NovelToon NovelToon
Pengantin Pengganti

Pengantin Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Pengantin Pengganti / Pelakor / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Persahabatan
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Nayla mendapatkan kabar dari Tante Ida agar pulang ke Indonesia dimana ia harus menghadiri pernikahan Anita.
Tepat sebelum acara pernikahan berlangsung ia mendapatkan kabar kalau Anita meninggal dunia karena kecelakaan.
Setelah kepergian Anita, orang tua Anita meminta Nayla untuk menikah dengan calon suami Anita yang bernama Rangga.
Apakah pernikahan Rangga dan Nayla akan langgeng atau mereka memutuskan untuk berpisah?
Dan masih banyak lagi kejutan yang disembunyikan oleh Anita dan keluarganya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

Rangga meminta Nayla untuk naik ke atas brankar yang ada di ruang kerjanya.

"Untuk apa aku naik kesana? Aku tidak sakit, Mas." ucap Nayla

Rangga melirik tajam ke arah Nayla yang tidak mau naik ke brankar.

Melihat lirikan suaminya, Nayla pun langsung segera naik.

Rangga mengambil selang infus dan memasangkannya ke lengan istrinya.

"Kenapa kamu bandel sekali? Baru tadi pagi kamu bisa makan nasi dan sekarang kamu makan ayam geprek. Hebat sekali kamu Nay!"

Kemudian Rangga mengambil obat dan memasukkannya ke dalam selang infus.

Nayla merasa tangannya yang nyeri saat obat itu dimasukkan ke dalam selang infusnya.

Nayla menatap Rangga dengan penuh rasa ingin tahu, meski rasa sakit di tangannya membuatnya mengernyit.

"Mas Rangga, aku hanya mau menikmati makanan yang aku suka. Kenapa kamu selalu khawatir?"

Rangga menghembuskan nafas berat. "Aku khawatir karena kamu belum sepenuhnya pulih. Semua ini bukan hanya tentang makanan, tapi juga kesehatanmu."

Nayla tersenyum lemah. “Aku tahu. Tapi terkadang aku merasa sangat tertekan dengan semua larangan ini. Aku ingin merasakan kebebasan, sekalipun sejenak.”

Rangga menghentikan sesaat dan memperhatikan Nayla.

Matanya yang lembut mencerminkan kekhawatiran mendalam.

"Aku mengerti, Nay. Tapi tolong, coba sabar sedikit. Kamu boleh memakannya jika kamu sudah sembuh sepenuhnya."

“Iya, aku mengerti,” jawab Nayla pelan.

Setelah hampir tiga jam di infus, Rangga melepaskan selang infusnya.

"Lain kali jangan diulangi atau aku akan mengoperasi perutmu." ucap Rangga dengan wajah datar.

Nayla mengerucutkan bibirnya dan langsung kembali ke ruang kerjanya.

Disaat membuka pintu ada seorang perawat yang memberitahukan kalau Rangga ada jadwal operasi.

Rangga menganggukkan kepalanya dan ia meminta Nayla untuk pulang sendiri nanti.

Nayla pun kembali masuk ke ruang kerjanya dan segera mengerjakan pekerjaannya yang begitu banyak.

Jam menunjukkan pukul sembilan malam dimana Nayla masih mengerjakan pekerjaannya.

"Aku lanjutkan besok saja."

Ia pun segera merapikan meja kerjanya dan mengambil tasnya.

Saat berjalan keluar Nayla melihat ruangan kerja suaminya yang masih menyala dimana saat ini Rangga masih berada di ruang operasi.

"Baiklah aku akan pulang sendiri." gumam Nayla sambil berjalan menuju ke halaman rumah sakit.

Tin!

Tin!

Nayla menghentikan langkahnya saat mendengar suara klakson mobil.

"Butuh tumpangan? Ayo aku antar pulang." ucap Aslan.

Nayla menggelengkan kepalanya dan mengatakan kalau ia akan naik taksi.

"Tidak usah Mas. Aku tidak enak dengan Mas Rangga." ujar Nayla.

Aslan tersenyum tipis saat mendengar Nayla menolaknya dan ia pun langsung melajukan mobilnya.

Nayla segera memanggil taksi dan ia pun langsung masuk ke dalam mobil.

"Antarkan saya ke jalan Bromo," ucap Nayla.

Sopir taksi lekas melajukan mobilnya menuju ke jalan Bromo.

Agar tidak bosan di dalam mobil Nayla mengambil ponselnya dan ia melihat Jati yang mengirimkan pesan.

Nayla berubah pikiran dan meminta sopir taksi untuk mengantarkannya ke Kafe Venus.

Dua puluh menit kemudian ia telah sampai di depan Kafe Venus.

Setelah memberikan beberapa lembar uang kepada supir taksi itu dan setelah itu ia langsung masuk kedalam Kafe yang malam ini lumayan rame.

Nayla segera mencari tempat duduk begitu tiba di kafe. Matanya menyapu ruangan hingga pandangannya menangkap sosok Jati yang sedang melangkah ke arahnya.

“Malam, Nay. Kamu habis dari mana?” tanya Jati lembut, memperhatikan pakaian kerja Nayla yang masih rapi.

Nayla tersenyum tipis, kelelahan jelas tergambar di wajahnya. “Dari rumah sakit. Aku kerja bareng Rangga sekarang.”

Jati mengangguk, lalu menatap Nayla dengan mata yang penuh pengertian. “Sabar ya, Nay. Aku cuma bisa mendoakan kamu dan Rangga tetap langgeng.”

Nayla menarik napas panjang. Suaranya lirih ketika menjawab, “Terima kasih, Mas Jati. Tapi sekarang... yang aku punya di dunia ini cuma kamu.”

Jati terdiam sejenak. Senyumnya tipis, penuh rasa yang tak terucapkan. Ia tahu betul perjuangan Nayla. Betapa kerasnya hidup memperlakukannya—terutama setelah keluarganya sendiri, terutama Anita dan yang lainnya, perlahan menjauh. Nayla harus membiayai kuliahnya sendiri, menjalani hidup tanpa banyak sandaran.

Saat pemilik kafe memanggil, “Jati, ayo, waktunya naik panggung!”—Jati mengacungkan jempol dan menoleh pada Nayla. “Tunggu ya. Aku pesanin makanan dan minuman buat kamu dulu.”

Nayla mengangguk, dan saat Jati menuju panggung, dia mencari tempat duduk strategis agar bisa menikmati penampilannya dengan jelas. Suara riuh pengunjung mulai mereda ketika Jati mengambil mikrofon. Musik pembuka mengalun, dan suara Jati mulai memenuhi ruangan—hangat, jernih, dan menyentuh.

Nayla menatapnya lekat-lekat. Ada sinar di mata Jati saat bernyanyi, seolah dunia hanya terdiri dari panggung, musik, dan impian yang sedang ia peluk erat.

Nayla tersenyum, untuk pertama kalinya hari itu, bukan karena sopan santun, tapi karena hatinya benar-benar tersentuh.

Beberapa lagu berlalu. Saat makanan datang, Nayla mencicipinya sambil tetap memandangi Jati.

Di tengah tawa pengunjung dan denting gelas, ia merasa sejenak terbebas dari beban hari-harinya.

Setelah lagu terakhir, Jati turun dari panggung dengan napas sedikit terengah. Tapi matanya bersinar penuh kepuasan.

“Gimana? Lumayan, kan?” tanyanya sambil menyeka keringat di dahi.

“Hebat,” jawab Nayla dengan mata berkaca. “Kamu selalu bikin semua terlihat mudah. Aku bangga banget sama kamu.”

Jati tertawa kecil, lalu duduk di samping Nayla. Mereka menghabiskan malam itu dengan berbagi cerita dan membahas lagu-lagu yang akan dinyanyikan Jati minggu depan.

Suasana hangat menyelimuti mereka, seperti selimut tipis di malam yang dingin.

Dan saat tawa mereka menyatu di antara hiruk-pikuk kafe, Nayla menyadari satu hal: dalam hidup yang penuh luka dan kehilangan, kadang kita hanya butuh satu orang yang tetap tinggal.

"Lekas pulang dan jangan kemana-mana lagi." ucap Jati yang selalu perhatian dengan Nayla.

Nayla menganggukkan kepalanya dan ia pun kembali memanggil taksi untuk mengantarkannya pulang.

Sementara itu di sisi lain dimana Rangga baru saja sampai di rumah.

"Dimana Nayla?" tanya Rangga kepada Bi Ina yang sedang membawa tas medisnya.

"Non Nayla belum pulang, Den." jawab Bi Ina.

Tak berselang lama Nayla masuk dan ia langsung terkejut ketika melihat Rangga dan Bi Ina ada di ruang tamu.

"M-mas Rangga....,"

Rangga langsung bangkit dari duduknya dan masuk ke kamarnya.

Nayla berjalan menuju ke Bi Ina yang sedang menatapnya.

"Apakah Mas Rangga sudah dari tadi pulangnya?" tanya Nayla.

"Belum Non. Den Rangga barusan pulang." jawab Bi Ina.

Nayla langsung menghela nafasnya saat mendengar perkataan dari Bi Ina.

Bi Ina meminta Nayla untuk segera mandi dan mengganti pakaiannya

Setelah mandi dan mengganti pakaian, Nayla berdiri di depan cermin, berusaha merapikan penampilannya.

Dia berharap bisa memperbaiki suasana hatinya dan mungkin, hanya mungkin, Rangga juga merasa hal yang sama.

Ketika Nayla keluar dari kamarnya, dia melihat Rangga duduk di sofa, menatap layar ponselnya, tetapi sepertinya pikirannya melayang ke tempat lain.

Ada keheningan yang aneh di antara mereka. Nayla berdehem kecil untuk menggugah perhatian Rangga.

Rangga mengangkat wajahnya dan tersenyum tipis. "Nayla," katanya pelan, seolah-olah namanya adalah mantra yang mengingatkannya akan sesuatu yang penting.

Nayla merasakan detak jantungnya bersemangat. "Mas, kita perlu bicara," ucapnya, berusaha terdengar tenang.

Rangga mengangguk perlahan, menutup ponselnya dan memfokuskan perhatian padanya.

"Tentang apa?" tanyanya dengan nada serius namun lembut.

"Tentang kita," Nayla menjawab, sedikit gugup. Dia mengumpulkan keberanian sambil memikirkan apa yang akan dia katakan selanjutnya.

"Ada banyak hal yang tidak kita bicarakan, dan aku merasa kita perlu menyelesaikan semuanya."

1
seftiningseh@gmail.com
hai kak semangat yaa bust update selanjutnya aku tunggu oh ya jangan lupa baca chat story aku judul nya love after marriage
✿🅼🅴🅳🆄🆂🅰✿: Minimal di like lah... kalau punya request kek gitu./Smug/
my name is pho: ok kak
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!