Deskripsi Novel: Batu Rang Bunian
"Batu Rang Bunian" adalah sebuah petualangan seru yang membongkar batas antara dunia kita yang penuh cicilan dan deadline dengan alam Bunian yang misterius, katanya penuh keindahan, tapi faktanya penuh drama.
Sinopsis Singkat:
Ketika seorang pemuda bernama Sutan secara tidak sengaja menemukan sebongkah batu aneh di dekat pohon beringin keramat—yang seharusnya ia hindari, tapi namanya juga anak muda, rasa penasaran lebih tinggi dari harga diri—ia pun terperosok ke dunia Bunian. Bukan, ini bukan Bunian yang cuma bisa menyanyi merdu dan menari indah. Ini adalah Bunian modern yang juga punya masalah birokrasi, tetangga cerewet, dan tuntutan untuk menjaga agar permata mereka tidak dicuri.
Sutan, yang di dunia asalnya hanya jago scroll media sosial, kini harus beradaptasi. Ia harus belajar etika Bunian (ternyata dilarang keras mengomentari jubah mereka yang berkilauan) sambil berusaha mencari jalan pulang. Belum lagi ia terlibat misi mustahil.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HARJUANTO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7: Operasi Penyelamatan Ratu
BAB 7: Operasi Penyelamatan Ratu
Bagian I: Malam Dingin dan Batu Pemandu
Sutan melempar controllernya, lalu menggaruk kepala. Ia menatap batu putih, cenderamata dari Ratu. Batu itu bergetar histeris, memancarkan cahaya redup yang tak lagi damai, melainkan mengandung nada alarm yang jelas.
"Oke, oke, Ratu hilang," gumam Sutan, mengambil ransel lusuhnya. "Ini pasti ulah adiknya, Putri Malam Sunyi, atau si Tetua Kelam yang masih dendam. Atau jangan-jangan Pak Leman yang menculiknya karena utang kopinya cuma dilunasin tunai, bukan transfer bank."
Sutan mengganti pakaian tidurnya dengan kaos tebal dan jaket lusuh. Di tangannya, ia memegang batu putih itu. Batu itu terasa sedikit lebih berat sekarang, seolah memiliki tujuan.
Ia buru-buru keluar rumah. Malam itu terasa berbeda. Udara di kampungnya dingin, tapi tidak normal. Ada hawa dingin yang menusuk, asing, seperti sisa-sisa energi Kerajaan Bunian yang bocor ke dunia manusia.
Ia tiba di kaki bukit Beringin Larangan. Pohon itu, yang seharusnya tampak biasa saja berkat janji Ratu, kini diselimuti kabut tipis berwarna biru keunguan. Sebuah tanda jelas bahwa batas dimensi telah melemah lagi.
Sutan menghentikan langkahnya. Ia melihat ke atas. Ia tidak takut, tapi ia lelah.
"Baiklah, Bunian," bisik Sutan ke arah kabut. "Aku datang bukan karena utang kopi. Tapi karena aku janji pada diriku sendiri. Dan karena aku penasaran, siapa yang berani-beraninya menculik Ratu."
Ia mulai mendaki bukit. Batu putih di tangannya bergetar lebih keras saat mereka mendekati akar Beringin.
Saat ia mencapai pohon itu, ia melihat gerbang dimensi sudah terbuka sebagian. Bukan pusaran hitam yang menakutkan seperti dulu, melainkan sebuah Celah Memanjang di udara, seperti luka yang bercahaya biru pucat, sangat tidak stabil.
Sutan menoleh ke belakang sejenak, mengambil napas, dan melompat menembus Celah itu.
Pusaka Hening dalam Keresahan
Sutan jatuh di atas lantai kristal Balairung Agung, tempat ia meninggalkan pertempuran terakhirnya.
Balairung itu kini tampak lebih gelap dan lebih dingin dari sebelumnya. Bunian-bunian yang tidur di sepanjang dinding kristal kini terlihat lebih pucat, hampir transparan. Cahaya keemasan Keseimbangan telah hilang, digantikan oleh keheningan yang resah.
Raja Pualam, yang tampak sehat tetapi wajahnya sangat panik, berlari ke arah Sutan.
"Sutan! Syukurlah kau datang! Kami tak punya waktu. Situasi ini... mengerikan!" Pualam mencengkeram lengan Sutan.
"Apa yang terjadi, Pualam? Siapa yang menculik Ratu?" tanya Sutan.
Pualam menariknya ke sudut Balairung. "Dengarkan baik-baik. Ratu menghilang tiga hari lalu. Tiba-tiba saja. Pagi-pagi, kami temukan Singgasana kosong. Tidak ada jejak pertempuran, tidak ada jejak sihir gelap. Hanya... hilang."
"Putri Malam Sunyi?" tebak Sutan.
"Tidak mungkin. Dia masih diasingkan di Hutan Bisikan. Dan lagi pula, dia tidak cukup kuat untuk menembus semua perlindungan Ratu tanpa pertempuran."
"Tetua Kelam?"
"Pangeran Senja? Dia hancur secara moral. Dia sudah kembali ke fungsinya sebagai penjaga naskah kuno, penuh penyesalan. Dia bahkan yang paling panik!"
Pualam menghela napas panjang. "Sutan, hal yang paling menyeramkan: Ratu meninggalkan Batu Rang Bunian."
Pualam menunjuk ke Singgasana. Batu keramat itu, Jantung Kedaulatan, tergeletak di sana. Ia tidak memancarkan cahaya biru-keemasan Keseimbangan, melainkan cahaya putih pucat, hampir tidak hidup.
"Ratu tidak akan pernah meninggalkan Permata itu kecuali..."
"... Kecuali ia yakin Pemegang Keseimbangan yang sesungguhnya harus mengambilnya," sambung Sutan, menatap batu putih di tangannya.
"Tepat," Pualam mengangguk. "Dan sebelum menghilang, Ratu meninggalkan satu-satunya petunjuk. Sebuah bayangan."
Pualam membawa Sutan ke dinding kristal di samping Singgasana. Di sana, di permukaan kristal yang berkilauan, terlihat bayangan samar yang tidak seharusnya ada. Bayangan itu adalah siluet seorang Bunian yang tinggi dan ramping, dengan jubah panjang, dan di tangannya... ia memegang sebuah kunci aneh yang bercahaya hijau neon.
"Bayangan itu seperti siluet Bunian kuno. Tapi kuncinya... itu bukan dari alam Bunian," kata Pualam bingung.
Sutan menatap bayangan kunci itu. Kunci itu terlihat futuristik, seperti kunci mobil sport dari dunia manusia, tapi berwarna hijau fosfor.
"Tunggu, aku pernah melihat kunci seperti itu," kata Sutan, matanya menyipit. "Itu bukan kunci. Itu..."
Sutan segera mengeluarkan ponselnya (ajaibnya, baterainya penuh) dan membuka galeri. Ia menemukan foto lama dari media sosial. Foto itu adalah promosi sebuah startup teknologi yang bangkrut di kotanya, yang bergerak di bidang Energi Alternatif Dimensi.
"Itu Kunci Akses D-Gate," kata Sutan. "Bukan kunci biasa. Itu dirancang untuk membuka portal sementara antar-dimensi, menggunakan energi dari sumber daya alam kuat... seperti, misalnya, Pohon Beringin Larangan."
Pualam terkejut. "Manusia lain?! Mencoba mencuri Ratu dan membuka gerbang dimensi dengan teknologi rendahan kalian?"
"Mungkin bukan mencuri. Tapi menculik untuk tebusan," kata Sutan. "Tapi satu hal yang pasti. Jika mereka menggunakan Kunci Akses itu, mereka pasti membutuhkan energi kuat untuk menggerakkannya.
Mereka pasti sudah kembali ke dunia kami, ke tempat yang penuh energi tersembunyi. Mereka pasti berada di... markas Bunian di dunia Manusia."
Pualam mengerutkan dahi. "Markas Bunian? Kami tidak punya markas di sana!"
Sutan tersenyum tipis. "Oh, ada, Pualam. Tapi kalian tidak menyadarinya. Karena bagi manusia, itu terlihat sangat biasa. Itu adalah tempat di mana energi alam berkumpul tanpa disadari, di mana Bunian bisa bersembunyi di tengah keramaian. Itu adalah... Kebun Teh Kuno di puncak Bukit Barisan."
Pualam ternganga. "Kebun Teh... itu adalah area rahasia, tempat Bunian yang memilih hidup menyendiri berkumpul. Itu adalah 'Persembunyian Tenang'! Mereka ada di sana?!"
Sutan mengambil Batu Rang Bunian dari Singgasana dan memasukkannya ke ransel. Ia menggenggam erat batu putih cenderamatanya.
"Mereka ada di sana, Pualam. Dan sekarang, kita akan kembali ke dunia saya. Kali ini, bukan mencari kelapa, tapi mencari Ratu," kata Sutan. "Tapi, kali ini ada aturan baru."
"Apa aturannya, Sutan?" tanya Pualam.
Sutan menatap Pualam dengan serius. "Kali ini, kita tidak akan bertindak sebagai Pahlawan. Kita akan bertindak sebagai Tim Penyelamat Rahasia. Aku akan jadi otak dan penyamaran. Kau akan jadi bodyguard dan dompet."
"Dompet?"
"Tentu saja. Di dunia manusia, misi penyelamatan dimensi butuh snack di jalan dan bensin." Sutan menyeringai.
Pualam hanya bisa menghela napas. Petualangan bersama manusia ini selalu melibatkan urusan duniawi yang melelahkan.
"Ayo, Pualam. Kita harus menemukan jalan kembali ke Beringin Larangan, sekarang!"
Lanjutan Bab 7 (Bagian II) akan membawa Sutan dan Pualam kembali ke dunia Manusia, menyamar, dan memulai misi pencarian Ratu di Kebun Teh Kuno!