Senja merasa menderita dengan pernikahan yang terpaksa ia jalani bersama seorang CEO bernama Arsaka Bumantara. Pria yang menikahinya itu selalu membuatnya merasa terhina, hingga kehilangan kepercayaan diri. Namun sebuah kejadian membuat dunia berbalik seratus delapan puluh derajat. Bagaimana kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meylani Putri Putti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11
Begitu pintu tertutup, Senja masih berdiri terpaku di tempat. Suara langkah Saka yang menjauh terdengar samar, tapi degup jantungnya sendiri masih begitu jelas menggema di telinganya. Wajahnya panas, pipinya memerah seperti terbakar.
Ia memegang dadanya yang berdebar tak karuan. “Ya ampun, kenapa aku kayak gini…” gumamnya pelan. Bayangan tatapan Saka tadi kembali melintas di pikirannya tatapan yang dalam, intens, tapi juga membuatnya serba salah.
Ia menunduk, menatap pakaiannya. Tank top putih itu menempel pas di tubuhnya, dan hot pants-nya terasa terlalu pendek sekarang. “Pantas aja Mas Saka keliatan aneh,” bisiknya sambil menggigit bibir bawah. Ia buru-buru menuju kamarnya sebelum Saka keluar dan mendapatinya memakai pakaian serba minum itu.
Senja berjalan pelan menuju kamarnya sendiri, masih dengan perasaan campur aduk yang sulit dijelaskan. Begitu masuk, ia langsung menjatuhkan diri di atas tempat tidur, memandangi suasana di luar yang tampak cerah. Jam juga baru menunjukkan pukul empat sore.
Wanita itu terdiam, mencoba menikmati suasana kamar yang terasa hening. Namun terlalu hening, hingga membuat dadanya terasa sesak.
Ia menghela napas panjang. “Sepi banget…” gumamnya lirih. Untuk mengusir rasa kosong itu, ia meraih remot di nakas dan menyalakan televisi. Deretan saluran berganti cepat mulai dari sinetron, berita, musik tapi tak satupun menarik perhatiannya. Semua terasa hambar.
Matanya kosong menatap layar, tapi pikirannya melayang entah ke mana. Setiap kali bayangan Saka muncul di benaknya, jantungnya berdegup lebih cepat. “Kenapa harus mikirin dia lagi sih…, sudah tahu dia gak suka sama kamu Senja, jadi jangan geer,” ucapnya pelan sambil mematikan TV, lalu meletakkan remot itu begitu saja di samping bantal.
Ia menatap meja kecil di sebelah ranjang, di sana tergeletak ponselnya yang layarnya retak parah. Kenangan saat ia menghempaskannya waktu itu masih jelas ledakan emosi yang kini ia sesali.
“Kalau aja nggak rusak, aku bisa ngobrol sama temen temen ku, biar gak sumpek banget di rumah, “ gumamnya kecewa. Sejurus kemudian Ia menatap jam di dinding masih sore. Sepertinya masih sempat ke konter, pulangnya naik ojek saja,” gumamnya.
Agar lebih segar ia menuju kamar mandi melaksanakan ritual sore harinya. Setelah itu dia merias wajahnya ala kadarnya dengan hanya memakai lipstik berwarna pink yang membuatnya tampak lebih segar.
Ia berdiri di depan cermin, merapikan rambut dan menambahkan jepitan rambut dengan bentuk buah strawberry di kedua sisi, membuatnya terlihat lebih cute.
Sambil melangkah menuju pintu, ia sempat menatap sekilas ke arah kamar Saka. Ada ragu di dalam dirinya. “Ijin gak, ya?” gumamnya.
Matanya terpejam sejenak untuk menimbang nimbang. Melihat Saka yang begitu acuh, rasanya ia tak perlu minta ijin, karena ia yakin suaminya juga gak akan perduli. Dia melangkah tapi ada rasa berat. Kemudian ia menghampiri kamar Saka mengetuknya pelan.
Tok tok… “Mas!” panggil Senja.
“Ada apa?” teriak Saka dari dalam kamar.
“Mas! Aku izin ke konter ya? mau benerin handphone ku!”
“Iya!” Jawab Saka singkat.
Senja memutar bola matanya ke segala arah. Kesal dengan suaminya yang terlalu cuek itu. Dia melangkah melewati mobil mewah milik suaminya yang terparkir di depan rumah. Sebenarnya, Saka bisa saja mengantarnya, apalagi jarak menuju jalan raya cukup jauh. Namun, ia memilih untuk tidak berharap apa-apa. Ia takut, jika kembali berharap, justru akan berakhir dengan kekecewaan lagi.
Dia berjalan tergesa-gesa sambil sesekali menoleh ke sekeliling dengan penuh kewaspadaan. Udara sore yang mulai lembab membuat napasnya terasa berat, namun ia terus melangkah tanpa berhenti. Setelah hampir dua puluh menit berjalan kaki, akhirnya ia tiba di sebuah konter di pinggir jalan. Ia berdiri sejenak di depan pintu, mengatur napasnya yang tersengal, lalu melangkah masuk.
“Ada yang bisa dibantu, Kak” tanya petugas di balik meja.
“Iya, Mas saya mau benerin handphone saya,” kata Senja sambil menyerahkan benda pipih yang terlihat retak itu. “Kira kira lama gak ya, Mas benerinnya.”
Saat sedang berkonsultasi dengan petugas tentang kerusakan ponselnya, tiba-tiba terdengar suara deheman seorang lelaki di belakangnya.
“Gak usah diperbaiki, ganti saja dengan yang baru,” ucap suara itu dengan tenang namun tegas.
Senja spontan menoleh, dan matanya langsung membulat kaget ketika melihat siapa yang berada di belakangnya.
Dia adalah Zein. pria itu berjalan penuh kharisma sambil tersenyum lembut ke arahnya.
Senja bahkan belum sempat bertanya apa-apa ketika pria itu langsung menujuk satu unit ponsel keluaran terbaru di etalase.
“Mas saya ambil yang ini, ya! tolong bungkus, saya langsung bayar.
Tanpa tawar menawar sang pemilik konter langsung membungkusnya kemudian menjelaskan panjang lebar tentang masa garansi handphone dengan merek Sumsum itu.
Zein mengoyak atik handphone mengarahkan kamera pada kode qris. Detik kemudian transaksi selesai di lakukan.
Dia mengambil bungkusan handphone itu lalu memberikannya untuk Senja.
Senja terpaku antara tak percaya dan bingung harus bereaksi seperti apa, karena semua terjadi secara tiba-tiba.
"Ayo, Ambil!" Kata Zein, ia menarik tangan Senja lalu meletakkan benda pipih yang siap di gunakan itu.
Senja masih memandangi ponsel baru di tangannya, belum benar-benar percaya dengan apa yang barusan terjadi.
“Mas… kamu nggak perlu...,” ucapnya pelan, suaranya terputus karena langsung di sambar oleh Zein.
"Sudah! Terima saja, anggap saja ini hadiah pernikahan kalian, dengan aku tidak perlu memberikan mu sepatu, kan. "
Zein menatapnya lembut, sudut bibirnya terangkat sedikit membentuk senyum tipis.
Senja menunduk, jari-jarinya menggenggam kotak ponsel itu erat.
“Tapi ini terlalu mahal… aku ....”
“Sudah,” potong Zein lembut, namun nadanya tetap hangat. “Kalau kamu menolak justru aku merasa tersinggung. Karena kamu tidak mau menerima pemberian ku. "
Senja menatapnya lagi, kali ini dengan sorot mata yang berbeda ada rasa haru yang sulit ia sembunyikan.
Hening sejenak. Hanya suara lalu-lalang kendaraan dari luar yang terdengar.
Senja tersentak kaget saat merasakan sentuhan di bahunya.
“Aku antar pulang, ya,” ucapnya pelan namun pasti.Zein menatap Senja yang masih sibuk menunduk, seolah mencari alasan untuk segera pergi. Melihat itu, ia tersenyum kecil.
Senja langsung menggeleng cepat. “Nggak usah, Mas. Aku bisa jalan kaki. Lagipula rumahku nggak terlalu jauh.”
“Senja, kamu sudah berjalan sejauh ini sendirian. Jalanan mulai gelap, aku nggak tenang kalau membiarkanmu pulang begitu saja.”
Senja menunduk, berusaha mencari alasan lain. “Aku… nggak enak. Takutnya malah bikin Mas repot.”
"Gak akan repot! ayo!" ajak Zein sambil menuntun Senja menuju mobilnya.
"Maaf, Mas! aku gak bisa Terima kebaikan kamu lagi, aku takut... " Senja coba menolak.
"Kamu takut apa? takut suamimu?" tanya Zein. Dia melanjutkan ucapannya seolah tak memberikan kesempatan bagi Senja untuk menolak.“Kalau kamu sungkan duduk di depan, kamu bisa duduk di belakang.
“Yang penting kamu pulang dengan aman, " Imbuh pria itu lagi.
Senja menatap langit yang perlahan mendung. Lalu memandangi Zein dengan tatapan ragu.
Namun sorot mata Zein yang teduh membuatnya tak sanggup berkata tidak.
Akhirnya, ia hanya mengangguk pelan.
“Baiklah…” bisiknya lirih.
Zein tersenyum lembut, lalu membuka pintu mobil untuknya dengan sikap sopan.
Senja masuk ke dalam mobil dengan hati berdebar. Begitu pintu mobil tertutup, aroma lembut dari pewangi kabin segera menyambutnya. Namun tak cukup kuat mengusir kegundahan hati yang sedang menyelimutinya. Ia duduk di kursi belakang, merapatkan tas di pangkuannya, berusaha menenangkan diri. Sementara Zein mengambil tempat di kursi pengemudi, sikapnya tenang, penuh wibawa seperti biasa.
Selama beberapa detik, hanya suara mesin yang terdengar. Mobil melaju perlahan keluar dari area konter, menyusuri jalan yang mulai sepi.
"Mas!" panggil Senja.
Zein menatapnya sejenak lewat kaca spion. “Iya, kenapa Senja?”
Senja mengalihkan pandangannya ke luar jendela, sambil mengatur kata katanya.
"Are you, Okey?" tanya Zein ketika melihat perubahan ekspresi Senja.
"Boleh aku tanya sesuatu?"
"Boleh, tapi kalau pertanyaan sulit kamu harus bayar, ya?" Celetuk Zein dengan nada bercanda, bermaksud untuk meredakan suasana. "Haha, pria itu tertawa garing melihat Ekspresi Senja yang terlihat sedih. " Aku bercanda, kok! tanya saja. "
Senja tersenyum kecut. "Mas, kalau kita berjalan berduaan seperti ini, apa ini termasuk selingkuh?" tanyanya dengan suara berat yang serius.
Zein diam sejenak mencermati pertanyaan tersebut. "Yah gak lah! Selingkuh itu kalau kamu punya perasaan sama aku, terus kita janjian untuk bertemu dan melakukan perbuatan yang tak pantas," Jelas Zein.
"Begitu Yah!" lirih Senja, hampir berbisik.
Zein menoleh ke belakang, lalu tersenyum tipis “Kenapa? Apa kamu takut Saka menganggap kita selingkuh?"
Senja menatap ke arah depan, lalu tersenyum kecut. “Aku gak takut sama mas Saka, aku takut sama Tuhan, " Jawabnya tegas. "Karena aku pernah dengar, wanita yang selingkuh tidak akan mencium bau surga, jangan kan memasukinya, menciumnya saja tidak," ujarnya dengan suara serak bergetar seperti ketakutan.
Ucapan Senja itu seketika membuat Zein tertampar. Sejenak keadaan hening. Namun saat bersamaan mereka tiba di rumah.
Mobil Zein menepi di bahu jalan. Begitu mobil berhenti Senja membuka pintu mobilnya. "Terima kasih, ya Mas Zein. Semoga rejekinya mengalir terus dan barokah."
"Aamiin!" sahut Zein.
"Saya Permisi dulu ya, Mas!" ujarnya sambil berjalan menjauh.
"Iya!" Zein menoleh memperhatikan punggung Senja yang perlahan menjauh. "Beruntungnya Saka punya istri seperti Senja, sayangnya dia kurang bersukur, malah ingin menyingkirkannya."
Sekali lagi ia memandangi Senja dari kejauhan. Mulai ada rasa berbeda yang ia rasakan. Rasa yang mulai mengusik hatinya, dan entah rasa apakah itu?
ku rasa jauh di banding kan senja
paling jg bobrok Kaya sampah
lah ini suami gemblung dulu nyuruh dekat sekarang malah kepanasan pakai ngecam pula
pls Thor bikin dia yg mati kutu Ding jangan senja
tapi jarang sih yg kaya gitu banyaknya gampang luluh cuma bilang i love you