Irene Larasati seorang polisi wanita yang ditugaskan menyamar sebagai karyawan di perusahaan ekspor impor guna mengumpulkan informasi dan bukti sindikat penyeludupan barang-barang mewah seperti emas, berlian dan barang lainnya yang bernilai miliaran. Namun, bukannya menangkap sindikat tersebut, ia malah jatuh cinta kepada pria bernama Alex William, mafia yang biasa menyeludupkan barang-barang mewah dari luar negri dan menyebabkan kerugian negara. Alex memiliki perusahaan ekspor impor bernama PT Mandiri Global Trade (MGT) yang ia gunakan sebagai kedok guna menutupi bisnis ilegalnya juga mengelabui petugas kepolisian.
Antara tugas dan perasaan, Irene terjerat cinta sang Mafia yang mematikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Hey, kenapa kamu diem aja, Irene? Apa kamu takut karena kita hanya berdua aja di sana?" tanya Alex, seketika membuyarkan lamunan panjang seorang Irene Larasati.
Irene tersenyum canggung. "Emangnya beneran ya kita cuma berdua aja?" tanyanya.
"Ya nggaklah, Irene. Masa kapal pesiar segede itu cuma ada kita berdua?" jawab Alex tersenyum lebar, memandang wajah Irene dengan tatapan mata berbinar. "Di sana ada koki, ada pelayan, ada orang-orang yang lagi nikmati indahnya lautan. O iya, si David juga bakalan ikut ko sama kita."
"David ikut juga?"
Alex mengangguk-anggukkan kepala.
"Gawat, kalau si David ikut sama kita, dia pasti bakalan periksa tas aku," batin Iren dengan mata terpejam.
"Ya, meskipun di sana ada banyak orang, tapi kita berdua bakalan ada di kabin VVIP. Jadi, gak bakalan ada orang yang berani ganggu kita," ujar Alex tersenyum lebar.
"Tapi, aku gak pernah naik kapal pesiar, Pak Alex. Aku agak takut." Irene beralasan, ragu dengan ajakan Alex William.
Menurutnya, misinya sudah selesai. Ia sudah mendapatkan apa yang dibutuhkan untuk menjebloskan Alex dan komplotannya ke dalam penjara. Bukti yang ia dapat malam ini sudah lebih dari cukup dan dirinya tidak ingin terperangkap terlalu lama bersama sang mafia. Sebelum penyamarannya terbongkar, alangkah baiknya jika ia mengakhirinya sekarang. Namun, bagaimana caranya ia menolak ajakan sang mafia? Batin Irene seketika dilanda rasa dilema.
"Nah 'kan ngelamun lagi," decak Alex menghela napas dalam-dalam.
Pria berjas hitam tanpa dasi itu kembali menyunggingkan senyuman lebar, senyuman manis yang membuat hati Irene bergetar.
Irene menggelengkan kepala seraya memalingkan wajahnya ke arah samping. "Please, jangan senyum kayak gitu, Pak Alex. Aku takut jatuh cinta sama Anda," batinnya.
Alex tiba-tiba merangkul pundak Irene, masih dengan senyuman yang sama. "Udah, jangan banyak mikir. Kita berangkat sekarang."
"Hah, berangkat ke mana, Pak?"
"Astaga, Irene! Kamu ini kenapa sih? Dari tadi ngelamun terus," decak Alex. "Kayaknya kamu kecapean, ya? Istirahat di kapal pesiar pasti akan menjernihkan pikiran kamu. Percaya deh!"
Irene menoleh ke arah samping, memandang telapak tangan Alex yang diletakan di bahunya. "Aku baik-baik aja, Pak. Aku cuma agak ngantuk aja ko."
"Ya udah, kita istirahat di kapal. Saya jamin, kamu pasti bakalan istirahat dengan nyaman di sana. Kapal pesiar saya itu langganan para pejabat lho, mereka hura-hura dan ngehabisin uang negara, hahahaha!"
Irene menghela napas panjang, sepertinya tidak ada alasan lagi untuknya menolak ajakan Alex William. Anggap saja ini sebagai liburan setelah melewati hari yang sangat melelahkan dan menegangkan.
"Oke, untuk pertama dan terkahir kalinya. Setidaknya, sekali aja dalam hidupku ngerasain nginep di kapal pesiar," batin Irene mengangguk-anggukkan kepalanya pelan.
***
Satu jam kemudian, setelah Alex memeriksa barang-barang di dalam kontainer, pria itu meminta pegawainya untuk membawa barang penyeludupan itu ke gudang khusus. Irene tidak tahu di mana tepatnya posisi gudang tersebut. Apakah tempat yang dimaksud masih berada di kediaman Alex atau bukan, Irene tidak mengetahuinya dengan pasti. Yang jelas, Irene tidak ingin terlalu memikirkan hal tersebut. Malam ini, ia hanya ingin bersenang-senang di kapal pesiar sebagai konfensasi atas kerja keras yang sudah ia lakukan.
Mereka sudah berada di dalam kapal pesiar, Alex membukakan pintu kabin tempat di mana Irene akan menghabiskan malam. "Silahkan masuk, Irene. Kabin ini khusus untuk kita berdua," ucapnya, seraya merentangkan telapak tangannya, mempersilahkan Irene masuk ke dalam sana.
Irene melangkah memasuki kabin luas yang memiliki pasilitas layaknya kamar hotel. Hal pertama yang ia lihat adalah ranjang berukuran besar dengan warna keemasan. Di sudut ruangan, sofa dengan warna yang sama nampak bertengger tepat di samping jendela. Sementara di sisi lainnya, meja makan dengan dua kursi dan sudah tersedia makanan juga dua gelas berisi minuman berwarna merah, lengkap dengan pas bunga dengan satu bunga mawar berwarna merah membuat Irene Larasati semakin terpukau. Irene mengedarkan pandangan matanya, menyisir setiap jengkal ruangan dengan mulut terbuka lebar.
"Waah, kabin ini luas dan mewah banget, Pak Alex," ucapnya dengan mata berbinar.
Alex melangkah memasuki kabin. "Gimana, apa kamu suka?" tanyanya, menghentikan langkah di depan meja makan.
Irene menoleh dan memandang wajah Alex dengan senyum lebar. "Suka, Pak. Suka banget, kayaknya aku bakalan tidur nyenyak deh."
"Hmm ... syukurlah kalau kamu suka," jawab Alex. "Gimana kalau kamu makan dulu? Saya udah siapin menu istimewa buat kamu. Eu ... saya juga siapin minuman yang sangat manis. Saya yakin kamu gak pernah cicipi minuman semanis ini."
Irene melangkah menuju meja yang sama dengan Alex, memandang menu istimewa yang dimaksud olehnya. Steak daging lengkap dengan sausnya nampak tersaji di atas meja begitu menggugah selera.
"Kayaknya enak banget!" ucap Irene, menarik kursi lalu duduk dengan wajah ceria.
"Ini bukan sembarang steak, Irene. Ini steak Wagyu, rasanya berkali-kali lebih nikmat dari steak yang pernah kamu makan," ucap Alex, melakukan hal yang sama seperti Irene, duduk di kursi, saling berhadapan.
Irene mengangguk-anggukkan kepala, meraih pisau beserta garpu dan hendak memotong daging.
"Tunggu, Irene," pinta Alex, tiba-tiba meraih piring milik Irene.
"Anda mau ngapain, Pak?" tanya Iren dengan bingung.
Bukannya menjawab pertanyaan Irene Larasati, yang dilakukan oleh Alex adalah memotong daging milik wanita itu. Irene terdiam, memandang wajah Alex dengan jantung berdebar. Ia tidak pernah diperlukan semanis ini. Bahkan oleh mendiang ayahnya sendiri pun, dirinya tidak pernah dimanjakan dengan hal yang terlihat sepele, tapi mampu menggetarkan hati seorang wanita.
Irene tersenyum canggung saat Alex kembali meletakan piring tersebut tepat di hadapannya. "Ma-makasih, Pak. Seharusnya Anda gak perlu repot-repot kayak gini. Aku bisa ko ngelakuinnya sendiri," ujarnya dengan gugup.
"Gak apa-apa, Irene. Kamu adalah wanita yang spesial buat saya. Jadi, saya akan lakuin apapun biar kamu nyaman. Sekarang, dimakan steak-nya."
Irene menganggukkan kepala, menusuk satu potong daging lalu memasukkannya ke dalam mulut. "Hmm ... enak banget, Pak," ujarnya, seraya mengunyah makanan dengan perasaan senang.
Alex tersenyum lebar juga melakukan hal yang sama seperti Irene. "Bener, 'kan? Rasanya enak banget."
Irene kembali mengangguk, memasukan suapan kedua dengan perasaan bahagia. Dinner di kapal pesiar bersama pria setampan Alex William tidak pernah terbayangkan olehnya. Terlebih, sang mafia yang konon katanya berhati dingin itu memperlakukannya dengan sangat spesial. Julukan dingin yang disematkan kepada pria itu sama sekali tidak berlaku di hadapan seorang Irene Larasati.
Alex meraih gelas berisi anggur merah lalu memutarnya pelan. "Minum anggur ini, Irene. Rasanya sangat manis, saya yakin kamu belum pernah mencicipi minuman semanis ini," ucapnya, seraya meneguk gelas berisi anggur, sementara kedua matanya memandang lekat wajah Irene.
"Tapi, aku gak pernah minum anggur, Pak. Eu ... nanti kalau aku mabuk, gimana?" jawab Irene, hanya menatap gelas kaca tersebut tanpa menyentuhnya.
"Jangan khawatir, gak akan mabuk kalau cuma minum segelas doang. Kecuali, kamu minum satu botol anggur ini, baru kamu bakalan mabuk kepayang."
"Beneran?"
Alex mengangguk-anggukkan kepala seraya meletakan kembali gelas miliknya di atas meja. Sementara Irene, meraih gelas kepunyaannya lalu menatap cairan merah itu dengan wajah datar.
"Cuma satu gelas doang gak bakalan mabuk. Sayang sekali kalau minuman senikmat ini di skip gitu aja," batin Irene, sebelum akhirnya meneguk anggur merah hingga habis tidak bersisa.
Bersambung ....
mampus kau david,habis ni kau akan liat kemurkaan dan kemarahan bang alex 🤭😅😅