggu sampai rumah.

“Mau langsung pulang?” tanya Zayyan saat mereka duduk di serambi masjid.

“Abang mau ke mana lagi?”

“Pulang saja, kita lanjut besok!” Qila mengangguk.

Keduanya kembali pulang dan tepat saat adzan maghrib berkumandang, mereka sudah sampai di rumah. Segera keduanya membersihkan tubuh dan melaksanakan sholat.

Kedua orang tua Qila tidak ada di rumah saat ini karena mereka ada undangan di kota sebelah dan akan kembali lusa, sehingga beberapa malam ini mereka hanya berdua di rumah.

“Besok kita waterpark ini, bagaimana?” tanya Zayyan yang menelusuri tempat wisata di sekitar.

“Boleh. Apa Abang bisa berenang?”

“Bisa sedikit. Istriku, bagaimana?”

“Bisa sedikit juga.”

“Bagus kalau begitu! Besok kita lomba.”

“Boleh juga.”

Setelah sepakat, keduanya masuk ke dalam kamar dan bersiap tidur. Tetapi Zayyan yang sudah merasakan nikmatnya pendakian, tidak membiarkan Qila langsung memejamkan mata.

“Kamu mau apa?” tanya Qila yang terkejut Zayyan ada di atas tubuhnya.

“Bukankah kamu sudah suci hari ini?” goda Zayyan dengan mengecup telinga Qila.

Seketika Qila dibuat merinding dengan hal tersebut. Pasalnya sejak Zayyan berhasil menjebol gawang, Qila mendapatkan tamu bulanannya, sehingga mereka tidak ada berhubungan lagi setelahnya.

Kini Qila sudah dalam keadaan suci, Zayyan menginginkannya. Bagaimana ia bisa menolak?

“Satu kali saja, ya?”

“Kenapa hanya satu kali?” jiwa muda Zayyan tidak terima.

“Terakhir kali kamu melakukannya, aku tidak bisa bangun pagi.” Cicit Qila.

Zayyan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Qila tidak bisa bangun pagi bukan tanpa alasannya. Tentu saja alasannya adalah Zayyan yang ketagihan dengan pendakian melakukannya beberapa kali sampai Qila kesulitan untuk bergerak.

“Oke! Satu kali!” Zayyan setuju dan menyiapkan alat tempurnya.

Segera keduanya tenggelam dalam permainan yang membawa mereka ke puncak kenikmatan.

.

.

.

.

.

Maaf kemarin author ada acara dadakan dan jadi penyedia konsumsi. hee sebagai gantinya hari ini author up 3 bab