Demi biaya operasi ibunya,kiran menjual sel telurnya.Matthew salah paham dan menidurinya,padahal ia yakin mandul hendak mengalihkan hartanya pada yoris ponakan nya tapi tak di sangka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EPI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11:kencan
Kiran menatap uluran tangan Matthew. Apa aku harus menerima? Ini mungkin satu-satunya kesempatan... Dengan ragu, ia meraih tangan Matthew. Sentuhan itu mengirimkan sengatan kecil ke seluruh tubuhnya.
Matthew tersenyum lembut dan menarik Kiran berdiri. "Ayo, Mama Kiran. Kita cari inspirasi," ucapnya.
Mereka berjalan keluar dari pusat kesehatan ibu dan bayi, menuju mobil Matthew yang sudah menunggu. Sepanjang perjalanan, Kiran hanya bisa memandang keluar jendela, jantungnya berdebar kencang. Kencan... Aku nggak pernah menyangka ini akan terjadi.
Tak lama, mereka tiba di sebuah butik mewah yang memajang gaun-gaun pengantin yang indah. Kiran terkesima. Ini seperti mimpi...
Matthew menggandeng tangan Kiran memasuki butik.Seorang pelayan menyambut mereka dengan ramah. "Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?"
"Kami ingin melihat-lihat gaun pengantin," jawab Matthew dengan senyum menawan.
Pelayan itu mengangguk dan mengarahkan mereka ke bagian gaun pengantin. Kiran terpukau melihat berbagai model gaun yang anggun dan mewah. Ada gaun dengan detail renda yang rumit, gaun dengan taburan kristal yang berkilauan, dan gaun dengan siluet yang elegan.
"Coba lihat-lihat, siapa tahu ada yang menarik perhatianmu," kata Matthew sambil tersenyum.
Kiran mulai berjalan menyusuri rak-rak gaun, matanya berbinar-binar. Ia menyentuh kain-kain lembut itu dengan hati-hati. Semua gaun ini indah sekali. Tapi mana yang cocok untukku? Mana yang bisa menggambarkan cinta sejati?
Tiba-tiba, matanya tertuju pada sebuah gaun yang tergantung di manekin. Gaun itu sederhana namun elegan, dengan potongan A-line yang klasik dan detail lace yang halus di bagian dada. Kiran merasa ada sesuatu yang istimewa dari gaun itu.
"Matthew, coba lihat ini," panggil Kiran.
Matthew mendekat dan ikut menatap gaun itu. "Wah, bagus sekali. Kamu mau mencobanya?"
Kiran mengangguk dengan antusias. "Iya, aku penasaran bagaimana kalau aku memakainya."
Pelayan segera membantu Kiran mengenakan gaun itu di ruang ganti. Saat Kiran bercermin, ia terkejut melihat penampilannya sendiri. Gaun itu pas di tubuhnya, menonjolkan lekuk tubuhnya dengan anggun. Ia merasa seperti seorang putri.
Matthew masuk ke ruang ganti dan menatap Kiran dengan tatapan kagum. "Kamu cantik sekali, Kiran," ucapnya dengan suara lembut.
Pipi Kiran merona mendengar pujian Matthew. Apa dia benar-benar menganggapku cantik? "Benarkah? Aku merasa gaun ini cocok untukku," jawab Kiran dengan malu-malu.setelah itu kiran kembali masuk untuk mencoba gaun kedua yg direkomendasikan pelayan di butik itu tak lama Kiran keluar dari ruang ganti mengenakan gaun kedua. Gaun itu berbeda dari sebelumnya, lebih berani dengan potongan mermaid yang menonjolkan lekuk tubuh. Bagian punggung gaun itu terbuka lebar.
Matthew terpesona. Ia mendekat perlahan. "Wahai wanitaku..." bisiknya. "Maukah kau memakai gaun itu untuk berkencan denganku?"
Kiran terkejut, namun pipinya merona. "Apa... Apa ini sungguhan?" tanyanya dengan nada berbisik.
Matthew tersenyum lembut. "Tentu saja. Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu," jawabnya sambil mengulurkan tangannya.
Kiran meraih tangan Matthew dan menggenggamnya erat. "Baiklah," jawabnya dengan senyum yang merekah di bibirnya.
Matthew tertawa kecil dan menggandeng Kiran. "Aku janji, ini akan menjadi kencan yang tidak akan pernah kau lupakan," bisiknya.
Mereka berdua keluar dari butik bergandengan tangan, siap untuk memulai kencan mereka. Kiran merasa bahagia dan bersemangat menantikan kencan mereka.
Kiran keluar dari ruang ganti mengenakan gaun kedua. Gaun itu berbeda dari sebelumnya, lebih berani dengan potongan mermaid yang menonjolkan lekuk tubuh. Bagian punggung gaun itu terbuka lebar.
Matthew terpesona. Ia mendekat perlahan. "Wahai wanitaku..." bisiknya. "Maukah kau memakai gaun itu untuk berkencan denganku?"
Kiran terkejut, namun pipinya merona. "Apa... Apa ini sungguhan?" tanyanya dengan nada berbisik.
Matthew tersenyum lembut. "Tentu saja. Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu," jawabnya sambil mengulurkan tangannya.
Kiran meraih tangan Matthew dan menggenggamnya erat. "Baiklah," jawabnya dengan senyum yang merekah di bibirnya.
Matthew tertawa kecil dan menggandeng Kiran. "Aku janji, ini akan menjadi kencan yang tidak akan pernah kau lupakan," bisiknya.
Mereka berdua keluar dari butik bergandengan tangan, siap untuk memulai kencan mereka. Kiran merasa bahagia dan bersemangat menantikan kencan mereka.
Matthew dan Kiran melangkah keluar dari butik, bergandengan tangan, menuju mobil. Matthew membukakan pintu untuk Kiran, dan mereka pun melaju membelah jalanan kota yang mulai ramai. Matthew membawa Kiran ke sebuah restoran dengan suasana romantis, diiringi alunan musik jazz yang lembut.
Mereka menikmati makan malam dengan obrolan ringan dan tawa sesekali. Matthew menceritakan kisah-kisah lucu dari masa kecilnya, membuat Kiran tertawa lepas. Kiran pun berbagi cerita tentang mimpinya menjadi desainer, dan Matthew mendengarkan dengan penuh perhatian.
Setelah makan malam, Matthew mengajak Kiran ke area dansa kecil di sudut restoran. "Maukah kau berdansa denganku, Nyonya?" tanyanya sambil mengulurkan tangan.
Kiran tersenyum dan menerima uluran tangan Matthew. Mereka mulai berdansa perlahan, mengikuti irama musik jazz yang menenangkan. Matthew memegang pinggang Kiran dengan lembut, sementara Kiran melingkarkan tangannya di leher Matthew. Mereka bergerak dalam harmoni, seolah dunia hanya milik mereka berdua.
Di tengah dansa, Matthew membisikkan sebuah lelucon, membuat Kiran terkekeh dan menyandarkan kepalanya di bahu Matthew. Mereka terus bercanda dan tertawa, melupakan sejenak semua masalah yang ada.
Saat sebuah lagu romantis mengalun, Matthew menarik Kiran sedikit lebih dekat. Mata mereka bertemu. Ada kehangatan dan ketulusan terpancar dari mata Matthew, membuat jantung Kiran berdebar kencang. Dalam keheningan yang penuh makna, Matthew perlahan menundukkan kepalanya.
Bibir mereka bersentuhan. Ciuman itu lembut, namun penuh perasaan, mengalirkan kehangatan yang menjalar ke seluruh tubuh Kiran. Waktu seolah berhenti.
Tak lama, mereka melepaskan ciuman itu, saling menatap dengan senyum tipis di bibir mereka. Mereka tidak perlu berkata apa-apa. Momen itu sudah menjelaskan segalanya.
Matthew meraih tangan Kiran. "Sudah larut. Ayo kita pulang," ucapnya lembut.
Kiran mengangguk. Mereka berdua beranjak dari lantai dansa, meninggalkan restoran dengan hati yang dipenuhi kebahagiaan dan kenangan manis.