"Tidak ada pengajaran yang bisa didapatkan dari ceritamu ini, Selena. Perbaiki semua atau akhiri kontrak kerjamu dengan perusahaan ku."
Kalimat tersebut membuat Selena merasa tidak berguna menjadi manusia. Semua jerih payahnya terasa sia-sia dan membuatnya hampir menyerah.
Di tengah rasa hampir menyerahnya itu, Selena bertemu dengan Bhima. Seorang trader muda yang sedang rugi karena pasar saham mendadak anjlok.
Apakah yang akan terjadi di dengan mereka? Bibit cinta mulai tumbuh atau justru kebencian yang semakin menjalar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LyaAnila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 11: Diantara Luka dan Curiga
Selena berjalan cepat setelah nafasnya terasa tercekat di ruang pertemuan itu. Ia mencoba kembali duduk dengan tenang serta menatap layar komputer nya yang memang ia buka sejak tadi pagi. Jemarinya sempat berhenti seolah membeku ketika mengingat pernyataan dari Bu Prita yang berkata "jangan sampai penerbitan kita ikut kena imbasnya dan untuk kebaikan bersama."
Kebaikan bersama? Bersama siapa kebaikan itu? Sejak kapan sebuah kebaikan harus dikorbankan demi kebenaran?
"Len, ni cokelat buat lu. Kek nya habis dimarahin sama Bu Prita," Rani meletakkan segelas cokelat panas ke meja kerja Selena. Sebenarnya, Selena ingin sekali mengganti cokelat itu karena cokelat itu mengingatkannya dengan kejadian Bhima dan dirinya di cafe.
"Nggak papa. Cuma pusing aja. Btw, makasih cokelatnya. Bikin gue merinding bentar tapi its okey."
Dengan segera, Rani mengingatkan obat yang harus dikonsumsi oleh Selena. Selena langsung mengiyakan dan ia menenggak beberapa pil yang sudah dibawanya. Setelah menenggaknya, terdengar suara langkah kaki beberapa orang yang tergesa-gesa memasuki ruang kerja mereka. Mereka adalah staff HR.
"Astaga. Itu map apa lagi?" bisik Rani pelan pada Selena.
Selena sudah mempunyai firasat bahwa semua map tebal yang dibawa oleh HR adalah untuk dirinya.
Setelah menyaksikan tim HR membawa map tebal, telepon meja Selena berdering. Perasaan Selena campur aduk, namun ia tetap mengangkat telepon itu.
"Ya, dengan Selena," ujarnya.
"Selena, bisa ke ruang rapat sekali lagi?" ujar suara di seberang.
Selena lemas. Kali ini apalagi beban yang akan ditanggung nya. Ia mengiyakan permintaan Bu Prita dan bergegas ke ruang rapat.
"Biasanya nggak sampai dua kali, Len." Rani melirik khawatir Selena. Mungkin ia merasa bahwa ujian sahabatnya ini terlalu berat. Mana habis sakit lagi.
Mendengar kekhawatiran Rani, Selena hanya menarik napas singkat kemudian segera berdiri, merapikan bajunya supaya penampilan nya terlihat rapi, meskipun pikirannya sangat kusut. "Doain, semoga semuanya baik baik saja," sambil tersenyum simpul, Selena meninggalkan Rani dan menuju ruang rapat.
*****
Keheningan ruang rapat seolah dapat mendengarkan detak jantung Selena yang sudah tak beraturan. Bu Prita duduk dengan ditemani oleh dua orang dari HR. Ternyata, map yang ia bawa tadi dibuka disini rupanya.
"Selena, kami menerima kembali informasi melalui email anonim atas nama 'Komunitas Penulis Independen '. Mereka mengirimkan pada kami beberapa potongan teks yang mereka temukan dengan naskah kamu."
Mendengar penjelasan dari tim HR, sebenarnya amarah Selena sudah di puncak. "Apa. Anonim? Buktinya dari pengirim anonim?"
"Benar. Anonim. Meskipun hanya anonim, kami harus menindaklanjuti kasus ini karena sudah menyebar. Jangan sampai merugikan perusahaan."
"Mohon maaf sebelumnya Bu, saya kemarin sudah mengatakan di depan anda dengan pak Hasan. Saya punya catatan proses, saya bisa menunjukkan outline yang saya buat dan draf pertama....."
"Kami tidak menuduh kamu, Selena. Kami hanya menginginkan klarifikasi tertulis dari kamu."
Selena membeku. Ia tidak bisa berkata apapun. Dadanya terasa seperti terbakar.
"Baik Bu," hanya itu kalimat yang dapat keluar dari mulut Selena.
*****
Sekembalinya dari ruang rapat, ia langsung dihampiri Rani. "Sel. Gimana. Semuanya baik-baik aja kan?" selidik Rani.
"Gue nggak tau lagi, Ran. Kenapa semuanya jadi makin keruh kek gini."
"Kalau gitu. Lu pulang dulu aja. Istirahat."
"Nggak bisa. Klarifikasi yang gue belum selesai."
Sudah beberapa jam berlalu tanpa ada satu pun paragraf yang benar-benar tuntas. Ia terus menghapus, mengetik dan menghapus lagi. Di tengah kebingungan menulis klarifikasi, satu notifikasi email masuk. Sebenarnya, Selena sudah muak hanya melihat siapa pengirimnya.
Ya, pengirimnya adalah editor kemarin yang memaki-maki nya.
...Subjek: Perlu pembahasan lanjutan....
Seketika, tubuh Selena rasanya tidak kuat bahkan hanya sekadar mendongakkan kepalanya. Dengan lemah, ia membuka notifikasi email.
...Selena, kami kembali mendapatkan kiriman ulang dari pihak yang merasa tulisanmu mirip dengan tulisan dia. Jika memang itu adalah murni tulisan kamu, segera lampirkan proses menulis mu. Terima kasih. ...
Rasanya, kepala Selena seakan ingin meledak saat itu juga. Semua catatan proses menulisnya ada, tapi di laptop yang sedang di perbaiki. Sedangkan flashdisk nya tertinggal di kost nya.
"Harus bareng-bareng gini datangnya? Nggak bisa satu-satu?"
'Pelan-pelan, Nak. Satu satu saja tidak apa-apa. Ayah yakin kamu bisa. Percayalah.'
Tanpa diminta, setelah mendengar suara itu air mata Selena jatuh tanpa suara.
"Ayah, ayah disini bersama Selena kan? Selena sangat merindukan ayah. Bantu Selena, Ayah."
*****
Tanpa disadari, jarum jam sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Itu tandanya jam kerja sudah selesai. Namun, Selena masih nyaman duduk di bangku kerjanya. Rani mendekati Selena pelan.
"Pulangnya gue anterin ya? Rani menawarkan tumpangan kepada Selena.
"Tunggu bentar, Ran. Bentar lagi selesai."
"Bisa nggak jangan paksain badan lu. Lu baru penyembuhan, ege. Nanti kalau lu sakit lagi. Siapa yang susah? Lu sendiri Len. Kali-kali dengerin gue. Gue kek gini karena gue peduli ama lu. Lu tu temen gue satu-satunya yang gue anggap kek saudara sendiri. Jadinya, lu nurut sama gue ya. Pulang dulu. Masalahnya kita cari solusinya bareng-bareng," Rani sedikit membentak Selena karena Selena memang terlalu batu.
Selena sedikit bergidik ketika mendengar bentakan Rani. Ia pun menurut dan segera mengemasi barang-barangnya. Setelah semua nya selesai, Selena mengekor Rani menuju ke mobilnya.
Sesampainya di mobil, ponsel Selena kembali bergetar. Email kali ini bukan dari orang kantor, melainkan dari email anonim.
Pengirim : anonim
Subjek : Kau tidak bisa kemana-mana lagi.
Dengan segera, Selena membuka pesan itu dengan tangan yang sedikit bergetar.
'Lu boleh aja boong sama orang kantor lu. Tapi, lu nggak bisa sembunyi selamanya. Kita disini tau lu itu tukang jiplak. Dan kita juga tau, hubungan lu sama trader bermasalah itu'.
"Hubungan? Trader bermasalah? Bhima? Apaan dah. Kita juga nggak ada hubungan. Pertemuan pertama aja bikin trauma. Ini dibilang hubungan? Gila aja."
"Tenang dulu Len. Bentar lagi nyampai kost lu," Rani berusaha menenangkan Selena dan mempercepat laju mobilnya supaya cepat sampai di kost Selena.
*****
Akhirnya, keduanya sampai di kost Selena. Ketika Selena turun dari mobil, tiba-tiba ada seseorang yang meraih tangan Selena kasar. Selena tau siapa itu. Siapa lagi kalau bukan orang yang menuduhnya.
"Apaan sih, lepasin nggak. Sakit tau," Selena berusaha memberontak. Namun sayangnya tenaganya kalah kuat dari Bhima.
"Kenapa nggak bales pesan ku berhari-hari?"
"Emang apa pentingnya sih. Lu cuma mau bela diri mulu kan. Seolah-olah kekacauan ini gue lah sumber utamanya. Nggak usah sok peduli ya. Hidup gue acak-acakan karena ketemu sama manusia modelan kek lu."
"Aku ada info terbaru Selena. Aku mohon, kali ini dengerin aku dulu," tanpa Selena kira, Bhima sampai berlutut dihadapannya dan Rani.
Selena dengan segera meminta Bhima untuk kembali berdiri dan dengan terpaksa ia menyetujui permintaan Bhima.
"Apa informasi nggak guna yang lu dapat itu?" Tanya nya malas.
"Hari ini kamu pasti dapat email anonim kan? Nggak cuma kamu Len, aku juga dapat. Bahkan kontennya sama persis dengan rumor yang menyerang kamu. Sepertinya, kita lagi dipermainkan sama orang yang nggak bertanggung jawab." Jelasnya.
Lagi dan lagi, Selena terkejut bukan main. Siapa lagi orang yang memainkannya saat ini?
"Lu serius, Bhim?"
"Serius. Sepertinya itu bukan hanya isu trading. Melainkan isu plagiarisme kamu juga. Aku yakin, ada pihak-pihak yang sengaja buat kita saling nyerang," terang Bhima. Selena masih berusaha mencerna apa yang ia dengar barusan. Ini beneran atau cuma akal-akalannya Bhima aja.
"Pergi Bhima, gue capek," ujarnya. Selena memalingkan wajahnya dan kembali menatap Rani. Rani disitu pun terheran-heran dengan masalah yang sedang dihadapi sahabatnya itu.
"Makasih udah nganterin gue Ran. Lu boleh pulang," katanya.
"Selena. Dengerin dulu....."
"Udah Bhim. Pergi aja. Lu nggak kasihan liat dia. Dia udah kek zombie gitu. Biarin dia istirahat. Di kantor, dia udah lelah banget," Rani berusaha mencegah Bhima untuk mengejar Selena.
Selena masuk kamarnya tanpa memperdulikan dua orang yang tadi bicara dengannya. Dengan langkah gontai, ia kembali bergumam.
'Kapan semuanya ini akan kembali seperti dulu? Tenang dan damai. Jujur aku lelah sekali dengan semua ini. Ayah, Selena capek Yah.'
Selena pun menumpahkan segalanya melalui tangisan keras di kamarnya.
*****