NovelToon NovelToon
LINTASAN KEDUA

LINTASAN KEDUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mafia / SPYxFAMILY / Identitas Tersembunyi / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia
Popularitas:21.3k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Warning!
Bagi yang berjantung lemah, tidak disarankan membaca buku penuh aksi laga dan baku tembak ini.

Sejak balapan berdarah itu, dunia mulai mengenal Aylin. Bukan sekadar pembalap jalanan berbakat, tapi sebagai keturunan intel legendaris yg pernah ditakuti di dunia terang & gelap. Lelaki yg menghilang membawa rahasia besar—formula dan bukti kejahatan yg diinginkan dua dunia sekaligus. Dan kini, hanya Aylin yg bisa membuka aksesnya.

Saat identitas Aylin terkuak, hidupnya berubah. Ia jadi target. Diburu oleh mereka yg ingin menguasai atau melenyapkannya. Dan di tengah badai itu, ia hanya bisa bergantung pada satu orang—suaminya, Akay.

Namun, bagaimana jika masa lalu keluarga Akay ternyata berperan dalam hilangnya kakek Aylin? Mampukah cinta mereka bertahan saat masa lalu kelam mulai menyeret mereka ke dlm lintasan berbahaya yg sama?

Aksi penuh adrenalin, intrik dunia bawah, dan cinta yg diuji.

Bersiaplah menembus "LINTASAN KEDUA"—tempat di mana cinta & bahaya berjalan beriringan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12. Menembak atau Jadi Sasaran

RUANGAN GELAP — MARKAS ORGANISASI

Cahaya layar komputer memantul ke wajah seorang pria berjas hitam. Matanya menyala tajam dalam keremangan ruangan. Darian, tangan kanan pemimpin organisasi, menatap layar dengan sorot tajam seperti elang membidik mangsa.

“Semua liontin sudah disita pihak kepolisian,” ucap asistennya. “Tapi masing-masing pemilik mengaku menemukannya setelah pulang dari Indonesia. Ada yang dari dalam koper, dari ransel, bahkan ada yang menemukan terselip di kursi bus.”

Darian menyentuh dagunya, berpikir. “Putar ulang rekamannya dari kamera jalan itu.”

Beberapa detik kemudian, layar memperlihatkan rekaman CCTV dari sebuah sudut jalan. Seorang wanita berambut pendek kecokelatan, kusam, berkacamata bundar besar, mengenakan hoodie longgar dan celana jeans longgar, berjalan ke sebuah bengkel perhiasan tua. Tompel mencolok terlihat di bawah mata kanannya.

Meski kualitas gambar tidak sempurna, wajah wanita itu cukup jelas ketika ia menoleh sekilas ke arah kamera.

Darian memicingkan mata. “Asal usul liontin-liontin itu pasti dari tempat ini. Ayah pemilik bengkel ini dikenal sebagai pembuat perhiasan pesanan untuk kalangan atas. Dan si anak… dia melanjutkan usaha itu, hanya melayani pesanan tertutup dari kalangan tertentu.”

Ia meraih berkas bertuliskan Kuswara, lalu melemparkannya ke atas meja. “Benar atau tidak dugaan kita, kita mulai dari sini. Siapkan tim. Kita ke lokasi.”

GUDANG TUA DI PINGGIRAN KOTA — MALAM

Derak sepatu hak tinggi bergema di lantai beton. Aylin melangkah masuk, tubuhnya tersembunyi di balik bayang-bayang, menyatu dengan kelam malam. Rambut pirang panjang dari wig-nya bergoyang pelan setiap langkahnya. Bibir merah menyala menyatu sempurna dengan gaun ketat berwarna gelap.

Tangannya menyentuh satu per satu senjata kecil yang tertata di meja reyot. Setiap sentuhan seolah membangkitkan kenangan masa lalu, saat ia masih berada di jalanan… bukan sebagai wanita glamor, tapi sebagai ratu aspal yang ditakuti.

"Senja merah terbakar api," gumamnya lirih, sebuah sandi lama.

Seseorang muncul dari balik tumpukan peti tua. Pria itu mengenakan hoodie lusuh, wajahnya setengah tertutup bayangan.

“Ini beneran lo, Ratu?” tanyanya sambil terkekeh. “Penampilan lo sekarang… kayak bidadari malam. Gue rasa gue jatuh cinta pada pandangan pertama, Tante cantik.”

Aylin memutar mata malas. “Tutup mulut lo, Jek. Dan jaga mata lo kalau lo masih pengen pake dua-duanya.”

“Oke, oke,” Jek mengangkat tangan. “Masih galak kayak dulu. Gue suka.”

Aylin melangkah ke arahnya. “Gue nggak butuh senjata berat. Yang penting akurat, ringkas, bisa gue sembunyiin di paha atau pinggang.”

Jek mengambil satu pistol kecil, menyerahkannya. “Lo yakin? Mau masuk ke jalur ini?”

Tatapan Aylin mengeras. “Gue nggak masuk karena pengen. Tapi kadang, pilihan nggak datang dalam bentuk pintu. Kadang, lo cuma bisa jatuh… atau bertarung.”

Mereka saling pandang beberapa detik. Lalu Jek tertawa pendek.

“Kalau gitu, Ratu... selamat datang ke neraka.”

BEBERAPA MENIT KEMUDIAN

Aylin duduk di kursi lipat, tangan cekatan membongkar dan memasang kembali pistol kecil yang baru diterimanya. Setiap klik dan gesekan logam terdengar seperti denting waktu yang terus berdetak menuju bahaya.

Jek berdiri tak jauh dari situ, mengamati dengan ekspresi serius. Wajah bercandanya menghilang, diganti sorot mata pria yang tahu betul dunia gelap tempat mereka akan melangkah.

“Kabar yang gue dapet terakhir…” suara Jek lirih, “ada tiga orang yang udah ‘hilang’ sejak mulai nyari liontin itu. Tiga. Dan salah satunya punya akses ke sistem polisi.”

Aylin menghentikan gerakannya sejenak. “Berarti ada yang dalam banget mainnya. Bukan cuma mafia lokal.”

“Bukan. Dan ini lebih dari sekadar liontin. Kayaknya… ada sesuatu di balik liontin-liontin itu. Entah data, entah akses, entah kode. Gue belum tahu pasti.”

Aylin berdiri, memasukkan senjata ke saku dalam jaket kulit hitam yang kini menggantikan gaun ketatnya. Dia seperti berganti kulit—dari wanita glamor menjadi sosok bayangan yang berbahaya.

“Gue nggak mau masuk ke dalam lingkaran mereka,” katanya dingin." Tapi gue nggak punya pilihan.”

Jek menghela napas panjang. “Lo sadar lo nggak punya banyak backup 'kan?”

Aylin menatap Jek, tajam. “Gue nggak butuh backup. Yang gue butuh… cuma informasi yang akurat, senjata yang bisa diandalkan, dan satu hal…”

“Apa?”

“Seseorang yang siap ngeberesin tubuh gue kalau gue gagal.”

Jek tertawa getir. “Lo emang belum berubah.”

Langkah Aylin meninggalkan gudang menggema berat. Angin malam menusuk, membawa dingin yang terasa asing. Di kejauhan, lampu kota berkedip seperti tahu bahwa badai sedang bergerak ke arah mereka.

Dan Aylin... adalah badai itu.

Langkahnya semakin jauh, menyatu dengan bayangan di lorong gudang yang mulai ditelan gelap. Jek masih berdiri di tempat, menatap punggung perempuan itu—tegap, tapi jelas menyimpan beban. Kata-katanya masih terngiang di telinga Jek, dingin namun penuh luka: "Gue nggak punya pilihan."

Jek menarik napas panjang. Dia bukan cewek biasa lagi. Tapi dia juga bukan pembunuh. Bukan alat.

"Lo masih terlalu bersih buat dunia ini, Lin," gumam Jek pelan, seakan Aylin masih bisa dengar.

Matanya terpaku pada satu titik di lantai, lalu pikirannya menyeretnya kembali ke masa lalu.

Delapan tahun lalu.

Seorang Aylin remaja berdiri mematung, tangan kecilnya gemetar menatap pistol di atas meja. Pistol itu dingin. Mengerikan. Asing. Di belakangnya, Mata Elang berdiri tenang, menyilangkan tangan.

Jek, waktu itu masih muda dan penuh idealisme, berdiri di sampingnya dengan gelisah. “Kenapa kamu ngajarin dia, Elang?”

"Karena kalau bukan kita, nanti yang ngajarin dia bisa lebih jahat dari kita,” jawab pria itu datar.

“Dia cuma anak gadis, brengsek! Harusnya dia main boneka, bukan megang Glock!”

Glock adalah merk pistol semi-otomatis yang terkenal dan banyak di gunakan di seluruh dunia.

Mata Elang menoleh. Tatapannya tajam, tak menggertak tapi juga tak memberi ruang kompromi. “Apa kau siap tanggung jawab kalau suatu hari nanti dia mati karena nggak bisa lindungi dirinya sendiri?”

Aylin kecil tetap diam, tapi napasnya terdengar tak stabil.

Kembali ke Sekarang.

Jek menghela napas pelan. “Lo udah jauh, Lin. Tapi bagian dari lo yang dulu… semoga nggak ikut mati di jalan yang lo pilih sekarang.”

Ada sesuatu yang dingin menjalar di dadanya. Bukan karena angin malam, tapi karena kekhawatiran. Karena dia tahu… saat Aylin benar-benar menarik pelatuk itu untuk bertahan hidup—itulah garis yang nggak bisa dia lewati kembali.

Sementara itu, Aylin kini berdiri di rooftop gedung tua. Malam mengelilinginya, dingin, sunyi. Tangannya menggenggam pistol yang ia ambil dari Jek. Di lehernya, liontin itu menggantung—misteri yang ditinggalkan sang kakek.

Dan ingatannya kembali menyeretnya...

Delapan Tahun Lalu.

Aylin masih remaja, berdiri kaku. Ketakutan memaku langkahnya. Tapi Mata Elang hanya menatapnya, suaranya tenang tapi menghantam keras:

“Lihat matanya,” ucap Mata Elang, menunjuk ke arah pistol yang tergeletak di meja, dingin dan membisu. “Dia udah tahu dunia ini nggak pernah adil—dan nggak akan pernah jadi adil.”

Ia melangkah mendekat. Suaranya berubah dingin, seperti peluru yang belum ditembakkan.

“Ambil pistol itu, Lin. Karena di dunia yang penuh kekacauan, kau cuma punya dua pilihan: menembak… atau jadi sasaran.”

Aylin perlahan meraih pistol itu dengan kedua tangan. Napasnya masih gemetar, tapi dia mencoba menenangkan diri.

“Tarik napas. Tahan. Fokus bukan pada pelurunya, tapi pada niatnya,” ujar Mata Elang di sampingnya.

"Mata Elang...aku nggak mau hidup kayak gini," suara Aylin bergetar, nyaris tak terdengar.

"Kamu nggak hidup seperti ini. Kamu disiapkan. Karena dunia kadang nggak ngasih waktu buat kamu bersiap."

Aylin menunduk. Air mata menggantung di sudut matanya.

“Kakek maksa aku... Aku cuma cewek biasa. Kenapa harus belajar bunuh orang?”

“Karena cewek biasa akan jadi korban kalau nggak siap,” ucapnya datar. “Kamu bukan diciptakan buat nyerang. Tapi kadang, satu-satunya cara bertahan... adalah nyerang duluan.”

Hening sesaat. Lalu…

Dor!

Tembakan pertama Aylin mengenai lingkar tengah papan target.

Kembali ke Saat Ini

Aylin membuka matanya. Tatapannya tajam, tidak ada lagi gemetar di tangan. Ia meraih liontin di lehernya, menggenggamnya seolah nyawa kakeknya masih tersimpan di dalamnya.

“Kakek... aku nggak tahu apa yang Kakek sembunyikan di balik liontin ini, tapi kalau Kakek percaya aku bisa buka rahasia ini demi kebaikan… maka aku akan melakukannya. Meski itu berarti aku harus jadi badai.”

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
abimasta
waaauuu kereenn thor
Fadillah Ahmad
Mudah-Mudahan Bisa Lolos 80 Bab Terbaik Ya Kak Nana. 🙏🙏🙏 Aku Sangat Berharap Loh Kak. 😁😁😁 Dan Kalau Rezeki Syukur-Syukur Msnang Lomba Juga Kak Nana. Aminn.
🌠Naπa Kiarra🍁: Aamiin.🤗🙏🙏🙏
total 1 replies
Mrs.Riozelino Fernandez
tak bersisa...
Mrs.Riozelino Fernandez
o'ow... 😳😳😳😳
Puji Hastuti
Aylin and the genk /Good//Good/
asih
👍👍👍👍👍 bacanya sampi tegang
Puji Hastuti
Kerreeeennn
syisya
👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼 gak bisa berkata" lagi thor
Anonim
Akay keren juga ya punya anak buah yang siap melindungi Bos nya.
Jantung masih aman niihhh..... bacanya sambil nahan nafas wkwkwk
Lilik Aulia
seru banget semangat thor
Mrs.Riozelino Fernandez
itu ternyata 😅😅😅
Mrs.Riozelino Fernandez
😳😳😳😳😳😳
Anonim
waduuuuuhhhh peluru Akay habis jadi semakin m e n e g a ng kan
Hanima
👍👍
Linda Setyo
👍👍👍
Linda Setyo: 🤲amin...
🌠Naπa Kiarra🍁: Aku ikut prihatin, Kak. Semoga cepat pulih dan jaga kesehatan, ya!"
total 4 replies
Anonim
waaahhh Akay cara boncengnya benar-benar membahayakan jiwa ragamu ya.....
Anonim
keren nih othor....
benar-benar mencekam membaca serasa ikut menghindar dari kejaran musuh wkwkwk...dan ikut mensupport Aylin dan Akay untuk menggeber motornya semakin kencang namun tetap waspada demi formula untuk keselamatan banyak orang
Fadillah Ahmad
Sudah Aku Duga,kak Nana Lebih Hebat Membuat Cerita Mafia,ketgangannya dapat Sekali. Semangat Kak Nana...
sum mia
dag dig dug... dag dig dug ... dan tiba-tiba harus berhenti karena to be continued .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
Fadillah Ahmad
Lanjutkan Kak Nana, Ceritanya Seru Kak Nana, Semangat Kak Nana. Ayo Aylin Akay,maju Terus Pantang Mundur. Sekali Maju Jangan Pernah Menoleh Lagi Ke Belakang Aylin Akay. Selesaikan Apa Yang Telah Menjadi Keputusan Kalian. Semoga Setelah Misi Ini Dunia akan Damai Kembali. 🙏🙏🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!