"Kamu manggil dosen kamu abang?!"
"Iya, gimana dong. Gak sengaja."
"Mampus Elvia, kuliah kamu kayaknya gak bakal tenang." Emang salah curhat sama Devi, bukannya bantuin cari solusi malah diketawain.
---
"Nanti saya telat, Pak. Saya gak mau dimarahin sama dosen saya. Dosen saya galak."
"Dosen kamu itu saya, Elvia."
"Ntar boss saya marahin saya lagi. Boss saya juga galak!"
"Harus berapa kali saya bilang ke kamu?" Elvia tertawa melihat wajah kesal Arfa.
"Saya bossnya, Elvia!"
---
Kisah tentang Elvia, mahasiswi yang hobi nitip absen. Lalu Arfa, dosen mulut samyang yang karena satu dan lain hal dipanggil abang oleh Elvia.
Mampir dulu yuk, siapa tahu nyantol. Cerita tentang dosen memang banyak, tapi cerita ini dijamin mampu membuat kalian menahan kesal saking gemasnya. Happy Reading!
Update seminggu dua kali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juliahsn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pilih Aku atau Delia?!
"Delia?" Tanyaku dengan nada sedikit tinggi. Kaget sih akunya, heheh.
Maklum. Soalnya aku buka pintunya ga manusiawi. Bukannya apa, saking kesalnya aku sama Pak Arfa tuh rasanya semua barang yang berhubungan dengan Pak Arfa pengen aku banting. Termasuk wanita di depanku ini.
"Iya." Jawabnya sambil tersenyum simpul. Anggun banget dah.
"Kamu ada perlu apa kesini?" Tanya Delia.
Hellow
Harusnya aku yang nanya gitu ke kamu!
"Pak Arfa yang minta. Kamu?" Tanyaku balik. Aku juga kepo lah ngapain dia datang kesini.
"Saya datang atas inisiatif saya sendiri." Jawabnya dengan nada halus. Suaranya itu yah kayaknya lebih lembut dari iklan pelembut pakaian yang ada di tipi-tipi.
Apa daya aku? Ngomong aja cemprengnya minta ampun. Mana ada kata anggun dalam kamus hidup aku.
Kayaknya pas kecil aku sudah memusnahkan kata itu. Hehe.
"Penting?" Entahlah, dari nada suaraku memang terkesan tidak bersahabat.
Entah kenapa bawaannya pengen marah-marah aja kalau lihat Delia.
Delia tersenyum singkat, "Menurut kamu?"
"Kalau saya yang tanya, memang harus saya juga yang menjawab?" Gedek cuy nanya nih orang.
"Ya, tergantung."
"Yaudah sih, jawab aja susah banget." Kesel aing lama-lama.
"Kalau saya bilang penting, bagaimana?"
Aku memalingkan wajahku kesal, "Oh aja ya kan."
Setidaknya kurang lebih 30 menit aku dan Delia sibuk dengan aktivitas kami masing-masing. Aku yang sibuk ngakak nonton video-video viral yang ga masuk akal, sedangkan Delia hanya duduk tenang sambil sesekali mengecek ponselnya.
Sungguh kelakuan yang sangat bertentangan dengan diriku. Apalah aku dibandingkan si anggun Delia?
Loh, kenapa aku jadi membandingkan diriku sama Delia sih.
"Delia?"
Ini bukan aku loh yang nanya, tapi Pak Arfa.
"Mas, udah datang?" Tanya Delia lagi-lagi tersenyum kayak princess-princess. Cih, menyebalkan.
"Udah. Kamu ada apa kesini?" Ucap Pak Arfa.
"Pftttt---" Rasanya ingin tertawa tapi takut dikira gila.
Tadi katanya apa? Penting?
Iya, saking pentingnya sampai ditanya Pak Arfa ngapain datang.
"Kangen sama Mas." Jawab Delia enteng.
Sudut bibir Pak Arfa terangkat sedikit, "Kamu tunggu di rumah saja. Ada Mama juga, nanti saya kesana."
Watdahel?
Tadi apa? Pak Arfa senyum?
Senyum loh!
Terus apalagi tadi? Mama? Rumah?
Delia ini siapa? Seonggok manusia tunangan Pak Arfa kah?
Begitu banyak pemikiran yang terus berkecamuk di kepalaku.
"Yaudah, saya pergi dulu ya Mas." Pamit Delia.
Iya bener. Pergi aja sana. Hush hush.
Setelah kepergian Delia, raut wajah Pak Arfa tidak bisa dibohongi. Kalau tadi mukanya seperti malaikat yang siap menolong siapapun, sekarang ekspresinya kembali seperti malaikat pencabut nyawa. Satu kata sih, seram.
"Tadi aja sumringah. Ketemu saya langsung garang. Bapak ini apa? Punya kepribadian ganda?" Sindirku.
Sudah kubilang kan? Hal yang paling sulit kukontrol dalam hidupku itu mulutku.
Aku juga sudah pasrah kalau mulutku mau berulah.
"Wajah kamu ngeselin."
Inhale..
Exhale..
Kalau di hadapanku sekarang ini bukan dosen, udah aku caci maki kali.
Sabar, Elvia..
"Pak, Delia tuh siapa sih? Tunangan? Pacar? Selingkuhan?" Tanyaku kepo. Iya, biarlah mulutku berkuasa. Katakan saja apa yang ingin kau katakan wahai mulut yang mulia.
"Ngapain kamu nanya-nanya?" Seakan ada pedang goblin yang menusuk relung jantungku, aku pun tertohok mendengar jawaban Pak Arfa.
Makanya Pak halalin aku biar bisa jadi siapa-siapanya bapak!
"Nanya aja sih, Pak. Sensi amat." Jawabku kesal.
"Delia sahabat saya." Jawab Pak Arfa setelah diam 2 menitan.
Jawab gitu aja kok susah amat, "Oh."
Aku hanya meng'oh'kan saja, sudah terlanjur kesal sih.
"Kamu marah?" Tanya Pak Arfa sambil memeriksa beberapa lembar kertas yang ada di atas mejanya.
Aku hanya diam.
"Elvia." Panggil Pak Arfa. Kali ini nada suaranya terdengar adem. Persis seperti nada suara yang ia gunakan kepada Delia.
"Apa?" Ucapku tanpa menoleh ke arahnya.
"Bantu saya koreksi." Balas Pak Arfa kembali dengan nada datar.
Dengan terpaksa aku mendekatkan tempat dudukku ke sebelah kursi Pak Arfa. Padahal niatnya pengen ngambek.
"Bapak ngapain buru-buru?" Tanyaku bingung melihat Pak Arfa tergesa-gesa membaca beberapa lembar kertas yang tidak aku ketahui apa itu.
Aku pun menyadari ucapanku lalu tersenyum bodoh, "Oh, mau ketemu Delia ya, Pak?"
Pak Arfa tampak menghentikan aktivitasnya sejenak. Lalu beralih melihatku sekitar 2 detik mungkin.
Emang aku sejelek itu ya? Sampai memandang wajahku beberapa detik saja sudah memalingkan wajah.
"Kamu besok ada kerjaan?" Tanya Pak Arfa.
Ngapain nih? Mau ngajak ngedate? Sorry aja sih. Ga mau aku.
Eh kok ngedate sih. Maksudnya ngedate sama tugas gitu. Jangan berburuk sangka, teman.
"Ga ada." Jawabku. Singkat, jelas, padat. Sangat bukan gayaku.
"Besok saya ke rumah kamu."
Ngapain?
Mau ngelamar?
Belum siap aku, Pak.
"Ngapain?"
"Besok saya ada kelas di kampus lain. Temani saya." Ucap Pak Arfa.
Yaelah, kirain.
Kecewa nih penonton.
"Jam?" Tanyaku kembali dengan ciri khas Pak Arfa, singkat jelas padat.
"Siang. Nanti saya kabari." Titah Pak Arfa.
"Yaudah, jadi sekarang kita pulang?"
Tunggu dulu. Aku ngapain sih pakai kata kita.
"Kalau kamu mau pulang, ya silahkan."
Ini maksudnya apa sih? Tadi sok-sokan menunjukkan gejala mau pulang. Sekarang kayak aku yang ngebet pulang.
Aku tuh ga bisa diginiin..
Aku ga bisa dikodein..
"Yaudah, saya bantu bapak dulu." Alhasil, entah kenapa aku yang biasanya malas memilih untuk stay disini membantu Pak Arfa.
perasaan dulu pertama ketemu panggil Abang fotocopy 🤔