Aku pernah merasakan rindu pada seseorang dengan hanya mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagiku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hyeon Gee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Story 10
TOK! TOK! TOK!
“Hmm.”
Sae Rin hanya tersenyum getir usai menerima jawaban dari dalam kamar dan masuk perlahan. Dia menutup pintu dengan hati-hati saat melihat Sang Adik memunggunginya menatap keluar balkon.
“Kau belum memutuskan akan melakukan apa? Ini sudah satu tahun,” tanya Sae Rin setelah berdiri di sisinya.
“Belum. Aku masih ingin sendiri. Aku tidak ingin mengontak siapapun dan berbuat apapun,” sahut Jun Su datar.
“Kak Jun Ho sangat marah karena tindakanmu,” ucap Sae Rin melemah.
“Dia tidak benar-benar marah. Hanya sedih melihatku seperti orang depresi. Makanya dia selalu mengirim berlembar-lembar kertas rujukan ke ahli kejiwaan.”
“Kau pergi?”
“Untuk apa? Aku sehat. Aku masih bisa kuliah dan kerja dengan baik.”
“Tapi, kenapa bulan ini kau pulang?”
“Tidak apa. Aku hanya ingin pulang. Aku ingin bertemu orangtuaku dan mengunjungi Chang Yi.”
Diam sejenak, Sae Rin tampak bingung sesaat dan beberapa kali melirik Sang Adik yang tingginya lebih 20 sentimeter darinya.
“Kak, mau ikut aku ke Pantai Haeundae?”
Bahkan belum sempat Sae Rin menjawab, Jun Su telah lebih dulu melangkah pergi hingga membuatnya panik. Dan hanya sesaat, keduanya telah mengayuh sepeda masing-masing di malam yang cerah.
“Untukmu,” ujar Jun Su seraya menyerahkan sekaleng sparkling water yang telah ia bukakan.
“Terima kasih,” sahut Sae Rin riang sambil memandangi laut malam yang membiaskan cahaya bulan.
“Aku…belum mengatakan apapun tentang kematian dan alasan Chang Yi atas hubungan mereka,” kata Jun Su usai menyeruput minumannya.
Segera, kening Sae Rin berkerut dan menatap Adiknya dengan kedua bola mata membesar. Namun, seakan mengerti dengan keterkejutannya, Jun Su hanya mengangguk pelan meyakinkan hingga membuat Sae Rin kembali mengalihkan pandangan dan menggeleng tak percaya.
“Aku tahu kau akan sangat terkejut. Aku juga sudah mengatakan ini pada Kak Chang Mi, Chang Eun serta Paman dan Bibi.”
“Lalu, bagaimana reaksi mereka?”
“Sama sepertimu.”
“Kapan kau menceritakannya?”
“Kemarin lusa saat aku tiba. Aku ke rumah mereka dulu sebelum pulang. Kemarin aku cerita pada Ayah dan Ibu. Siang tadi aku cerita pada Kak Jun Ho.”
“Ya Tuhan, lalu?” seru Sae Rin yang merasa tidak percaya, “saat kau cerita padaku dengan tangisan yang bahkan membuatmu benar-benar hancur, aku merasa hampir gila. Lalu bagaimana dengan mereka?”
“Ibu hampir pingsan dan Ayah hampir memukulku. Paman juga hampir memukulku saat aku bersimpuh di hadapannya. Aku hampir mati dipukul dua pria yang kuhormati.”
“Kak Jun Ho? Bagaimana reaksinya?”
“Dia bersimpuh meminta maaf padaku saat aku bilang, kalau Kak Chang Mi melemparku dengan vas bunga. Dia menangis,” sahut Jun Su seraya tersenyum sinis.
“A, apa itu sebab dahimu…”
Jun Su hanya mengangguk dan tersenyum tatkala Sae Rin baru mendapat jawaban atas plester jumbo yang menutupi dahi kiri Adiknya.
“Bagaimana mungkin dia melemparmu seperti itu? Hei, tidak hanya mereka yang sakit!” bentak Sae Rin yang tiba-tiba murka.
“Kak?”
Kalimat lemah itu menghentikan gerakan Sae Rin yang akan berbalik. Jun Su tersenyum menggenggam tangannya dan perlahan memeluk Sang Kakak dengan erat.
“Kakakku ternyata lebih pendek dari yang aku kira,” ejek Jun Su yang kemudian melebarkan sedikit kakinya.
“Hei, kau…apa yang kau la…”
“Kak, hanya dengan Kakak, aku bisa seperti ini. Di dalam keluarga kita, pria itu diajarkan kuat. Bahkan saat Kak Jun Ho bersimpuh meminta maaf padaku atas rasa bersalahnya tidak bisa melindungiku dan Chang Yi dengan baik, Ayah yang tiba-tiba datang diantara kami langsung membentaknya agar tidak menangis. Jadi, bagaimana mungkin aku menangis hanya karena dilempar vas bunga kecil. Dan bagaimana mungkin semua orang tidak murka padaku sementara, aku yang mengetahui semuanya nekat menuruti permintaan Chang Yi yang ingin memberi kejutan pada semua orang akan kesembuhan penyakitnya.”
“Tapi, semua orang tahu kalau dia memiliki sakit jantung sedari kecil. Mereka tidak ada hak menyalahkanmu secara sepihak,” omel Sae Rin.
“Aku juga salah karena menuruti keinginan Chang Yi secara sepihak sementara, aku tahu kalau transplantasi jantung itu memiliki resiko kematian yang tinggi akibat tekanan darah Chang Yi yang selama ini tidak pernah stabil. Dan harusnya, aku tahu, darahku saja tidak akan cukup membantu semuanya berjalan lancar. Harusnya aku tahu, walau darahku bisa menyelamatkan setidaknya tiga nyawa tetapi, berbeda dengan kasus Chang Yi yang memang memerlukan lebih dari satu kantung untuk bertahan. Harusnya…aku memberitahu Kak Chang Mi dan Kak Chang Eun tentang ini, setidaknya sampai keadaan stabil.”
Ada suara lemah diakhir kalimat Jun Su yang membuat Sae Rin akhirnya mengalah. Dia mengusap lembut puncak kepala adiknya yang tiba-tiba terdiam. Sayup ada isak kecil yang menemani mereka. Ya, Ho Jun Su kembali menangis malam itu usai setahun berlalu.