NovelToon NovelToon
Semalam Bersama Mantan

Semalam Bersama Mantan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Aliansi Pernikahan / Cinta Lansia
Popularitas:10.3k
Nilai: 5
Nama Author: 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒

Dua puluh tahun setelah melarikan diri dari masa lalunya, Ayla hidup damai sebagai penyintas dan penggerak di pusat perlindungan perempuan. Hingga sebuah seminar mempertemukannya kembali dengan Bayu—mantan yang terjebak dalam pernikahan tanpa cinta.

Satu malam, satu kesalahan, dan Ayla pergi tanpa jejak. Tapi kepergiannya membawa benih kehidupan. Dilema mengungkungnya: mempertahankan bayi itu atau tidak, apalagi dengan keyakinan bahwa ia mengidap penyakit genetik langka.

Namun kenyataan berkata lain—Ayla sehat. Dan ia memilih jadi ibu tunggal.

Sementara itu, Bayu terus mencari. Di sisi lain, sang istri merahasiakan siapa sebenarnya yang pernah menyelamatkan nyawa ayah Bayu—seseorang yang mungkin bisa mengguncang semua yang telah ia perjuangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18. Menuntut

Keesokan paginya, Elise menggamit lengan Ayla saat memasuki rumah sakit. Langkah mereka terasa berat. Ayla diam sepanjang jalan, hanya meremas jemari Elise tanpa suara.

Pemeriksaan berlangsung cepat. Tes darah. USG.

Hening mendadak saat dokter menatap layar monitor. Elise menggenggam erat tangan Ayla.

"Selamat, Ayla," ujar dokter akhirnya. "Kau hamil."

Ayla menutup mulut dengan tangan. Air mata langsung memenuhi pelupuk matanya

"Aku benar-benar...?"

Dokter mengangguk lembut. "Ya. Tapi kita belum selesai. Karena kamu menyebut punya riwayat EDS, kita perlu lakukan serangkaian pemeriksaan tambahan. Saya akan rujuk kamu untuk tes genetik, dan juga pengecekan kardiovaskular. Kita harus pastikan tipe EDS yang kamu miliki."

Ayla menelan ludah, tenggorokannya tercekat. "Kalau... kalau ternyata tipe vaskular?"

Dokter menatapnya dalam. "Maka kehamilan ini bisa membahayakan nyawamu. Kita harus benar-benar hati-hati."

Elise langsung menatap Ayla penuh kecemasan. "Kak..."

Tapi Ayla tetap diam. Matanya tak lepas dari layar USG yang baru saja menampilkan titik kecil--benih kehidupan. Benih dari pria yang hingga kini masih ia rindukan diam-diam.

Bayu.

"Kalau ini benar-benar terjadi..." Ayla berbisik, hampir tak terdengar. "Aku nggak sanggup..."

"Kau tidak sendiri," bisik Elise cepat. "Apa pun keputusan yang nanti kau ambil, aku akan di sisimu."

Dokter berdiri. "Aku tahu ini berat. Tapi percayalah, kita akan ambil keputusan berdasarkan kondisi medis yang paling aman. Ini belum akhir. Ini awal."

Ayla memejamkan matanya. Wajah Bayu terlintas lagi. Malam itu. Tatapannya. Sentuhannya. Satu malam yang seharusnya tidak terjadi... tapi kini tak bisa ia lupakan.

Dan sekarang dari malam itu tumbuh kehidupan...

Bisakah ia benar-benar melepasnya?

Bisakah ia memilih dirinya sendiri... di atas cinta yang pernah begitu dalam?

 

Ayla sudah selesai menjalani serangkaian pemeriksaan tambahan. Melakukan tes genetik, dan juga pengecekan kardiovaskular.

Dokter meletakkan map hasil pemeriksaan di atas meja, lalu menatap Ayla dengan sorot mata yang sulit dibaca.

“Ayla,” ucapnya pelan namun tegas. “Kami sudah mengkaji ulang seluruh hasil tesmu—genetik, kardiovaskular, hingga pencitraan pembuluh darah. Dan… semua hasilnya menunjukkan hal yang sama.”

Ayla menahan napas. Detik itu, ruang terasa begitu sunyi meski jam dinding berdetak keras di telinganya.

“Kau tidak mengidap Ehlers-Danlos syndrome tipe vaskular,” lanjut sang dokter. “Tidak ada mutasi gen COL3A1. Tidak ada kelainan struktural pembuluh darah. Dan jantungmu sehat.”

Ayla membeku.

“Kondisimu... sepenuhnya normal.”

Kata-kata itu seharusnya melegakan, namun terasa seperti hantaman palu godam di dada.

“Kalau begitu... selama ini?” tanyanya lirih, hampir tak terdengar.

Dokter menautkan jemarinya di atas meja. “Jika kau dulu menerima diagnosis hanya berdasarkan dugaan tanpa pemeriksaan lanjutan, ada kemungkinan besar diagnosismu waktu itu salah. Atau… ada sesuatu yang tidak beres dengan rekam medis lamamu.”

Ayla memejamkan mata. Dunia berputar pelan. Seluruh ingatannya runtuh seperti domino—kata-kata Bayu, penolakannya sendiri, malam-malam penuh air mata, hidup yang ia jalani dalam ketakutan dan rendah diri… semua karena diagnosa yang tak pernah nyata.

Pikirannya tidak lagi di ruangan itu.

"Bayu…"

"Aku menolakmu, menyuruhmu pergi, memaksa diriku melupakanmu… hanya karena aku pikir aku sakit. Karena aku percaya aku tak pantas. Tapi ternyata…"

Tangannya menggenggam map hasil tes. Kali ini bukan karena takut. Tapi karena marah. Dan sedih. Dan... hancur.

"Dua puluh tahun. Aku kehilangan dua puluh tahun... untuk sebuah kesalahan diagnosis."

Begitu pintu ruang konsultasi terbuka, Elise langsung berdiri dari kursi tunggunya. Wajahnya memucat saat melihat ekspresi Ayla—bukan sedih, bukan senang, tapi ada sesuatu di sana yang tak bisa ia tafsirkan.

“Kak…” Elise menghampiri dengan langkah tergesa. “Bagaimana hasilnya?”

Ayla menatap Elise dengan mata yang masih buram oleh emosi. Butuh waktu beberapa detik sebelum bibirnya terbuka untuk menjawab.

“Aku sehat,” ucapnya pelan, nyaris seperti gumaman. “Aku… tak menderita penyakit apapun.”

Elise terdiam sejenak, memproses kalimat itu.

“Kau yakin?” tanyanya hati-hati.

Ayla mengangguk. “Semua hasilnya normal. Tak ada EDS, tak ada kelainan apapun.”

Elise menatapnya tak percaya, lalu memeluknya erat. “Oh, Tuhan… syukurlah,” bisiknya lega.

Pelukan itu membuat Ayla luluh sejenak, namun segera Elise melepas pelukannya dan menatap Ayla dengan ragu. Matanya melirik ke perut Ayla yang masih rata di balik blouse longgarnya.

“Lalu... tentang bayi itu?” tanyanya pelan.

Ayla terdiam. Tangannya perlahan turun, menyentuh perutnya yang belum menunjukkan tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Sentuhan itu begitu hati-hati, seolah takut menyakitinya.

Dan saat ia menunduk, terselip senyum yang lembut. Bukan senyum bahagia… tapi penuh kasih sayang dan rasa syukur yang tak terkatakan.

“Aku akan mempertahankannya,” katanya lirih.

Elise mengerjap, lalu bertanya lagi, suaranya pelan dan ragu, “Apa kau akan... memberitahu ayahnya? Atau... meminta pertanggungjawaban darinya?”

Ayla menggeleng, cepat namun mantap. “Tidak.”

“Kenapa?”

Ayla menghela napas. Matanya menatap jauh, tak fokus pada apapun.

“Karena aku tak butuh pengakuan,” katanya tenang. “Anak ini… adalah anugerah terbesar dalam hidupku. Setelah semua luka dan kehilangan selama dua puluh tahun ini, dia datang—tanpa rencana, tanpa peringatan. Tapi aku menerimanya sepenuh hati.”

Ia menoleh pada Elise, kali ini dengan senyum yang lebih hangat.

“Aku akan membesarkannya sendiri. Aku akan mencintainya dengan seluruh hidupku, memberinya segalanya yang bisa kuberikan. Dia adalah satu-satunya pelabuhan hatiku sekarang. Dan aku tak akan pernah membuatnya merasa tak diinginkan seperti aku dulu.”

Elise menggenggam tangan Ayla, menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

Keduanya terdiam. Tapi di antara sunyi itu, Ayla tahu satu hal pasti:

Dia tak lagi sendiri.

Ayla masih berdiri di lorong rumah sakit, membiarkan jemarinya berlama-lama mengusap perutnya. Di dalam sana, kehidupan baru tumbuh. Sebuah anugerah yang tak pernah ia duga, hadir di saat luka lama belum sepenuhnya sembuh. Namun, ketenangan yang sempat menyelimuti hatinya tiba-tiba buyar. Ada sesuatu yang menggerogoti benaknya, membangkitkan bara yang selama ini terkubur.

Ia menegakkan tubuhnya, napasnya tertahan sejenak sebelum akhirnya ia berbicara, pelan tapi tegas.

“Elise… aku harus pulang ke Indonesia.”

Elise menoleh cepat, terkejut. “Apa?”

“Aku harus tahu,” ujar Ayla mantap. “Siapa yang membuatku percaya bahwa aku menderita penyakit itu. Diagnosis itu… telah menghancurkan hidupku. Aku kehilangan cinta, kehilangan harga diri, bahkan kehilangan hakku untuk bermimpi menjadi seorang ibu. Dan semua karena kesalahan diagnosis.”

“Kak…” bisik Elise, mulai bisa menebak arah pembicaraan itu.

“Aku akan menuntut rumah sakit itu. Aku tak akan biarkan kesalahan yang sama terjadi pada orang lain. Tidak lagi.” Suaranya meninggi, matanya berkaca-kaca. “Aku telah cukup menderita untuk satu kehidupan. Tapi aku tidak akan diam.”

Elise menggenggam tangan Ayla, mencoba menenangkan. “Aku mendukungmu. Kau berhak mendapatkan keadilan. Tapi…” Ia melirik ragu ke arah perut Ayla. “Apa kau yakin bisa melakukan perjalanan jauh dalam kondisi seperti ini?”

Ayla terdiam sejenak, menatap lantai sebelum akhirnya mengangguk perlahan.

“Aku akan berkonsultasi dengan dokter. Kalau aku diizinkan, aku akan berangkat. Tapi aku tak bisa menunda lebih lama lagi. Kebenaran itu sudah menungguku terlalu lama.”

Ia menghembuskan napas panjang. Tak ada lagi ketakutan dalam sorot matanya. Hanya keberanian seorang perempuan yang telah bangkit dari reruntuhan masa lalu—demi dirinya, demi bayi yang sedang tumbuh dalam rahimnya, dan demi keadilan yang layak ia perjuangkan.

-----

Kantor pribadi Ellen, terletak di lantai atas gedung agensi fashion ternama di jantung London. Dinding kaca menyuguhkan pemandangan kota yang sibuk, tapi tak satu pun dari itu menarik perhatian Lia—perempuan berambut sebahu dengan setelan hitam dan kacamata gelap, berdiri rapi di sudut ruangan, nyaris tak terlihat. Bagi orang luar, ia hanya seorang sopir pribadi. Tapi nyatanya, ia adalah Leo, pria yang telah menjadi bayang-bayang Ellen selama sepuluh tahun terakhir.

Ponselnya bergetar dalam saku jas. Lia melirik sekilas pada Ellen yang masih sibuk di depan mejanya, lalu mundur ke luar ruangan dan membaca pesan yang baru masuk.

"Target dipastikan hamil. Pemeriksaan lengkap sudah dilakukan. Janin sehat."

Pupil Leo menyempit. Ia menggenggam ponselnya erat.

...🍁💦🍁...

.

To be continued

1
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
apa yang akan kamu lakukan untuk melindungi ayla, bayu?
Siti Jumiati
memang terkadang diam lebih baik,sabar Ayla semua akan indah pada waktunya, Tunggu waktu yang tepat Ellen kehancuran akan menyertaimu.
mbok Darmi
ternyata kamu telah menikahi iblis bayu, nikmati lah penyesalan mu semua karena kamu terlambat menjadi tegas beginilah akhirnya berdoa saja semoga laras dan kandungan nya baik" saja sebelum ellen bertindak terlalu jauh tolong selamatkan laras
Selvi Damayanti
cerita yang menyenangkan
Siti Jumiati
semoga Bayu ada mata2 yang mengawasi Ayla, karena ellen berniat jahat pada Ayla,semoga Ayla selamat dari rencana Jahan Ellen, semoga kejahatan ellen segera terbongkar. lanjut kak
syisya
semoga kebusukan ellen terendus lebih dulu jadi biar sama" hancur
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
bayu hanya mencintai ayla. pahamilah itu Ellen. jangan paksakan obsesimu.
abimasta
ellen bukan mencintai bayu tp obsesi
abimasta
terhenti karena cincin pemberiannya dahulu masih ada di jari laras
Yeni Wahyu Widiasih
berhenti karena masih ada cincin perakkah?
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
semoga semua dilancarkan. sah!
syisya
terhenti karna masih memakai cincin perak pemberiannya dulu atau ada pengganggu 🤔
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
Aaaaa.... kamu gak akan bahagia jika terus egois, aylaaaaa
Siti Jumiati
Ayla jangan keras kepala,coba kamu terus terang sama Bayu bahwa kamu masih mencintainya dan kamu takut tidak diterima ayah Bayu.
jangan takut Ayla semoga ayah Bayu mau menerima kamu dan cucunya.
semangat kak ditunggu kelanjutannya makin seru nih,aku suka aku sukaaaaa
syisya
aku berharap Ellen hamil karna keteledoran biar semua orang tahu bahwa dia berkhianat
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto: ok 👌👍
𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒: Terima kasih KK 🤗🤗🙏🙏🙏🙏🙏
total 2 replies
Siti Jumiati
ellen dan sherin berdamailah dengan Ayla karena damai itu indah, introspeksi diri sendiri ellen dan sherin sebenarnya semua kejadian ini adalah ulahmu sendiri.
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
siapakah yg berdiri disana?
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
andai Ellen & Sherin bisa ikhlas. mungkin bahagia itu akan merayap pelan menghampiri. 😌😌😌😌😌😌😌😌😌😌
Siti Jumiati
ditunggu kelanjutannya kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!